Lompat ke isi

Hipatia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 20 Maret 2019 07.57 oleh Danu Widjajanto (bicara | kontrib) (#WikiGap)

Hipatia (bahasa Yunani: Ὑπατία, Hypatía; lahir antara 350 dan 370; meninggal Maret 415) adalah seorang cendekiawan Yunani [1][2] dari Iskandariyah Mesir [3][4] yang dianggap merupakan perempuan terkemuka pertama di bidang matematika. Selain mengajar matematika, ia juga mengajar filsafat dan astronomi di provinsi Mesir pada zaman Kekaisaran Romawi [5]. Sebagai penganut Neoplatonisme, ia mengikuti tradisi matematika Akademi Athena [6] dan pemikiran dari Plotinos yang mengesampingkan empirisisme dan mengedepankan kajian logika dan matematika [7]. Nama Hipatia diturunkan dari ὑπάτη, bentuk feminin dari ὕπατος (upatos) yang bermakna "tertinggi" [8][9]. Hipatia tewas dibunuh oleh gerombolan Kristen yang salah menuduhnya sebagai dalang kerusuhan agama [10].

Kehidupan

Pengasuhan

Ayah Hipatia, Theon dari Alexandria, dikenal sebagai penyunting teks Euklides yang berjudul Elemen,[11][12][13] seperti yang bisa dilihat di sini dalam bentuk naskah dari abad ke-9.

Hipatia adalah putri dari matematikawan Theon dari Alexandria (lahir sekitar tahun 335 – meninggal sekitar tahun 405 M).[14][15][16] Menurut sejarawan klasik Edward J. Watts, Theon adalah kepala mazhab "Mouseion", dengan nama yang meniru Mouseion dari zaman Helenistik.[15] Mazhab Theon bersifat eksklusif, sangat prestisius, dan secara doktrin beraliran konservatif.[17] Theon menolak ajaran Iamblikhos[17] dan mungkin bangga akan ajaran Neoplatonisme ala Plotinos yang murni.[17] Walaupun ia dianggap sebagai matematikawan terkemuka pada masanya,[11][13][18] karya-karya Theon di bidang matematika jika dilihat dengan kaca mata modern dapat dianggap "kecil",[11] "biasa",[13] dan "sangat tidak orisinil".[18] Pencapaian utamanya adalah dalam memproduksi edisi baru Elemen karya Euklides, dan ia telah memperbaiki kesalahan penulisan yang telah dilakukan dalam proses penyalinan selama hampir 700 tahun.[11][12][13] Elemen yang disunting oleh Theon menjadi buku teks yang paling sering digunakan selama berabad-abad[12][19] dan menggantikan hampir semua edisi lain.[19]

Sementara itu, sama sekali tidak ada keterangan mengenai ibu kandung Hipatia.[20][21][22] Theon mempersembahkan komentarnya di dalam Buku IV Almagest karya Ptolemaios kepada seseorang yang bernama Epifanios, dan ia menyebutnya "anakku sayang",[23][24] sehingga terdapat kemungkinan bahwa ia adalah saudara kandung Hipatia,[23] tetapi istilah Yunani yang dipakai Theon (teknon) tidak selalu berarti "anak lelaki" dalam artian biologis, tetapi hanya digunakan untuk mengungkapkan hubungan seperti ayah-anak yang mendalam.[23][24] Tahun kelahiran Hipatia sendiri masih diperdebatkan, dengan usulan tahun yang berkisar dari 350 hingga 370 M.[25][26][27] Banyak cendekiawan yang telah mengikuti penalaran Richard Hoche bahwa Hipatia lahir sekitar tahun 370.[28][29] Menurut deskripsi di dalam Kehidupan Isidore karya sejarawan Neoplatonis Damaskios (lahir sekitar tahun 458 – kematian sekitar tahun 538) yang kini sudah hilang (tetapi masih tersimpan di dalam lema mengenai Hipatia di dalam Suda, sebuah ensiklopedia Bizantium dari abad ke-10), Hipatia hidup pada masa kekuasaan Kaisar Arkadius.[28][29] Hoche berpendapat bahwa cara Damaskios menggambarkan kecantikan Hipatia menyiratkan bahwa ia berumur maksimal 30 tahun pada masa itu, dan tahun 370 itu 30 tahun sebelum pertengahan tahun kekuasaan Arkadius.[28][29] Di sisi lain, hipotesis bahwa ia lahir tahun 350 didasarkan pada tulisan Ioannes Malalas (lahir sekitar tahun 491 – meninggal tahun 578), yang menyebut Hipatia sebagai wanita tua pada masa kematiannya pada tahun 415.[30][27] Robert Penella sendiri berpendapat bahwa kedua hipotesis ini tidak memiliki dasar yang kuat, dan tahun kelahiran Hipatia sebaiknya tetap dibiarkan kosong daripada harus menduga-duga.[28]

