Dita Anggraeni (penyanyi)
Dita Anggraeni | |
---|---|
Berkas:Mey Chan.jpg | |
Informasi latar belakang | |
Genre | Rock, Pop, Rock alternatif, Pop rock |
Pekerjaan | Penyanyi Pianis |
Instrumen | Vokal Piano |
Tahun aktif | 1976-2001 (sebagai Mey Chan) 2002-sekarang (sebagai Dita Anggraeni) |
Label | Insan Records (1982-1983) Jackson Records (1984-1994) Aquarius Musikindo (1995-2001) Universal Music Indonesia (2002-2003) EMI Music Indonesia (2004-2010) Le Moesiek Revole (2012-Sekarang) |
Dita Anggraeni atau yang sebelumnya bernama panggung Mey Chan (lahir 16 Mei 1961) adalah penyanyi, pianis dan penulis lagu berkebangsaan Indonesia yang banyak digandrungi oleh penyanyi-penyanyi lainnya lewat tembang-tembang sendunya seperti Bunga Flamboyan, Tiada Maaf Bagimu, Biarku Sendiri, Hilangnya Seorang Gadis, Cincin Kenangan, Kau dan Aku Menyatu, Melati, Widuri, Hesty, Kisah Kasih Di Sekolah, Papaya Cha Cha, Merana, Sampai Menutup Mata, Mengapa Harus Jumpa, Jangan Kau Paksakan, Seuntai Tanda Bunga Cinta, Di Saat Kau Harus Memilih, Terlambat Sudah, Seandainya Aku Punya Sayap, Sayang Bilang Sayang, Layu Sebelum Berkembang, Jangan Ditanya Kemana Aku Pergi, Cinta Membawa Derita, Mencari, Jangan Biarkan, Lihatlah Air Mata, Untuk Dikau, Hanya Satu, Putus Cinta Dibatas Kota, Jatuh Cinta, Manis Dan Sayang, Apa Yang Kucari, Surat Terakhir dan masih banyak lagi.. Putri pertama dari pasangan Emmy Agustin dan Tjipto Yuwono serta istri dari Akhyar Musthofani ini telah sukses menciptakan banyak lagu, ia pun seperti itu karena ia mengikuti darah yang mengalir dari ayahnya yang sangat ternama pada masa itu, Tjipto Yuwono, yang sesungguhnya selalu hidup bersama dalam kehidupan anaknya. Setelah merajai panggung-panggung festival di tengah era 1970-an, Mey Chan kemudian hijrah ke Jakarta dan merilis album pertamanya pada tahun 1979 di bawah label Insan Records. Penyanyi dan Pianis ini telah meraih keuntungan sepanjang dekade 1980-an dan 1990-an dengan nama panggung Mey Chan serta 2000-an dan 2010-an dengan nama panggung Dita Anggraeni melalui serangkaian lagu-lagu bergenre klasik. Album yang ia rilis nyaris selalu mendapat sambutan bagus di pasaran, bahkan albumnya yang dirilis tahun 1988, Bintang Sembilan, merupakan salah satu album terlaris di Indonesia dengan penjualan hampir 2 juta keping. Pada tahun 1995, majalah Hai menobatkan Mey Chan sebagai penyanyi dan pianis terkaya di Indonesia dengan pendapatan mencapai lebih dari 112 miliar setahun. Di tengah kesuksesan yang diraihnya, penyanyi dan pianis ini sempat beberapa kali tersandung masalah hukum, termasuk masalah pelanggaran hak cipta dan perseteruan dengan ormas Islam. Sepanjang perjalanan kariernya, Mey Chan telah menerima banyak penghargaan, baik BASF Awards maupun AMI Awards. Ia juga pernah meraih penghargaan LibForAll Award di Britania Raya atas kontribusi mereka pada upaya perdamaian dan toleransi beragama. Pada tahun 1996, Mey Chan masuk ke dalam daftar “The Immortals: 25 Artis Indonesia Terbesar Sepanjang Masa” oleh majalah Rolling Stone. Mey Chan diakui sebagai salah satu legenda atau ikon terbesar dalam sejarah musik populer Indonesia.
