Lompat ke isi

Ritus Antiokhia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 15 Juni 2019 02.03 oleh LaninBot (bicara | kontrib) (Perubahan kosmetik tanda baca)

Ritus Antiokhia adalah sebutan bagi kumpulan liturgi yang mula-mula digunakan di Patriarkat Antiokhia, yakni liturgi dari Konstitusi Apostolik, kemudian Liturgi Santo Yakobus dalam bahasa Yunani, Liturgi Santo Yakobus dalam Bahasa Syria, dan anafora-anafora Syria lainnya. Rentetan ini masih dapat dilanjutkan sampai ke Ritus Byzantium (Liturgi Santo Basil yang lebih tua umurnya dan Liturgi Santo Yohanes Krisostomus yang lebih ringkas), dan melalui liturgi Byzantium sampai ke tata peribadatan Gereja Armenia. Akan tetapi tidak bersangkut-paut lagi dengan Antiokhia.

Liturgi Konstitusi Apostolik

Bentuk tertua yang dapat diketahui dan yang dapat digambarkan sebagai suatu liturgi lengkap adalah yang berasal dari Konstitusi Apostolik. Liturgi ini juga merupakan yang pertama dalam daftar liturgi yang digunakan di Antiokhia. Konstitusi Apostolik terdiri atas delapan kitab yang menurut tradisi ditulis oleh Santo Klemens dari Roma (wafat 104). Keenam kitab yang pertama merupakan suatu salinan dari kitab Didascalia Apostolorum ("Pengajaran para Rasul dan murid-murid" ditulis pada paruh pertama abad ke-3) dengan tambahan-tambahan; kitab yang ketujuh merupakan salinan (juga dengan modifikasi) dari Didakhe ("Pengajaran ke-12 Rasul", kemungkinan ditulis pada abad pertama, dan ditemukan oleh Philotheos Bryennios pada tahun 1883) bersama suatu koleksi doa-doa. Kitab yang kedelapan berisi suatu uraian liturgi lengkap dan 85 "Kanon Apostolik." Dalam Kitab ke-2 terdapat pula suatu liturgi yang merupakan modifikasi dari Didascalia.

Diperkirakan bahwa penyusun Konstitusi Apostolik adalah orang yang sama dengan penulis lima surat Santo Ignatius dari Antiokhia yang diragukan keasliannya. Bisa jadi dia adalah seorang Kristen Syria, mungkin seorang pengikut ajaran Apollinarisme, tinggal di atau dekat Antiokhia pada akhir abad ke-4 atau awal abad ke-5. liturgi yang digambarkannya adalah liturgi yang digunakan pada masa hidupnya oleh Gereja Antiokhia, dengan modifikasi-modifikasi tertentu yang berasal dari penulis sendiri. Bahwa penulis adalah seorang Syria Antiokhia dan bahwa dia menggambarkan tata cara liturgi di tanah airnya sendiri ditunjukkan dalam berbagai rincian, misalnya keutamaan kehormatan bagi Antiokhia (VII, xlvi, VIII, x, dst.); disebutkannya perayaan Natal (VIII, xxxiii), yang telah dirayakan di Antiokhia sejak kira-kira tahun 375, sementara tak satu pun tempat di Timur yang merayakannya hingga kira-kira tahun 430 (Duchesne, Origines du culte chrétien, 248); kenyataan bahwa Pekan Suci ditambah Masa Prapaskah berlangsung selama tujuh minggu (V, xiii) seperti yang dipraktikkan di Antiokhia, Palestina, dan Mesir, sementara di Barat, Pekan Suci merupakan minggu ke-6 dalam masa Prapaskah; sumber utama dari "Kanon Apostolik" yang digunakan penulis adalah Sinode Antiokhia; dan terutama dari kenyataan bahwa liturginya tampaknya disusun menurut garis besar yang sama dengan semua liturgi Syria. Meskipun demikian, ada pula modifikasi-modifikasi pribadi penulis dalam doa-doa, Syahadat, dan Gloria, yang memperlihatkan gaya penulisan dan penggunaan idiom-idiom yang digunakan oleh penulis komentar Didascalia (lihat contoh-contoh dalam Brightman, "Liturgies", I, xxxiii-xxxiv), dan seringkali sangat mirip pula dengan gaya dan istilah penulis Pseudo-Ignatius. Catatan-catatan kaki ditambahkan oleh oleh si penyusun, tampaknya berasal dari pengamatan pribadi penyusun.