Karier

Hipatia adalah seorang Neoplatonis.[17] Namun, seperti ayahnya, ia menolak ajaran Iamblikos dan mendukung Neoplatonisme "asli" yang dikemukakan oleh Plotinos.[17] Mazhab Alexandria saat itu dikenal akan filsafatnya,[25] dan Alexandria dianggap sebagai pusat filsafat kedua di dunia Yunani-Romawi setelah Athena.[25] Hipatia mengajar siswa dari berbagai kawasan Mediterania.[31] Menurut Damaskios, ia menyampaikan ceramah mengenai tulisan Plato dan Aristoteles.[7][32][33][34] Ia juga mengatakan bahwa Hipatia berjalan di Alexandria sembari mengenakan tribon (semacam jubah yang dikaitkan dengan para filsuf) dan ia memberikan ceramah kepada umum secara impromptu.[35][36][37]

Salah satu dari tujuh surat Sinesios kepada Hipatia, hasil cetakan tahun 1553.

Menurut Watts, terdapat dua ragam utama Neoplatonisme yang diajarkan di Alexandria pada akhir abad keempat.[38] Yang pertama adalah Neoplatonisme religius yang sangat pagan dan diajarkan di Serapeum; aliran ini sangat dipengaruhi oleh ajaran Iamblikos.[38] Ragam kedua adalah aliran yang lebih moderat dan tidak terlalu berpolemik. Aliran yang didukung oleh Hipatia dan ayahnya[39] ini dilandaskan pada ajaran Plotinos.[39] Walaupun Hipatia sendiri adalah seorang pagan, ia toleran terhadap orang Kristen,[40][41] bahkan semua muridnya beragama Kristen.[42] Salah satu muridnya yang paling terkenal adalah Sinesios dari Kirene,[43][25][44][45] yang kemudian menjadi Uskup Ptolemais (kini di Libya timur) pada tahun 410.[46][45] Setelah menjadi uskup, ia masih bertukar surat dengan Hipatia,[47][44][45] dan surat-suratnya saat ini dipakai oleh sejarawan untuk mengetahui kiprah Hipatia.[44][48][49][45][50] Terdapat tujuh surat dari Sinesios kepada Hipatia yang masih ada hingga kini,[45][44] tetapi tidak ada satu pun surat dari Hipatia kepada Sinesios yang telah ditemukan.[45] Di dalam sebuah surat yang ditulis sekitar tahun 395, Sinesios menulis kepada temannya, Herkulianos, bahwa Hipatia adalah "... seseorang yang sangat terkenal, reputasinya sungguh luar biasa. Kita telah melihat dan mendengar sendiri dirinya dengan terhormat membicarkaan misteri-misteri filsafat."[44]

Sejarawan Kristen Sokrates dari Konstantinopel, yang merupakan orang yang sezaman dengan Hipatia, mendeskripsikan sosok filsuf wanita tersebut di dalam karyanya, Sejarah Keuskupan:[20]

Terdapat seorang wanita di Alexandria yang bernama Hipatia, putri filsuf Theon, yang telah membuat pencapaian dalam bidang sastra dan ilmu pengetahuan hingga melampaui semua filsuf pada zamannya. Dengan meneruskan mazhab Plato dan Plotinos, ia menjelaskan asas-asas filsafat kepada para pendengarnya, dan banyak dari mereka yang datang dari jauh untuk belajar darinya. Berkat ketenangan dan keluwesan yang telah ia peroleh dari pengembangan diri, ia tidak jarang muncul di muka umum di hadapan para pejabat. Ia juga tidak malu saat mendatangi perkumpulan lelaku. Karena semua lelaki semakin mengaguminya berkat martabat dan kebajikannya yang luar biasa.[7]

