Lompat ke isi

Tan Liong Houw

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Tan Liong Houw alias Latief Harris Tanoto (lahir di Surabaya, 26 Juli 1930) adalah seorang pemain sepakbola terkenal Indonesia di era tahun 1950an. Ia dikenal sebagai pemain lini tengah yang perkasa dan ditakuti lawan. Posisinya sebagai gelandang kiri, mengharuskan Liong Houw bermain keras untuk merusak formasi lawan. Pada masanya, Tan Liong Houw menjadi pujaan tim nasional dan Persija Jakarta. Bahkan para pendukung Tim Persija memberinya julukan "Macan Betawi" walaupun Ia berasal dari etnis Tionghoa. Mereka tidak lagi melihat mata sipit atau kulitnya yang kuning.

Tan Liong Houw tumbuh remaja di Jakarta. Nama yang diberikan orangtuanya mempuyai arti naga (liong) dan harimau (hauw), dua binatang perkasa dalam mitologi etnis tionghoa. Sedangkan Tan merupakan nama keluarganya (she). Ayahnya, Tan Chien Hoat, semula tidak mengijinkannya menjadi pemain sepakbola. Adiknya, Tan Liong Pha, yang sempat bermain untuk Persib Bandung Junior akhirnya berhenti karena larangan sang ayah.

Berbeda dengan adiknya, Liong Houw tetap bermain bola secara sembunyi-sembunyi. Sang ayah memergokinya dan kemudian mengirimnya ke Surabaya agar tak bermain bola lagi. Namun nasib baik justru mempertemukannya dengan orang-orang dari klub Tjhung Hwa, perkumpulan olah raga warga keturunan Tionghoa. Orangtuanya kemudian meminta Liong Houw kembali ke Jakarta. Sang ayah akhirnya mengijinkan bermain bola setelah menyaksikan kegigihan anaknya mengasah bakat. Liong Houw kemudian dipanggil masuk ke tim nasional dan prestasinya semakin bersinar.

Tanoto, demikian Ia juga biasa dipanggil, tidak menggantungkan penghidupan dari bermain sepakbola. Bermain sepakbola baginya benar-benar karena hobi dan mengabdi kepada negara. Pada waktu itu sebagian dari pemain Tim Nasional Indonesia berasal dari keturunan Tionghoa, seperti; Liem Sun Yu (Endang Witarsa), Thio Him Tjiang, Fan Tek Fong (Mulyadi), Kwee Kiat Sek, Phoa Sian Liong, Lie Kiang An, Chris Ong, dan Harry Tjong. Ketika itu sempat ada tudingan bahwa para pemain keturunan Tionghoa akan bermain setengah hati dan kendur semangatnya bila Indonesia bertemu dengan pemain dari Cina. Hal ini sempat membuat Tanoto dan kawan-kawan sakit hati mendengarnya.

Pada dekade itu Indonesia dua kali bertemu dengan Cina yaitu pada kualifikasi Olimpiade 1956 dan kualifikasi Piala Dunia 1958. Faktanya, Indonesia selalu sukses melewati para pemain Cina. Tanoto dan kawan-kawan masuk putaran final Olimpiade 1956 di Melbourne. Pada ajang inilah cerita legendaris itu tertoreh: Tim Merah Putih berhasil menahan Uni Soviet 0-0 sebelum akhirnya kalah 0-4 pada partai ulang. Tanoto bermain dengan "keringat darah". Kaus kakinya sampai robek di tengah pertandingan karena termakan permainan keras lawan.

Setelah Asian Games IV 1962 di Jakarta, Tan Liong Houw memutuskan pensiun. Hidupnya kemudian lebih banyak dihabiskan bersama istri dan ke-empat anaknya; Wahyu Tanoto, Budhi Tanoto, Indah Nurjani, dan Harijanto Tanoto. Dua anaknya, Wahyu Tanoto dan Budhi Tanoto, meneruskan bakat sang ayah. Keduanya sempat menjadi pemain nasional pada tahun 1980an.

Tan Liong Houw bermain untuk Tim Merah Putih selama 12 tahun sejak 1950. Ia memperkuat tim nasional dalam empat Asian Games dan banyak kejuaraan regional. Salah satunya menjuarai Merdeka Games 1961 di Malaysia setelah di babak final mengalahkan tuan rumah 2-1. Ia masih memberikan sumbangan pikiran untuk perkembangan sepakbola nasional dengan menjadi anggota Dewan Penasihat PSSI periode 1999-2003.

Pranala Luar