Dengan demikian, liturgi dalam Kitab kedelapan dari Konstitusi Apostolik, mewakili tata cara Antiokhia pada abad ke-4. Urutannya adalah sebagai berikut:

Misa bagi para Katekumen

Sesudah pembacaan (dari Kitab Taurat, Kitab Para Nabi, Surat-Surat, Kisah Para Rasul, dan Injil) uskup menyapa umat dengan kalimat dari II Korintus 13:14 (Rahmat Tuhan kita Yesus Kristus, Cinta Kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus beserta kamu sekalian). Umat menjawab: "Dan bersama rohmu"; kemudian dia "berkata-kata kepada umat dengan kata-kata yang menguatkan." Kemudian diikuti suatu litani bagi para katekumen, yang setiap permohonan dijawab oleh umat dengan "Kyrie eleison"; uskup kemudian mengumumkan pengumpulan kolekte setelah itu diakon membubarkan para katekumen. Litani-litani dan kolekte-kolekte serupa juga selanjutkan dilakukan bagi para Energumen, Illuminandi (photizómenoi, orang-orang yang siap dibaptis), diakhiri dengan pernyataan tobat umum, tiap kelompok di atas dibubarkan setelah pengumpulan kolekte. Setelah itu dilanjutkan dengan Misa bagi orang-orang percaya.

Misa bagi orang-orang percaya

Dimulai dengan suatu litani yang lebih panjang untuk berbagai niat, bagi perdamaian, Gereja, para uskup (Yakobus, Klemens, Evodius, dan Annianus disebutkan), para imam, para diakon, para pelayan, para lektor (pembaca Alkitab), para penyanyi, para perawan, para janda, yatim-piatu, orang-orang yang telah menikah, orang-orang yang baru dibaptis, orang-orang dalam penjara, bagi musuh-musuh, para penganiaya dst., dan akhirnya "bagi segenap umat Kristiani". Sesudah litani diadakan pengumpulan kolekte, kemudian sapaan lainnya dari uskup dan Salam damai.

Sebelum Persembahan para diakon berdiri di pintu-pintu untuk kaum pria dan para subdiakon di pintu-pintu untuk kaum wanita "agar tak seorang pun dapat keluar, dan tak satu pintu pun dapat dibuka", lalu diakon memperingatkan agar semua katekumen, orang-orang yang tidak percaya, dan para bidaah untuk meninggalkan tempat, para ibu untuk mengawasi anak-anak mereka, agar jangan ada orang yang berpura-pura, dan semua orang agar berdiri dengan takut dan gentar. Lalu para diakon mengantarkan persembahan kepada uskup di altar.

Para imam berdiri mengelilingi altar, dua diakon menggerakkan kipas (‘ripídia) ke atas roti dan anggur lalu Anafora (kanon) dimulai. Uskup sekali lagi menyapa umat dengan kalimat dari II Korintus 13:14, dan dijawab umat dengan: "Dan serta rohmu juga". Uskup berkata: "Arahkan hatimu." Dijawab: "Sudah kami arahkan kepada Tuhan." Uskup: "Marilah kita bersyukur kepada Tuhan." Umat: "Sudah layak dan sepantasnya." Uskup: "Sungguh layak dan terutama pantas untuk bernyanyi bagi Engkau, yang adalah Allah sejati, yang ada sebelum semua ciptaan, yang dari-Nya semua makhluk di surga dan bumi beroleh nama.…" dan demikianlah doa Ekaristi dimulai.