Sejarawan Kristen lain yang sezaman dengan Hipatia adalah Filostorgios, dan ia menulis bahwa Hipatia lebih unggul dari ayahnya dalam bidang matematika.[44] Sementara itu, ahli leksikografi Hesikios dari Alexandria mencatat bahwa Alexandria juga merupakan seorang astronom yang sangat berbakat seperti ayahnya.[44][51] Damaskios menulis bahwa Hipatia "terlampau cantik dan rupawan",[52][53] tetapi tidak ada hal lain yang diketahui mengenai penampilan fisiknya,[54] dan juga tidak ada gambar Hipatia dari zaman kuno yang telah ditemukan.[55] Damaskios mengatakan bahwa Hipatia tetap perawan seumur hidup,[56][57] dan ketika salah satu laki-laki yang datang ke ceramahnya mencoba merayunya, Hipatia menenangkan nafsu di diri lelaki tersebut dengan memainkan alat musik lira.[58][53][a] Ketika lelaki itu masih tetap mencoba mendekatinya, Hipatia menolaknya[60][58][53] dengan menunjukkan kain yang sudah dicemari darah menstruasi, dan ia pun berkata "Ini yang sesungguhnya kamu cintai, anak muda, tetapi kamu tidak mencintai kecantikan itu sendiri."[60][58][53][32] Damaskios juga menceritakan bahwa lelaki muda itu sangat trauma sampai-sampai ia langsung berhenti menginginkannya.[60][58][53]

Sejarawan matematika Michael A. B. Deakin berpendapat bahwa menstruasi yang dialami Hipatia merupakan bukti bahwa ia berselibat,[61][62] karena ia mengklaim bahwa pada zaman kuno, siklus menstrual pertama biasanya muncul pada masa ketika wanita masuk usia menikah dan lebih terlambat bila dibandingkan dengan para wanita di negara-negara maju saat ini.[61][62] Mengingat saat itu tidak ada metode pengendalian kelahiran yang terandalkan,[61][62] Deakin meyakini bahwa menstruasi merupakan hal yang jarang bagi wanita yang tidak berselibat.[61][62] Namun, klaim ini dibantah oleh ahli Mesir Kuno Charlotte Booth.[63] Ia menegaskan bahwa teks-teks Firaun menyebut soal amenorea, yaitu tidak terjadinya pendarahan haid pada wanita dengan usia yang seharusnya mengalaminya,[62] dan rumah-rumah di Mesir pada zaman Helenistik memiliki ruangan di bawah tangga yang disebut "ruangan wanita" yang dipakai khusus bagi wanita untuk bernaung saat mereka sedang menstruasi.[62] Kedua hal ini tidak dapat dijelaskan dengan menggunakan hipotesis Deakin bahwa menstruasi itu "jarang terjadi".[63] Selain itu, siklus menstrual pertama pada zaman Mesir Kuno maupun pada zaman sekarang berlangsung pada kisaran waktu yang sama, yang berubah hanyalah usia menikah untuk wanita.[63] Maka dari itu, Booth menganggap menstruasi yang dialami Hipatia bukan bukti bahwa ia berselibat, tetapi justru menunjukkan "femininitas dan bahkan kesuburan".[64]

Kematian

Latar belakang

Gambar dari Kronik Dunia Alexandria yang menggambarkan Paus Teofilos dari Alexandria yang memegang Injil di satu tangannya dan berdiri dengan jaya di atas Serapeum pada tahun 391 M[65].