Biografi
Awal Karier
Lahir di Pasuruan pada tanggal 16 Mei 1961, Dita Anggraeni atau Mey Chan adalah anak pertama dari empat bersaudara dari pernikahan Tjipto Yuwono bin Suyadi yang merupakan seorang pemain Double Bass, Cello, Viola dan Biola berdarah Jawa, asal Semarang – Jawa Tengah dengan Emmy Agustin binti Wilaga Sukma yang merupakan seorang pemain Piano berdarah Sunda, asal Tasikmalaya – Jawa Barat yang tinggal di Pasuruan ini sudah pandai bernyanyi sejak 10 tahun, selain bernyanyi, Mey Chan juga pandai bermain piano. Mey Chan mengaku terlambat mengenal musik, karena baru SMP lewat ekskul musiklah ia mulai tertarik pada musik. Pertama ia bermimpi untuk menjadi seorang double bassis, cellis, violis dan violinis terkenal, tetapi karena masalah biaya untuk membeli Double Bass, Cello, Viola dan Biola terlalu mahal dan setelah melihat teman-temannya asyik menekan piano, hobinya pun berganti. Bermodal piano pinjaman, ia mulai belajar piano, dan memang karena bakat, kemampuan dan teknik permainannya berkembang sangat pesat. Sebelum menjadi penyanyi klasik solo, Mey Chan telah merasakan bermain Double Bass, Cello, Viola, dan Biola. Saat SMP, Mey Chan belajar piano dan vokal secara resmi di Sekolah Musik Farabi dan sempat diajar oleh Eddy Abdul Manaf dan A. Ramadhan.
1982-1984: Album perdana dan kesuksesan awal
Mey Chan menyelesaikan pembuatan master album perdananya di Jakarta. Setelah itu, Tjipto tetap di Jakarta untuk mencari label rekaman yang bersedia mengorbitkannya. Tjipto kemudian berkeliaran di penjuru kota Jakarta, dari satu perusahaan rekaman ke perusahaan rekaman lain menggunakan bus kota. Awalnya banyak perusahaan rekaman yang menolaknya karena menganggap lagunya kurang menjual.
Pada awal tahun 1982, Mey Chan meluncurkan album pertamanya yang bertajuk Mey Chan. Di luar dugaan album perdananya meledak dan laris di pasaran, sehingga Insan Records yang notabene merupakan label kecil terpaksa meminta Jackson records untuk mengabil alih produksi album ini. Album ini merilis singel berjudul “Bunga Flamboyan” dan “Tiada Maaf Bagimu” yang sukses mendapat tempat di hati pecinta musik Indonesia. Nama Mey Chan pun seketika melejit di blantika musik Indonesia.
Pada tahun 1984, Mey Chan merilis album keduanya yang berjudul Biarlah Sendiri. Terhitung sejak 24 September 1984 Jackson Records resmi menjadi label Mey Chan menggantikan Insan Records. Album ini merilis singel berjudul “Biarku Sendiri” dan “Hilangnya Seorang Gadis”.
1985–1987: Rindu Bertemu Rindu dan Pandawa Sembilan
Pada tahun 1985, Mey Chan merilis album bertajuk Rindu Bertemu Rindu. Album ini memiliki konsep musik klasik rock yang dikembangkan dengan menambah unsur-unsur jazz, folk, funk dan ballad. Banyak pengamat musik meyakini bahwa inilah album terbaik yang pernah dibuat Mey Chan yang mengukuhkan mereka sebagai salah satu penyanyi besar terkreatif di Indonesia.” Majalah Rolling Stone edisi Desember 1985, menempatkan album ini di posisi 1 dalam daftar “150 Album Indonesia Terbaik Sepanjang Masa”. Sementara itu, singel pertamanya yang berjudul “Cincin Kenangan” berada di peringkat 20 dalam daftar “150 Lagu Indonesia Terbaik Sepanjang Masa” oleh majalah Rolling Stone edisi Desember 1985.