Uskup berkata-kata mengenai "Putera tunggal, Sang Sabda dan Allah, yang selain Kebijaksanaan, adalah yang pertama dari segala ciptaan, Malaikat dari kumpulan-Mu yang besar", menyebut juga mengenai taman Eden, Habel, Henokh, Abraham, Melkisedek, Ayub, dan orang-orang kudus lainnya dari Perjanjian Lama. Setelah uskup berkata: "bala malaikat yang tak terhitung jumlahnya … para Kerubim dan para Serafim yang bersayap enam … bersama dengan beribu-ribu malaikat agung dan berlaksa-laksa malaikat tak terputus dan tak henti-hentinya berseru", "lalu seluruh umat bersama-sama berkata: 'Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Balatentara, surga dan bumi penuh kemuliaan-Nya, terpujilah selama-lamanya, Amin.'"

Uskup kemudian berkata: "Engkau sungguh kudus dan kudus sepenuhnya, tertinggi dan terpuji selama-lamanya. Dan kuduslah, Putera tunggal-Mu, Tuhan dan Allah kami Yesus Kristus…"; dan kemudian Uskup tiba pada kisah institusi: "pada malam sebelum dikhianati, Ia mengambil roti dengan tangan-Nya yang kudus dan tak berdosa dan menengadah pada-Mu, Allah dan Bapa-Nya, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada murid-murid-Nya seraya berkata: Inilah Misteri Perjanjian Baru; ambillah daripadanya, makanlah. Inilah tubuh-Ku, yang dipecah-pecahkan bagi banyak orang demi pengampunan dosa-dosa. Demikian pula setelah mencampur anggur dan air dalam piala, dan setelah memberkatinya, Ia memberikannya kepada mereka seraya berkata: Minumlah kalian semua daripadanya. Inilah darah-Ku yang ditumpahkan bagi banyak orang demi pengampunan dosa-dosa. Lakukanlah ini demi peringatan akan Aku. Karena setiap kali kalian makan roti ini dan minum dari piala ini, kalian mewartakan kematian-Ku sampai Aku datang."

Menyusul Anamnesis ("Oleh karena itu untuk mengenang sengsara dan wafat dan kebangkitan dan kembali-Nya ke surga dan kedatangan-Nya yang kedua kelak …"), Epiklesis atau permohonan ("utuslah Roh Kudus-Mu, saksi dari sengsara Tuhan Yesus ke atas persembahan ini, agar Dia mengubah roti ini menjadi tubuh dari Kristus-Mu dan piala ini menjadi darah Kristus-Mu …"), dan semacam litani (doa umat) bagi Gereja, kaum klerus, Kaisar, dan bagi segala macam dan keadaan manusia, yang diakhiri dengan doksologi (pujian bagi Allah Tritunggal), "lalu seluruh umat berkata: Amin." Dalam litani ini terdapat permohonan khusus (sesudah doa bagi Kaisar dan tentara) yang melibatkan orang-orang kudus bagi orang-orang yang hidup yang bagi mereka uskup berdoa: "Kami juga mempersembahkan kurban ini bersama segenap patriark, para nabi, para rasul yang benar, para martir, para pembela iman, para uskup, para imam, para diakon, para subdiakon, para lektor, para penyanyi, para perawan, para janda, umat awam, dan semua nama yang Engkau kenal, yang kudus dan berkehendak baik." Setelah salam damai (Damai Allah beserta kalian semua) diakon mengajak umat untuk berdoa bagi berbagai hal yang hampir sama dengan litani uskup tadi, lalu uskup menghimpun semua doa mereka dalam suatu kolekte.