Dari tahun 382 hingga 412, orang yang menjabat sebagai Uskup Alexandria adalah Teofilos.[66] Teofilos sangat menentang Neoplatonisme Iamblikos,[66] dan ia menghancurkan Serapeum pada tahun 391.[67][68] Walaupun begitu, Teofilos menoleransi mazhab Hipatia dan tampaknya ia menganggap Hipatia sebagai sekutunya.[20][69][66] Teofilos mendukung murid Hipatia, Sinesios,[70][20] dan Sinesios sendiri menerangkan Teofilos dengan penuh kekaguman dan kesukaan di dalam surat-suratnya.[71][69] Teofilos juga mengizinkan Hipatia membina hubungan erat dengan para pejabat Romawi dan tokoh-tokoh politik penting lainnya.[66] Hipatia sendiri sangat populer di kalangan rakyat Alexandria dan memiliki pengaruh politik yang besar salah satunya berkat toleransi dari Teofilos.[72]

Teofilos meninggal secara mendadak pada tahun 412.[66] Ia telah mendidik keponakannya, Sirilus,[73] tetapi Teofilos masih belum mengangkatnya sebagai penerus.[73] Maka meletuslah perebutan kekuasaan antara pendukung Sirilus dengan saingannya, Timotius.[74] Sirilus berhasil menang dan mulai menghukum mereka yang mendukung Timotius;[74] ia menutup gereja-gereja kaum Noviantis yang telah mendukung Timotius dan juga menyita harta benda mereka.[74] Pengikut Hipatia tampaknya tidak percaya dengan uskup baru ini ,[71][69] seperti yang ditunjukkan oleh fakta bahwa di dalam semua surat-suratnya, Sinesios hanya pernah menulis satu surat untuk Sirilus, dan ia memperlakukannya sebagai orang yang tidak berpengalaman dan tersesat.[71] Di dalam suratnya yang dialamatkan kepada Hipatia pada tahun 413, Sinesios meminta kepadanya untuk menjadi perantara bagi dua individu yang terkena dampak perselisihan di Alexandria,[75][76][77] dan ia mengatakan, "Anda selalu memiliki kekuasaan, dan Anda bisa membawa kebaikan dengan menggunakan kekuasaan itu."[75] Ia juga mengingatkan Hipatia tentang ajarannya bahwa seorang filsuf Neoplatonik harus memperkenalkan standar moral tertinggi dalam kehidupan politik dan bertindak demi kepentingan rakyat.[75]

Pada tahun 414, Sirilus menutup semua sinagoga di Alexandria, menyita semua harta benda orang Yahudi, dan mengusir mereka semua dari kota tersebut.[74] Orestes (prefek Romawi di Alexandria, teman dekat Hipatia,[20] dan juga baru masuk Kristen)[78][20][79] dibuat murka oleh tindakan Sirilus dan ia mengirim sebuah laporan yang sangat menyerang sang uskup kepada kaisar.[74][80][20] Konflik semakin memanas dan kerusuhan pun meletus. Sekelompok imam Kristen yang berada di bawah wewenang Sirilus (disebut parabalani) hampir membunuh Orestes.[74] Sebagai hukumannya, Orestes memerintahkan agar Amonios (biarawan yang memulai kerusuhan) disiksa sampai mati di muka umum.[74][81][82] Sirilus mencoba menyatakan Amonios sebagai martir,[74][81][83] tetapi orang Kristen di Alexandria tidak menyukainya,[81][84] karena Amonios dibunuh akibat hasutannya dan bukan karena imannya.[81] Tokoh-tokoh Kristen Alexandria melakukan campur tangan dan memaksa Sirilus untuk membatalkan keinginannya.[74][81][84] Walaupun begitu, perselisihan Sirilus dengan Orestes masih berlanjut.[85] Orestes seringkali meminta nasihat Hipatia,[86][87] karena ia disukai oleh kaum pagan dan Kristen.[88] Ia juga belum pernah terlibat dalam konflik,[88] dan ia dikenal sebagai orang yang bijak.[88]

Walaupun begitu, Sirilus dan sekutunya mencoba merusak nama baik Hipatia.[89][90] Sokrates Skolastikos menyebut desas desus yang menuduh Hipatia sebagai dalang yang membuat Orestes tidak dapat berdamai dengan Sirilus.[87][90] Desas-desus lain yang menyebar di kalangan Kristen Alexandria dapat ditemui dalam tulisan Kronik karya Uskup Koptik dari abad ketujuh Ywhna dari Nikiû,[38][90] yang mengatakan bahwa Hipatia menjalankan praktik-praktik setan dan secara sengaja menghambat upaya gereja untuk meluruskan Orestes:[91][92][90]