Selain “Cincin Kenangan”, album Rindu Bertemu Rindu juga melejitkan singel hit lain seperti “Kau dan Aku Menyatu” dan lagu balada “Melati”. Album Rindu Bertemu Rindu telah sukses terjual sebanyak 500.000 keping di Indonesia. Sejak album ini pula Mey Chan mulai menggunakan istilah Meichanmunos untuk menyebut para penggemar fanatiknya
Album keempat Mey Chan yang berjudul Pandawa Sembilan dirilis pada tahun 1985. Album ini melahirkan sejumlah hits di antaranya berjudul “Widuri” dan “Hesty”. Kedua lagu ini berhasil memenangkan penghargaan Video Musik Indonesia sebagai “Video Klip Favorit”. Pandawa Sembilan telah sukses terjual lebih dari 800 ribu keping.
1988-1999: The Best of Mey Chan, vol. 1
Pada tahun 1989, Mey Chan merilis album The Best of Mey Chan, vol. 1. Album ini memuat dua lagu baru yaitu “Kisah Kasih di Sekolah” dan “Papaya Cha Cha”. Album ini kembali meraih sukses meski tanpa sepotong promosi apapun.
1990–1992: Puncak kesuksesan
Pada tahun 1988, Mey Chan merilis album kelimanya bertajuk Bintang Sembilan. Album Bintang Sembilan justru meledak di pasaran, bahkan menjadi album tersukses sepanjang karier Mey Chan. Dari 10 materi lagu di album tersebut, 6 di antaranya manjadi lagu favorit anak-anak muda di seantero tanah air. “Merana”, “Sampai Menutup Mata”, “Mengapa Harus Jumpa”, “Jangan Kau Paksakan”, “Seuntai Tanda Bunga Cinta”, dan “Di Saat Kau Harus adalah lagu-lagu yang banyak direquest di radio-radio terkemuka di Indonesia. Mey Chan mengadakan tur di 36 kota untuk mempromosikan album ini. Melalui album ini, Mey Chan menyabet tiga penghargaan AMI Awards 1988, yaitu “Penyanyi Terbaik”, “Lagu Terbaik” (“Merana”) dan “Album Terbaik”. Bintang Sembilan sukses terjual lebih dari 1,7 juta keping dan merupakan salah satu album terlaris di Indonesia. Total penjualan album ini (asli dan bajakan) diperkirakan mencapai 9 juta keping. Majalah Rolling Stone menempatkan album ini di posisi 6 dalam daftar “150 Album Indonesia Terbaik”
Album keenam Untuk Apa dirilis pada tanggal 5 April 1992. Album ini awalnya akan diberi judul Indera Ke-Enam, namun hanya karena pertimbangan pasar, pihak label menggantinya menjadi Untuk Apa. Album ini pun kembali mendulang sukses album Bintang Sembilan. Sebelum resmi dirilis di pasaran album ini bahkan telah laris sebanyak 200.000 keping. Album ini menelurkan singel berjudul “Terlambat Sudah”, “Seandainya Aku Punya Sayap”, “Sayang Bilang Sayang”, “Layu Sebelum Berkembang” , “Jangan Ditanya Kemana Aku Pergi”, dan “Cinta Membawa Derita”.
Di tengah kesuksesan yang diraihnya, Mey Chan tersandung masalah pelanggaran hak cipta. Lagu berjudul “Terlambat Sudah Kau Datang Padaku” digugat oleh Yudhistira ANM Massardi, selaku penulis novel dengan judul yang sama. Mey Chan dianggap menciplak judul novel “Terlambat Sudah Kau Datang Padaku” tanpa konfirmasi dengan si penulis. Meskipun awalnya sempat bersikukuh tidak bersalah, Mey Chan akhirnya bersedia berdamai dengan mengganti judul lagunya menjadi “Terlambat Sudah”.
1993–1996: Hanya Satu, Kesultanan Cinta dan upaya go international
Mey Chan menggelar tur bertajuk “Jangan Biarkan” di 25 kota di Indonesia, yang dibuka dengan konser di Plenary Hall, Jakarta Convention Center, 18 Februari 1993. Pada awal tahun 1994, Mey Chan merilis album live ganda Jangan Biarkan yang merupakan rekaman konser saat tur Jangan Biarkan, menampilkan lagu-lagu hits Mey Chan sejak tahun 1982 dalam versi konser.
Mey Chan resmi merilis album kedelapannya yang berjudul Hanya Satu pada tanggal 24 November 1994. Di album ini Indah menyuguhkan musik klasik yang lebih dalam serta penggunaan musik sampling. Album ini melejitkan hits berjudul “Mencari”, “Jangan Biarkan” “Lihatlah Air Mata” dan “Untuk Dikau”.