Uskup kemudian menunjukkan kepada mereka Ekaristi Kudus, sambil berkata: "Hal-hal yang kudus bagi yang kudus" dan mereka menjawab: "hanya Satu yang kudus, hanya Satu yang adalah Tuhan, Yesus Kristus dalam kemuliaan Allah bapa, dst." Uskup membagikan komuni suci dalam bentuk roti kepada tiap umat, sambil berkata: "Tubuh Kristus", dan penerima komuni menjawab:"Amin". Diakon melanjutkan dengan piala, sambil berkata: "Darah Kristus, piala kehidupan." Dijawab: "Amin." Pada saat umat menerima komuni, didaraskan mazmur 33 (Aku hendak memuji Tuhan setiap waktu). Seusai komuni diakon mengambil yang tersisa dari Sakramen yang Terberkati untuk disimpan dalam tabernakel (pastophória). Kemudian diikuti ucapan syukur singkat, lalu uskup membubarkan umat dan diakon mengakhiri perayaan dengan berkata: "Pergilah dalam damai."

Seluruh liturgi tersebut, menurut si penyusun berasal dari para Rasul, dan dia menyisipkan kalimat-kalimat yang menerangkan bahwa bagian liturgi tertentu disusun oleh Rasul tertentu, misalnya: "Dan aku, Yakobus, saudara Yohanes putera Zebedeus, berkata bahwa diakon harus pertama-tama berkata: 'Tak seorang pun dari para katekumen,'" dst. Kitab yang kedua dari Konstitusi Apostolik memuat garis besar suatu liturgi (hampir tidak lebih dari sekadar catatan-catatan kaki) yang dalam praktiknya berhubungan dengan liturgi di atas. Semua liturgi dari kelas Antiokhia mengikuti kerangka umum yang sama dengan liturgi Konstitusi Apostolik. Sedikit demi sedikit persiapan persembahan (Prothesis, kata ini juga digunakan untuk menyebut meja kredens), sebelum liturgi yang sesungguhnya dimulai, berkembang menjadi suatu upacara yang rumit.

Persiapan untuk pembacaan Alkitab (arak-arakan masuk - sederhana) dan penghantaran persembahan dari Prothesis menuju altar (arak-arakan masuk - agung) menjadi prosesi-prosesi khidmat, namun garis besar liturginya: Misa bagi para katekumen dan pembubaran mereka; litani; Anafora yang dimulai dengan kalimat "Sudah layak dan sepantasnya" dan disela oleh Sanctus; kisah institusi; Anamnesis, Epiklesis dan doa permohonan bagi segala macam orang yang hadir di tempat itu; Pengangkatan sakramen diiringi ucapan "Hal-hal yang kudus bagi yang kudus"; pembagian komuni oleh uskup dan diakon (diakon memegang piala); dan kemudian doa penutup dan pembubaran–urutan ini merupakan karakteristik dari semua tata-cara syria dan palestina, dan diikuti juga dalam turunannya yakni liturgi Byzantium.

Ada dua poin dalam liturgi konstitusi apostolik yang perlu diperhatikan. Tidak ada orang kudus yang disebutkan namanya dan tidak ada doa Bapa Kami. Penyebutan nama-nama orang kudus, terutama "Bunda Allah yang tersuci", baru umum dilakukan umat Katolik setelah Konsili Efesus (431), dan doa-doa yang memohon perantaraannya karena gelarnya tersebut baru belakangan ditambahkan ke dalam semua liturgi Katolik. Konstitusi Apostolik telah melestarikan suatu bentuk yang lebih tua yang tak terubahkan oleh pengembangan yang memodifikasi bentuk-bentuk dalam pelaksanaannya. Tidak adanya doa Bapa kami memang menarik dan unik. Namun hal ini tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan keantikannya. Dalam "Pengajaran kedua belas Rasul" (VIII, ii, 3) umat diajak untuk berdoa tiga kali sehari "seperti yang diajarkan Tuhan dalam Injil-Nya: Bapa kami", dst.