Dan pada hari-hari itu muncul seorang filsuf wanita di Alexandria, seorang pagan bernama Hipatia, dan ia berbakti pada sihir, astrolab, dan alat musik, dan ia memperdaya banyak orang dengan tipu daya setannya. Dan gubernur kota amat menghormatinya; karena [Hipatia] telah memperdayanya dengan sihir. Dan [Orestes] tidak lagi ke gereja seperti yang biasa ia lakukan... Dan ia tidak hanya melakukan hal ini, tetapi ia juga menarik banyak pengikut kepada [Hipatia], dan ia sendiri menerima para kafir di rumahnya.[91]

Ilustrasi karya Louis Figuier dalam Vies des savants illustres, depuis l'antiquité jusqu'au dix-neuvième siècle dari tahun 1866, yang menunjukkan bagaimana penulis buku tersebut membayangkan peristiwa serangan terhadap Hipatia.

Pembunuhan

Menurut Sokrates Skolastikos, pada masa Prapaskah pada Maret 415, gerombolan Kristen yang dipimpin oleh seorang lektor yang bernama Petrus menyerang kereta kuda Hipatia saat ia sedang pulang ke rumah.[93][94][95] Mereka menyeretnya ke dalam sebuah bangunan yang disebut Kaisarion, yang sebelumnya pernah menjadi kuil pagan dan pusat kultus kekaisaran di Alexandria sebelum akhirnya diubah menjadi gereja.[95][93][88][95] Di tempat tersebut, gerombolan ini menelanjangi Hipatia dan membunuhnya dengan menggunakan ostraka,[93][96][97][98] yang dapat diterjemahkan menjadi "genteng atap" atau "kerang".[93] Damaskios menambahkan bahwa mereka juga mencongkel bola matanya.[99] Mereka memotong-motong tubuhnya[93][99][98] dan menyeret anggota-anggota tubuhnya ke sebuah tempat yang disebut Cinarion, dan di situ jasad Hipatia dibakar.[93][99][98] Menurut Watts, tindakan ini sejalan dengan tradisi orang Alexandria yang mengangkut jenazah "penjahat terkeji" ke luar batas kota untuk dibakar sebagai lambang pemurnian kota.[99][100] Walaupun Sokrates Skolastikos tidak pernah menyebutkan secara jelas siapa pembunuh Hipatia, mereka diduga adalah anggota parabalani.[101] Christopher Haas menolak dugaan ini dan berpendapat bahwa para pembunuhnya kemungkinan adalah "sekelompok awam Alexandria".[102]

Sokrates Skolastikos menggambarkan pembunuhan Hipatia sebagai sebuah peristiwa yang terjadi atas dasar politik,[103] dan ia sama sekali tidak menyebutkan peranan kepercayaan pagan yang dianut oleh Hipatia.[103] Malah ia mengatakan bahwa Hipatia "menjadi korban kecemburuan politik yang kuat pada saat itu. Karena ia sering berbicara dengan Orestes, muncul kabar di kalangan warga Kristen bahwa [Hipatia] adalah orang yang menghalangi perukunan Orestes dengan uskup."[93][104] Sokrates Skolastikos dengan tegas mengutuk tindakan gerombolan itu dan menyatakan, "Tidak ada lagi yang lebih jauh dari semangat Kekristenan daripada pembiaran pembantaian, perkelahian, dan tindakan semacam itu."[93][105][100]

Matematikawan Kanada Ari Belenkiy mengklaim bahwa Hipatia mungkin terlibat dalam kontroversi sehubungan dengan penanggalan hari Paskah pada tahun 417 dan ia dibunuh ketika ia sedang melakukan pengamatan astronomi.[106] Namun, pakar sejarah klasik seperti Alan Cameron dan Edward J. Watts menolak klaim ini dan menekankan bahwa sama sekali tidak ada bukti yang menopang pernyataan Belenkiy.[107][108]

