Lompat ke isi

Adat bersendikan syarak

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Adaik basandi syarak (bahasa Indonesia: Adat yang bersendikan syariat) adalah salah satu prinsip utama yang mengatur adat Minangkabau.[1] Prinsip ini dilahirkan selepas terjadinya Perang Paderi melalui sebuah perjanjian yang dikenal dengan nama sumpah setia di Bukit Marapalam yang disepakati oleh tigo tungku sajarangan, yaitu tiga unsur pemegang kekuasaan tradisional dalam masyarakat Minangkabau: niniak mamak (pemuka adat), alim ulama, dan cadiak pandai (cendekiawan).

Adaik basandi syarak mengatur bahwa seluruh adat yang digunakan oleh masyarakat Minangkabau harus "bersendikan" kepada syariat Islam, yang pada gilirannya didasarkan pada al-Quran dan Sunnah (syarak basandi Kitabullah). Versi yang lebih lengkap dari doktrin ini juga memuat fakta historis bahwa Islam tiba di wilayah Minangkabau melalui laut dan bertemu dengan pengaruh adat di tanah tinggi (syarak mandaki adaik manurun).

Pada kaba Minangkabau

Referensi

  1. ^ Benda-Beckmannn, Franz, dan Keebet von Benda-Beckmannn. "Changing one is changing all: Dynamics in the Adat-Islam-State Triangle." The Journal of Legal Pluralism and Unofficial Law 38.53-54 (2006): 239-270.
  2. ^ Djamaris, E. (2002). Pengantar sastra rakyat Minangkabau. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.