Liturgi-Yunani Santo Yakobus

Liturgi yang paling tua dan asli di antara liturgi-liturgi Antiokhia yang secara aktual digunakan,dan yang darinya diturunkan liturgi-liturgi lainnya, adalah Liturgi-Yunani Santo Yakobus. Referensi paling awal mengenai liturgi ini adalah Kanon xxxii dari Konsili Quinisextum (II Trullan 692 Masehi), yang menerangkan bahwa liturgi tersebut sungguh-sungguh disusun oleh Santo Yakobus, saudara Tuhan kita. Konsili ini menggunakan liturgi tersebut sebagai referensi dalam membela tradisi mencampurkan anggur Ekaristi dengan air, terhadap tradisi kaum Armenia.

Santo Hieronimus (wafat 420) tampaknya telah mengenal liturgi ini. Di Betlehem dia mengutip - sebagai suatu bentuk liturgis - kalimat "satu-satunya yang tidak berdosa", yang diucapkan dalam liturgi ini (Adv. Pel., II, xxiii). Kenyataan bahwa umat Yakobit menggunakan liturgi yang sama dalam Bahasa Syria menunjukkan bahwa liturgi ini sudah ada dan dipergunakan sebelum skisma Monofisit. Manuskrip tertua yang tersedia adalah salah satu salinan dari abad ke-10, yang sebelumnya dimiliki oleh Biara Yunani di Messina dan kini tersimpan dalam perpustakaan Universitas kota itu.

Liturgi-Yunani Santo Yakobus mengikuti semua bagian esensial dari liturgi Konstitusi Apostolik. Liturgi ini memiliki doa-doa persiapan untuk didoakan oleh imam dan diakon dan suatu pemberkatan kemenyan. Kemudian dimulai Misa bagi para katekumen dengan arak-arakan masuk sederhana. Diakon mengucapkan suatu litani (’ekténeia), yang di tiap akhir bait doanya umat menjawab "Kyrie eleison". Sementara imam mengucapkan doa sendiri, yang hanya kata terakhir doa tersebut yang diucapkan dengan suara keras, setelah litani selesai. Para penyanyi melagukan Trisagion, "Kuduslah Allah, kuduslah Yang Kuat, kuduslah Yang Baka, kasihanilah kami." Praktik pengucapan doa sendiri oleh imam dengan suara pelan sementara umat melakukan sesuatu yang lain merupakan hasil pengembangan pada masa belakangan.

Selanjutnya adalah pembacaan Kitab Suci, masih dalam bentuk lamanya, yakni bagian-bagian panjang dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, kemudian diikuti doa-doa bagi para katekumen dan pembubaran mereka. Di antara doa-doa bagi para katekumen ada disebut mengenai salib (angkatlah tanduk umat Kristiani dengan kuasa dari salib yang luhur dan yang memberi hidup) yang pasti telah ditulis setelah penemuannya oleh Santa Helena pada tahun 326, yang merupakan satu dari berbagai alasan untuk menghubungkan liturgi ini dengan Yerusalem. Pada saat para katekumen dibubarkan, diakon mengajak orang-orang percaya untuk "saling mengenali satu sama lain" maksudnya adalah untuk memantau apakah masih ada orang-orang non Kristiani di tempat itu.

Arak-arakan agung yang membuka Misa bagi orang-orang percaya sudah merupakan suatu upacara yang tertata. Kemenyan diberkati, persembahan diantarkan dari Prothesis menuju altar sementara umat menyanyikan Cherubikon diakhiri dengan tiga Alleluya (syairnya berbeda dengan Cherubikon Byzantium) sementara imam berdoa sendiri dengan suara pelan. Kemudian diucapkan Syahadat; kelihatannya mula-mula digunakan bentuk yang lebih singkat seperti Syahadat Para Rasul. Doa persembahan dan litani lebih panjang daripada dalam liturgi Konstitusi Apostolik. Iconostasis (sekat pemisah tempat kaum klerus) belum disebut-sebut dalam liturgi ini. Permulaan "Anafora" (prefasi) lebih singkat. Kisah institusi dan Anamnese dengan segera disusul Epiklesis; kemudian diucapkan permohonan bagi berbagai macam orang.