Catatan

  1. ^ Musik merupakan obat Pitagorean untuk menenangkan hawa nafsu,[58] dan kebiasaan ini berasal dari anekdot dari kehidupan Pitagoras yang mengatakan bahwa konon ketika ia bertemu dengan beberapa pemuda mabuk yang mencoba masuk rumah seorang wanita yang berbudi luhur, Pitagoras bernyanyi dengan khidmat dan "keinginan yang membara" pada benak para lelaki itu pun sirna.[59]

Rujukan

  1. ^ Mueller, I. (1987). Women of Mathematics: A Biobibliographic Sourcebook. New York: Greenwood Press. 
  2. ^ The Cambridge Dictionary of Philosophy, 2nd edition, Cambridge University Press, 1999: "Greek Neoplatonist philosopher who lived and taught in Alexandria."
  3. ^ Hypatia, Encyclopædia Britannica: "Egyptian Neoplatonist philosopher who was the first notable woman in mathematics."
  4. ^ Columbia Encyclopedia, Hypatia "Alexandrian Neoplatonic philosopher and mathematician"
  5. ^ Edward Jay Watts, (2006), City and School in Late Antique Athens and Alexandria. pages 197-198. University of California Press
  6. ^ Hypatia of Alexandria - a philosophical martyr, The Philosopher's Zone, ABC Radio National (4 April 2009).
  7. ^ a b c Scholasticus, Socrates. Ecclesiastical History.  Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "socrates" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  8. ^ Greek Word Study Tool, at Perseus project
  9. ^ Ypatos, Henry George Liddell, Robert Scott, A Greek-English Lexicon, at Perseus project
  10. ^ Toohey, Sue (2003). "The Important Life & Tragic Death of Hypatia". Skyscript.co.uk. Diakses tanggal 2007-12-09. 
  11. ^ a b c d Deakin 2007, hlm. 107.
  12. ^ a b c Bradley 2006, hlm. 60.
  13. ^ a b c d Booth 2017, hlm. 112.
  14. ^ Deakin, Michael (3 Agustus 1997). "Ockham's Razor: Hypatia of Alexandria". ABC Radio. Diakses tanggal July 10, 2014. 
  15. ^ a b Watts 2008, hlm. 191–192.
  16. ^ Dzielska 1996, hlm. 66–70.
  17. ^ a b c d e Watts 2008, hlm. 192.
  18. ^ a b Cameron 2016, hlm. 194.
  19. ^ a b Cameron, Long & Sherry 1993, hlm. 47.
  20. ^ a b c d e f g Booth 2017.
  21. ^ Watts 2017, hlm. 21.
  22. ^ Deakin 2007, hlm. 52.
  23. ^ a b c Deakin 2007, hlm. 53.
  24. ^ a b Dzielska 1996, hlm. 70.
  25. ^ a b c d Castner 2010, hlm. 49.
  26. ^ Deakin 2007, hlm. 51–52.
  27. ^ a b Dzielska 1996, hlm. 68.
  28. ^ a b c d Penella 1984, hlm. 126–128.
  29. ^ a b c Hoche 1860, hlm. 435–474.
  30. ^ J. C. Wensdorf (1747–1748) dan S. Wolf (1879), seperti yang dikutip oleh (Penella 1984).
  31. ^ Ed. Michael Gagarin (2010). The Oxford Encyclopedia of Ancient Greece and Rome. Oxford University Press. hlm. 20. ISBN 9780195170726. 
  32. ^ a b Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama suda
  33. ^ Bregman 1982, hlm. 55.
  34. ^ Cameron, Long & Sherry 1993, hlm. 49–50.