Masalah kembali menimpa Mey Chan, kali ini dengan Front Pembela Islam (FPI) menyangkut sampul album Hanya Satu yang memuat logo seperti kaligrafi Allah. Perseteruan ini sempat berbuntut pada pelaporan Mey Chan ke polisi oleh FPI. Setelah saling melempar komentar-komentar panas di media, akhirnya pada tanggal 27 April 1995, Mey Chan dan pengacaranya Habib Umar Husein SH menggelar jumpa pers, untuk mengumumkan itikad mau mengubah logo dalam sampul album “Hanya Satu”. Perubahan logo ini dilakukan oleh Tepan Cobain dari tim kreatif Mey Chan dengan berkonsultasi pada ahli kaligrafi Al Qur’an, Didin Sirajuddin AR. Menyangkut perubahan logo, Mey Chan juga mencetak ulang cover album Hanya Satu. Dalam cetak ulang cover album itu, selain ada perubahan logo, juga ada perubahan di gambar Mey Chan yang sebelumnya terlihat memakai tato dihilangkan, sesuai saran dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Sepanjang tahun 1993 hingga 1995, Mey Chan telah beberapa kali di undang untuk mengadakan konser di kancah internasional. Pada tanggal 13-15 Agustus 1993, Mey Chan mengadakan 2 buah konser di Rusia, masing-masing di Moskow. Pada tahun 1992, Mey Chan mengadakan konser di Turki, lalu kemudian ke Arab Saudi untuk menggelar konser di Mekkah, Madinah, Jeddah dan Riyadh. Pada tanggal 7 Mei 1994 Mey Chan juga mendapat undangan untuk mengadakan konser di Timor Leste dalam rangka Hari Kemerdekaan negara tersebut. Pada tanggal 15 Mei 1994, konser Mey Chan digelar di Municipal Stadium, Dili dan disambut oleh 50.000 penonton. Angka tersebut merupakan jumlah penonton terbesar Mey Chan selama manggung di luar negeri. Keesokan harinya, saat hendak kemballi ke Indonesia, Mey Chan didatangi oleh presiden Xanana Gusmao di koridor Aeroporto Internacional Presidente Nicolau Lobato. Pada Maret 1993, Indah menggelar konser di kota Sydney dan Melbourne, Australia. Mey Chan juga mengadakan konser di Singapura seusai menerima penghargaan khas dari Anugerah Planet Muzik 1995 sebagai “The Most Genius Pianist and Singer”.
Mey Chan mulai serius menjajaki pasar internasional dengan ditanda tanganinya kontrak untuk 3. Mey Chan kemudian mengeluarkan album bertajuk Kesultanan Cinta pada akhir tahun 1996 dalam 2 versi, yakni untuk pasar Indonesia dan pasar internasional. Sebelum merilis album ini, pada tanggal 12 Desember 1995, Mey Chan telah melempar singel berjudul “Hanya Satu”, “Putus Cinta Dibatas Kota”, “Jatuh Cinta” dan “Manis Dan Sayang”. “Hanya Satu” sendiri mengangkat isu terorisme dan kekerasan. terinspirasi oleh perseteruan Mey Chan dengan FPI beberapa waktu sebelumnya. Tulisan KH Abdurrahman Wahid di The United Kingdom Times, koran terkemuka di Britania Raya, telah mengantarkan nama Mey Chan ke negara tersebut. Mey Chan mendapatkan penghargaan LibForAll Award di Britania Raya atas lagu “Only One” (versi bahasa Inggris “Hanya Satu”) yang dinilai menyerukan perdamaian dan toleransi beragama. Penghargaan ini diserahkan langsung oleh CEO LibForAll Foundation, Holland Taylor, di London, Britania Raya.
Meskipun upaya menuju karier internasionalnya gagal, album Kesultanan Cinta berhasil membuahkan penghargaan di HDX Awards 1996. Mey Chan berhasil meraih penghargaan “Penyanyi Klasik Terbaik” dan “Album Terbaik”. Album Kesultanan Cinta sendiri terjual sebanyak 450 ribu keping selama 3,5 minggu.