Diakon membacakan "Diptychs" (daftar) nama orang-orang yang mereka doakan; kemudian diikuti suatu daftar orang-orang kudus yang dimulai dari "Bunda tersuci, tak bernoda dan sangat terpuji kami, Maria, Bunda Allah dan perawan-senantiasa." Di sini disisipkan dua kidung pujian bagi Bunda Maria yang tentunya ditujukan untuk melawan bidaah Nestorian. Diikuti Doa Bapa kami dengan suatu pengantar dan Embolisme. Hosti ditunjukkan kepada umat dengan kalimat yang sama dalam liturgi Konstitusi Apostolik, lalu dipecah-pecahkan, dan sebagian dari pecahannya dimasukkan ke dalam piala sambil imam berkata: "Pencampuran Tubuh tersuci dan Darah mulia dari Tuhan dan Allah dan Juru-Selamat kita Yesus Kristus."

Sebelum Komuni, didaraskan Mazmur xxxiii. Imam mengucapkan sebuah doa sebelum dia menerima Komuni. Diakon membagikan Komuni kepada umat. Tidak ada kalimat semacam "Tubuh Kristus"; dia hanya mengucapkan: "Mendekatlah dengan takut akan Tuhan", dan umat menjawab "Terberkatilah Yang datang dalam nama Tuhan." Sisa Sakramen Yang Terberkati dibawa diakon ke Prothesis; doa pengucapan syukurnya lebih panjang daripada yang terdapat dalam liturgi Konstitusi Apostolik.

Liturgi Santo Yakobus yang ada saat ini merupakan bentuk yang sudah dikembangkan lebih lanjut dari tata-cara dalam litugi Konstitusi Apostolik. Doa-doanya lebih panjang, upacaranya makin lebih tertata, kemenyan digunakan terus-menerus, dan persiapan sudah berada dalam proses menjadi upacara Prothesis Byzantium yang rumit. Adanya permohonan kepada orang-orang kudus yang berkesinambungan; namun garis besar yang esensial dari ritus tersebut masih tetap sama. Selain adanya penyebutan mengenai Salib Suci, terdapat satu kutipan yang memperjelas bahwa liturgi ini awalnya disusun bagi Gereja di Yerusalem. Doa permohonan pertama sesudah Epiklesis adalah: "Kami persembahkan kepada-Mu, Ya Tuhan, bagi tempat-tempat kudus-Mu yang telah Engkau muliakan oleh penampakan ilahi Kristus-Mu dan oleh turunnya Roh Kudus-Mu, teristimewa bagi Sion yang kudus dan gemilang, ibu dari semua gereja dan bagi Gereja-Mu yang satu, kudus, Katolik, dan Apostolik di seluruh dunia." Liturgi ini digunakan di seluruh Syria dan Palestina, yakni di seluruh wilayah Patriarkat Antiokhia (Yerusalem belum dijadikan Patriarkat sampai Konsili Efesus, 431) sebelum skisma Nestorian dan Monofisit. Sebahagian besar tata-cara liturgi di kota Antiokhia pada zaman ketika Santo Yohanes Krisotomus berkhotbah di sana dapat direkonstuksi berkat saduran-saduran dan kutipan-kutipan dalam khotbahnya (Probst, Liturgie des IV. Jahrh., II, i, v, 156, 198). Kalimat-kalimat kutipan tersebut kemudian dianggap berasal dari liturgi Santo Yakobus: memang benar bahwa seluruh saduran tersebut dikutip kata demi kata dari yang terdapat dalam liturgi Santo Yakobus dan Konstitusi Apostolik.