  35. ^ Oakes 2007, hlm. 364.
  36. ^ Dzielska 1996, hlm. 56.
  37. ^ Haas 1997, hlm. 311.
  38. ^ a b c Watts 2008, hlm. 200.
  39. ^ a b Watts 2008, hlm. 200–201.
  40. ^ Bregman 1982, hlm. 38–39.
  41. ^ Cameron, Long & Sherry 1993, hlm. 58–59.
  42. ^ Cameron, Long & Sherry 1993, hlm. 58.
  43. ^ Watts 2017, hlm. 67–70.
  44. ^ a b c d e f g Waithe 1987, hlm. 173.
  45. ^ a b c d e f Curta & Holt 2017, hlm. 283.
  46. ^ Watts 2017, hlm. 88.
  47. ^ Dzielska 1996, hlm. 28.
  48. ^ Banev 2015, hlm. 100.
  49. ^ Watts 2017, hlm. 88–90.
  50. ^ Bradley 2006, hlm. 63.
  51. ^ Booth 2017, hlm. 141.
  52. ^ Booth 2017, hlm. 117.
  53. ^ a b c d e Deakin 2007, hlm. 62.
  54. ^ Booth 2017, hlm. 116–117.
  55. ^ Booth 2017, hlm. 116.
  56. ^ Booth 2017, hlm. 128–130.
  57. ^ Watts 2017, hlm. 74–75.
  58. ^ a b c d e Watts 2017, hlm. 75.
  59. ^ Riedweg 2005, hlm. 30.
  60. ^ a b c Booth 2017, hlm. 128.
  61. ^ a b c d Deakin 2007, hlm. 63.
  62. ^ a b c d e f Booth 2017, hlm. 129.
  63. ^ a b c Booth 2017, hlm. 129–130.
  64. ^ Booth 2017, hlm. 130.
  65. ^ Watts 2017, hlm. 60.
  66. ^ a b c d e Watts 2008, hlm. 196.
  67. ^ Wessel 2004, hlm. 49.
  68. ^ Watts 2017, hlm. 57–61.
  69. ^ a b c Deakin 2007, hlm. 82.
  70. ^ Watts 2017, hlm. 196.
  71. ^ a b c Dzielska 1996, hlm. 95.
  72. ^ Watts 2008, hlm. 195–196.
  73. ^ a b Watts 2008, hlm. 196–197.
  74. ^ a b c d e f g h i Watts 2008, hlm. 197.
  75. ^ a b c Dzielska 2008, hlm. 139.
  76. ^ Deakin 2007, hlm. 83.
  77. ^ Haas 1997, hlm. 310–311.
  78. ^ Wessel 2004, hlm. 36–37.
  79. ^ Haas 1997, hlm. 312.
  80. ^ Wessel 2004, hlm. 36.
  81. ^ a b c d e Wessel 2004, hlm. 37.
  82. ^ Haas 1997, hlm. 306.
  83. ^ Haas 1997, hlm. 306–307.
  84. ^ a b Haas 1997, hlm. 307, 313.
  85. ^ Haas 1997, hlm. 307.
  86. ^ Watts 2008, hlm. 197–198.
  87. ^ a b Novak 2010, hlm. 239–240.
  88. ^ a b c d Watts 2008, hlm. 198.
  89. ^ Watts 2008, hlm. 199–200.
  90. ^ a b c d Haas 1997, hlm. 312–313.
  91. ^ a b "Chronicle 84.87–103". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-07-31. 
  92. ^ Grout, James. "Hypatia". Penelope. University of Chicago. 
  93. ^ a b c d e f g h Novak 2010, hlm. 240.
  94. ^ Watts 2017, hlm. 114–115.
  95. ^ a b c Haas 1997, hlm. 313.
  96. ^ Dzielska 1996, hlm. 93.
  97. ^ Watts 2017, hlm. 115–116.
  98. ^ a b c Watts 2008, hlm. 198–199.
  99. ^ a b c d Watts 2017, hlm. 116.
  100. ^ a b Watts 2008, hlm. 199.
  101. ^ Haas 1997, hlm. 235–236, 314.
  102. ^ Haas 1997, hlm. 314.
  103. ^ a b Cameron, Long & Sherry 1993, hlm. 59.
  104. ^ Ecclesiastical History, Bk VII: Chap. 15 (miscited as VI:15).
  105. ^ Watts 2017, hlm. 117.
  106. ^ Belenkiy 2010, hlm. 9–13.
  107. ^ Cameron 2016, hlm. 190.
  108. ^ Watts 2017, hlm. 157.