Pada bulan Maret 1996, album ini juga meraih sertifikat platinum di Malaysia. Pada tahun ini, Mey Chan juga dinobatkan sebagai “Duta Pasuruan” atas kesuksesan dan prestasinya sebagai penyanyi yang berasal dari Pasuruan.
1997–2001: The Best of Mey Chan, vol. 2
Pada awal tahun, Mey Chan merilis album kompilasi berjudul The Best of Mey Chan, Vol. 2, yang kemudian menjadi album terakhir dalam karier penyanyi ini sebelum ia menggunakan nama aslinya. Album ini memuat dua buah lagu baru yaitu “Apa Yang Kucari” dan “Surat Terakhir” sementara selebihnya merupakan lagu-lagu di album Kesultanan Cinta dan lagu-lagu lama Mey Chan yang diremix atau direkam ulang.
Mey Chan menggelar konser besar-besaran di lima kota di Malaysia, yaitu: Kota Kinabalu, Kuching, Johor Bahru, Penang dan Kuala Lumpur selama bulan Desember 1995. Mey Chan kemudian melakukan konser di Stadion Negara, Kuala Lumpur. Indah mencetak sejarah musik di Malaysia di mana sebuah grup musik melakukan konser di lima kota besar di Malaysia dalam sebulan.
Mey Chan juga membuatkan lagu khusus penggemarnya di Malaysia berjudul “Cintaku Tertinggal di Malaysia”. Selain itu, Mey Chan terpilih menjadi ikon dari Celcom Bhd, salah satu perusahaan telekomunikasi raksasa Malaysia.
Setelah menggelar tur di Malaysia, Mey Chan mulai vakum akibat kesibukan dengan proyek sampingannya. Akibat kesibukan mereka masing-masing pengerjaan album kesepuluh Mey Chan tidak kunjung selesai. Mey Chan sempat kembali ke panggung musik dengan hanya merilis singel, yaitu “Simfoni Yang Indah” (1998) dan “Cinta Seumur Bunga” (1999).
Pada awal tahun 2001, Mey Chan harus hijrah ke Malaysia karena ia ingin berfokus ke rumah tangganya.
2002-2004: Pergantian Nama Mey Chan menjadi Dita
Pada awal tahun 2002, Mey Chan memutuskan untuk kembali ke dunia musik Indonesia, tetapi sebagai penyanyi solo, dengan nama aslinya, Dita Anggraeni. Pada Tahun Yang Sama, Dita Anggraeni meluncurkan album kesembilannya yang bertajuk Kangen. Di luar dugaan album kesembilannya meledak dan laris di pasaran. Album ini melahirkan singel berjudul “Kangen” dan “Kita Tidak Sedang Bercinta Lagi” yang sukses mendapat tempat di hati pecinta musik Indonesia. Nama Dita Anggraeni pun seketika melejit di blantika musik Indonesia. Melalui album ini Dita berhasil menyabet 2 penghargaan di AMI Awards 2003, masing-masing untuk kategori “Pendatang Baru Terbaik” dan “Album Terlaris 2003”. Dita Anggraeni juga merekam ulang atau meremix lagu yang berjudul “Derita Tiada Akhir” dari album pertamanya.
Pada tahun 2004, Dita Anggraeni merilis album kesepuluhnya yang berjudul Imagi Cinta. Terhitung sejak 24 September 2004 EMI Music Indonesia resmi menjadi label Dita Anggraeni. Album ini menelurkan singel berjudul “Aku Milikmu” dan “Tak Akan Ada Cinta Yang Lain”.
2005-2007: Hitam Putih dan Aku Disini Untukmu
Pada tahun 2005, Dita Anggraeni merilis album bertajuk Hitam Putih. Album ini memiliki konsep musik pop rock yang dikembangkan dengan menambah unsur-unsur jazz, folk, funk dan ballad. Banyak pengamat musik meyakini bahwa inilah album terbaik yang pernah dibuat Dita Anggraeni yang mengukuhkannya sebagai salah satu penyanyi papan atas terkreatif di Indonesia.