Katekismus Santo Kiril dari Yerusalem disusun pada tahun 348; 18 ayat pertama ditujukan kepada orang-orang yang berkompetensi (photizómenoi) selama masa prapaskah, enam ayat terakhir ditujukan bagi umat Kristen baru selama minggu Paskah. Di dalamnya dia menjelaskan mengenai, selain Pembaptisan dan Peneguhan, Liturgi suci. Penjelasan mengenai liturgi dengan hati-hati disamarkan dari para photizómenoi karena alasan disciplina arcani; liturgi lebih diperjelas ketika dia berbicara kepada orang-orang yang baru saja dibaptis, sekalipun demikian dia menolak mengutip kalimat yang digunakan dalam upacara pembaptisan atau kalimat dalam kisah konsekrasi. Dari katekismus ini dapat dikuetahui urut-urutan liturgi di Yerusalem pada pertengahan abad ke-4. Kecuali untuk satu dua varisi yang tidak penting, liturgi tersebut adalah liturgi Santo Yakobus (Probst, op. cit., II, i, ii, 77-106). Liturgi ini tampaknya telah digunakan pula dalam bahasa yang berbeda, yakni dalam bahasa Yunani di Antiokhia, di Yerusalem, dan di kota-kota utama dimana bahasa Yunani umum digunakan, serta dalam bahasa Syria di daerah-daerah pedesaan. Bentuk tertua liturgi ini yang masih dijumpai adalah versi bahasa Yunaninya. Mungiinkah ditemukan hubungan antara liturgi ini dengan liturgi-liturgi tua lainnya? Terdapat sejumlah kalimat-kalimat yang paralel antara Anafora dari liturgi ini dengan Kanon dari Misa Romawi. Urut-urutan dan doa-doanya berbeda, namun bila versi Yunani atau Syria diterjemahkan ke dalam bahasa Latin tampaklah sejumlah besar frasa dan klausa yang identik dengan Liturgi Romawi. Diduga bahwa Roma dan Syria pada mulanya menggunakan liturgi yang sama dan permasalahan yang sering diperdebatkan mengenai urut-urutan Kanon Misa Romawi mungkin dapat dijawab dengan cara merekonstruksinya menurut tata-cara Syria (Drews, Zur Entstehungsgeschichte des Kanons). Mgr. Duchesne dan sebagian besar penulis, di lain pihak, cenderung menghubung-hubungkan liturgi Gallia dengan liturgi Syria dan Misa Romawi dengan liturgi Alexandria (Duchesne, Origines du culte chrétien, 54).

Liturgi Suryani

Setelah skisma Monofisit dan Konsili Khalsedon (451), baik umat Melkit maupun Yakobit terus menggunakan ritus yang sama. Namun lambat laun kedua bahasa itu menjadi ciri khas masing-masing pihak. Umat Yakobit hanya menggunakan bahasa Syria (seluruh kegiatan mereka menjadi suatu perlawanan nasional terhadap Kaisar), dan umat Melkit, yang hampir seluruhnya adalah orang Yunani di kota-kota utama, pada umumnya menggunakan bahasa Yunani.

Liturgi Santo Yakobus dalam bahasa Syria yang ada saat ini bukanlah yang asli yang dulu digunakan sebelum terjadinya skisma, melainkan suatu bentuk modifikasi dari liturgi tersebut oleh umat Yakobit untuk digunakan oleh kalangan sendiri. Persiapan persembahan sudah tertata menjadi suatu ritus yang rumit. Salam damai dilakukan pada awal Anafora dan sesudahnya liturgi Suryani tersebut kata demi kata nyaris mengikuti liturgi Santo yakobus versi Yunani, termasuk penyebutan Sion, ibu segala gereja. Namun daftar para kudus telah dimodifikasi; diakon memperingati Orang-orang kudus "yang telah mempertahankan kemurnian iman Nicea, Konstantinopel, dan Efesus"; ia menyebutkan nama "Yakobus saudara Tuhan kita" satu-satunya nama Rasul yang disebut, dan nama "Kiril sang pimpinan utama yang adalah menara kebenaran, yang menguraikan inkarnasi Firman Allah, serta Mar Yakobus dan Mar Efraim, mulut-mulut yang fasih dan pilar-pilar Gereja kita yang kudus." Mar Yakobus adalah Baradaï, yang dari dia mereka menerima jabatan imamat, dan nama bagi kaum mereka (543). Bukankah Mar Efraim adalah Efraim Patriark Antiokhia yang menjabat tahun 539-545, yang tentunya bukan seorang Monofisit? Meskipun demikian, daftar para kudus bervariasi; kadangkala berisi suatu daftar panjang nama-nama para pelindung mereka (Renaudot, Lit. Orient. Col., II, 101-103). Liturgi ini masih menggunakan sebuah klausa terkenal. Persis sebelum pembacaan Alkitab, dinyanyikan Trisagion. Versi Yunaninya adalah: "Kuduslah Allah, kuduslah Yang Kuat, kususlah Yang Baka, kasihanilah kami." Dalam ritus Suryani, setelah "kuduslah Yang Baka" ditambahkan kalimat: "yang telah disalibkan bagi kami." Ini adalah tambahan yang dicantumkan oleh Petrus si pencelup kain (gnapheús, fullos) Patriark Antiokhia Monofisit (458-471), yang bagi kaum Ortodoks tampaknya mencerminkan ajaran sesat Monofisit, dan yang digunakan oleh umat Yakobit menjadi semacam pernyataan iman mereka. Dalam tata-cara Suryani masih digunakan sejumlah kata Yunani. Diakon mengucapkan stômen kalôs dalam Bahasa Yunani dan umat terus-menerus menyerukan "Kurillison" (Kyrie Eleison), sebagaimana mereka mengucapkan "Amin" dan "Alleluia" dalam Bahasa Ibrani. Kata-kata singkat dalam liturgi cenderung terfosilkan dalam satu bahasa dan diucapkan tanpa perlu dimengerti artinya. Adanya kata-kata liturgis Yunani dalam Liturgi Suryani menunjukkan bahwa versi Yunanilah yang asli.

Di Masa Kini

Umat Yakobit di Syria dan Palestina masih menggunakan Liturgi-Suryani Santo Yakobus, sama halnya dengan Gereja Katolik Suriah. Umat Ortodoks dari Patriarkat Antiokhia dan yerusalem telah meninggalkannya selama berabad-abad. Seperti semua umat Kristiani yang berada dalam persekutuan dengan Konstantinopel, mereka beralih menggunakan Ritus Byzantium. Hal ini adalah salah satu hasil dari sentralisasi ekstrem pada Konstantinopel begitu bangsa Arab menaklukkan Mesir, Palestina, dan Syria. Para patriark umat Melkit di negara-negara itu, yang telah kehilangan hampir semua domba-dombanya akibat bidaah Monofisit, menjadi bayang-bayang belaka dan bahkan akhirnya meninggalkan tahta mereka untuk menjadi anggota kehormatan di dewan Konstantinopel. Pada masa itulah, sebelum muncul gereja-gereja nasional yang baru, Patriark Byzantium berkembang menjadi seorang tokoh yang mirip Paus atas seluruh dunia Ortodoks, dan berhasil memberlakukan penggunaan liturgi, penanggalan, dan praktik-praktik patriarkatnya sendiri di patriarkat-patriarkat yang jauh lebih tua dan lebih luhur yakni Alexandria, Antiokhia, dan Yerusalem. Tidak diketahui dengan pasti, kapan tata-cara lama dari patriarkat-patriarkat tersebut digantikan oleh tata-cara Byzantium.

Lihat pula

Referensi

Sebagian dari artikel ini berasal dari Ensiklopedia Katolik yang merupakan domain umum.