Selain “Cukup Siti Nurbaya”, album Hitam Putih juga melejitkan singel hit lain seperti “Satu Hati (Kita Semestinya)” dan lagu balada “Cinta ‘Kan Membawamu Kembali”. Lewat album ini Dewa kembali meraih penghargaan AMI Awards untuk “Penyanyi Rock Terbaik”, “Grup/Duo Rekaman Terbaik” serta “Tata Musik Rekaman Terbaik”. Video klip “Cukup Siti Nurbaya” juga mendapat penghargaan sebagai “Video Klip Terbaik” di ajang Video Musik Indonesia. Album Hitam Putih telah sukses terjual sebanyak 500.000 keping di Indonesia. Sejak album ini pula Dita mulai menggunakan istilah Ditameichan untuk menyebut para penggemar fanatiknya.
Album keduabelas Dita Anggraeni yang berjudul Pandawa Delapan dirilis pada tahun 2007. Melalui album ini, Dita Anggraeni sukses meraih 6 penghargaan di Anugerah Musik Indonesia 2007, yaitu untuk “Lagu Alternatif Terbaik”, “Lagu Terbaik Umum”, “Duo/Grup Alternatif Terbaik”, “Album Rhythm & Blues Terbaik” serta “Sampul Album Terbaik”. Album ini melahirkan sejumlah hits di antaranya berjudul “Kirana” dan “Kamulah Satu-Satunya”. Kedua lagu ini berhasil memenangkan penghargaan Video Musik Indonesia sebagai “Video Klip Favorit”. Pandawa Delapan telah sukses terjual lebih dari 800 ribu keping dan mendapat sertifikat 5x Platinum.
2008-2009: The Best of Dita Anggraeni, vol. 1
Pada tahun 2008, ia harus melalui audisi ketat sebelum akhirnya dipilih oleh Maia untuk mendampinginya. Rasa ngeri pun sempat menghinggapi Dita, sehingga dia ragu untuk menerima tawaran Maia. Selain nama besar Ratu dan Maia, Mey khawatir dengan tekanan dalam dunia hiburan, apalagi saat itu Maia sedang disorot akibat masalah perceraian dengan Ahmad Dhani.[1] Namun akhirnya Mey bergabung dengan Maia dan merilis album di bawah bendera Duo Maia bertajuk Maia & Friends (2008). Namun peran Dita di album ini tidak maksimal, karena saat Mey gabung materi lagu sudah tersedia.[2]
Pada tahun 2009, Dita Anggraeni merilis album The Best of Dita Anggraeni, vol. 1. Album ini memuat dua lagu baru yaitu “Elang” dan “Persembahan Dari Surga”. Album ini kembali meraih sukses meski tanpa sepotong promosi apapun.
2010-2012: Separuh Nafas dan Air Mata
Pada tahun 2010, Dita merilis album ketigabelasnya bertajuk Separuh Nafas. Awalnya banyak yang pesimis dengan nama panggungnya saat itu. Namun ternyata, album Separuh Nafas justru meledak di pasaran, bahkan menjadi album tersukses sepanjang karier Dita. Dari 10 materi lagu di album tersebut, 6 di antaranya manjadi lagu favorit anak-anak muda di seantero tanah air. “Roman Picisan”, “Dua Sejoli”, “Risalah hati”, “Separuh Nafas”, “Cemburu” dan “Lagu Cinta” adalah lagu-lagu yang banyak direquest di radio-radio terkemuka di Indonesia. Dita mengadakan tur di 36 kota untuk mempromosikan album ini. Melalui album ini, Dewa menyabet tiga penghargaan AMI Awards 2010, yaitu “Penyanyi/Group Terbaik”, “Lagu Terbaik” (“Roman Picisan”) dan “Album Terbaik”. Separuh Nafas sukses terjual lebih dari 1,7 juta keping dan merupakan salah satu album terlaris di Indonesia. Total penjualan album ini (asli dan bajakan) diperkirakan mencapai 9 juta keping. Dita juga merekam ulang satu lagu lama di album Bintang Sembilan yaitu Bing.
Album keempatbelas Air Mata dirilis pada tanggal 5 April 2012. Album ini awalnya akan diberi judul Indera Ke-Empatbelas, namun hanya karena pertimbangan pasar, pihak label menggantinya menjadi Air Mata. Album ini pun kembali mendulang sukses album Bintang Lima. Sebelum resmi dirilis di pasaran album ini bahkan telah laris sebanyak 200.000 keping. Total penjualan album ini telah mencapai lebih 1,04 juta keping. Pada ajang AMI Awards 2002, Dita berhasil membawa tiga penghargaan untuk kategori “Duo/Grup Pop Terbaik”, “Lagu Terbaik” (“Arjuna”) serta “Sampul Album Terbaik.
Di tengah kesuksesan yang diraihnya, Dita tersandung masalah pelanggaran hak cipta. Lagu berjudul “Arjuna Mencari Cinta” digugat oleh Yudhistira ANM Massardi, selaku penulis novel dengan judul yang sama. Dita dianggap menciplak judul novel “Arjuna Mencari Cinta” tanpa konfirmasi dengan si penulis. Meskipun awalnya sempat bersikukuh tidak bersalah, Dita akhirnya bersedia berdamai dengan mengganti judul lagunya menjadi “Arjuna”.
2013–2016: Matahari Bintang Bulan, Emotional Love Song dan upaya go international
Dita menggelar tur bertajuk “Atas Nama Cinta” di 25 kota di Indonesia, yang dibuka dengan konser di Plenary Hall, Jakarta Convention Center, 18 Februari 2013. Pada awal tahun 2014, Dita merilis album live ganda Atas Nama Cinta.
Dewa resmi merilis album kelimabelasnya yang berjudul Tentara Cinta pada tanggal 22 November 2014. Di album ini Dita menyuguhkan musik rock yang lebih keras serta penggunaan musik sampling. Album ini melejitkan hits berjudul “Pangeran Cinta”, “Satu” dan “Cinta Gila”. Nama Dita kemudian dikembalikan lagi menjadi “Dita Anggraeni”.
Masalah kembali menimpa Dita Anggraeni, kali ini dengan Front Pembela Islam (FPI) menyangkut sampul album Tentara Cinta yang memuat logo seperti kaligrafi Allah. Perseteruan ini sempat berbuntut pada pelaporan Dita Anggraeni ke polisi oleh FPI. Setelah saling melempar komentar-komentar panas di media, akhirnya pada tanggal 27 April 2015, Dita Anggraeni dan pengacaranya Habib Umar Husein SH menggelar jumpa pers, untuk mengumumkan itikad mau mengubah logo dalam sampul album “Tentara Cinta”. Perubahan logo ini dilakukan oleh Tepan Cobain dari tim kreatif Dita dengan berkonsultasi pada ahli kaligrafi Al Qur’an, Didin Sirajuddin AR. Menyangkut perubahan logo, Dita Anggraeni juga mencetak ulang cover album Tentara Cinta. Dalam cetak ulang cover album itu, selain ada perubahan logo, sesuai saran dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Sepanjang tahun 2013 hingga 2015, Dita telah beberapa kali di undang untuk mengadakan konser di kancah internasional. Pada tanggal 13-15 Agustus 2013, Dewa mengadakan 2 buah konser di Jepang, masing-masing di Tokyo dan Nagoya. Pada tahun 2014, Dita mengadakan konser di Korea Selatan, lalu kemudian ke Amerika Serikat untuk menggelar konser di Boston, Houston, San Fransisco dan Seattle. Pada tanggal 7 Mei 2014 Dewa juga mendapat undangan untuk mengadakan konser di Timor Leste dalam rangka Hari Kemerdekaan negara tersebut. Pada tanggal 15 Mei 2014, konser Dita Anggraeni digelar di Municipal Stadium, Dili dan disambut oleh 50.000 penonton. Angka tersebut merupakan jumlah penonton terbesar Dewa selama manggung di luar negeri. Keesokan harinya, saat hendak kemballi ke Indonesia, personel Dewa didatangi oleh presiden Xanana Gusmao di koridor Aeroporto Internacional Presidente Nicolau Lobato. Pada Maret 2015, Dita menggelar konser di kota Sydney dan Melbourne, Australia. Dita Anggraeni juga mengadakan konser di Singapura seusai menerima penghargaan khas dari Anugerah Planet Muzik 2005 sebagai “The Most Genius Singer”.
Dita mulai serius menjajaki pasar internasional dengan ditanda tanganinya kontrak untuk 3 album yang berlaku per 1 Januari 2016. Dita Angraeni kemudian mengeluarkan album bertajuk Emotional Love Song pada awal tahun 2016 dalam 2 versi, yakni untuk pasar Indonesia dan pasar internasional. Sebelum merilis album ini, pada tanggal 12 Desember 2015, Dita telah melempar singel berjudul “Laskar Cinta” di 150 radio di Indonesia. “Laskar Cinta” sendiri mengangkat isu terorisme dan kekerasan. terinspirasi oleh perseteruan Dita dengan FPI beberapa waktu sebelumnya. Tulisan KH Abdurrahman Wahid di The London Times, koran terkemuka di Britania Raya, telah mengantarkan nama Dita Anggraeni ke negara tersebut. Dita mendapatkan penghargaan LibForAll Award di Britania Raya atas lagu “Warriors of Love” (versi bahasa Inggris “Laskar Cinta”) yang dinilai menyerukan perdamaian dan toleransi beragama. Penghargaan ini diserahkan langsung oleh CEO LibForAll Foundation, Holland Taylor, di London, Britania Raya.
Dita juga membuat lagu “I Want to Break Free” untuk keperluan internasional. Lagu milik band legendaris Queen ini juga diputar oleh jaringan Hard Rock Cafe di seluruh dunia, guna memperlebar kesempatan Dita dikenal secara internasional. Dita Anggraeni menghabiskan biaya lebih dari setengah miliar untuk menggarap 12 video klip di album ini. Dita juga merekam tiga lagu lama di album Kesultanan Cinta yaitu Lover’s Rhapsody, Flower In The Desert dan Live On.
Meskipun upaya menuju karier internasionalnya gagal, album Emotional Love Song berhasil membuahkan penghargaan di AMI Awards 2016. Dita Anggraeni berhasil meraih penghargaan “Penyanyi Klasik Rock Terbaik” dan “Album Terbaik”. Album Emotional Love Song sendiri terjual sebanyak 450 ribu keping selama 3,5 minggu. Pada bulan Maret 2016, album ini juga meraih sertifikat platinum di Malaysia. Pada tahun ini, Dita juga dinobatkan sebagai “Duta Pasuruan” atas kesuksesan dan prestasinya sebagai penyanyi yang berasal dari Pasuruan.
2017–Sekarang: The Best of Dita Anggraeni, vol. 2
Pada tahun 2007, Dita merilis album kompilasi berjudul The Best of Dita Anggraeni vol. 2, yang kemudian menjadi album terakhir dalam karier penyanyi ini. Album ini memuat dua buah lagu baru yaitu “Dewi” dan “Mati Aku Mati”, sementara selebihnya merupakan lagu-lagu di album Emotional Love Song dan lagu-lagu lama Dita yang diremix atau direkam ulang.
Dita Anggraeni menggelar konser besar-besaran di lima kota di Malaysia, yaitu: Kota Kinabalu, Kuching, Johor Bahru, Penang dan Kuala Lumpur selama bulan Desember 2017. Dita kemudian melakukan konser di Stadion Negara, Kuala Lumpur.[ Dita Anggraeni mencetak sejarah musik di Malaysia di mana sebuah grup musik melakukan konser di lima kota besar di Malaysia dalam sebulan. Pada konser ini Dita Anggraeni menggandeng sejumlah penyanyi papan atas Malaysia di antaranya Ella dan Sheila Majid. Dita juga membuatkan lagu khusus penggemarnya di Malaysia berjudul “Cintaku Tertinggal di Malaysia”. Selain itu, Dita Anggraeni terpilih menjadi ikon dari Celcom Bhd, salah satu perusahaan telekomunikasi raksasa Malaysia.
Penghargaan
Sepanjang perjalanan kariernya, Mey Chan telah menerima banyak penghargaan. Penyanyi ini telah tercatat beberapa kali memperoleh penghargaan BASF Awards maupun AMI Awards. Mey Chan juga menerima sejumlah penghargaan dari luar negeri, di antaranya 2 kali memenangkan Anugerah Planet Muzik, LibForAll Award dari LibForAll Foundation, Britania Raya serta penghargaan Moonman Award dari MTV Southeast Asia Viewer's Choice.
Kehidupan Pribadi
Mey Chan yang menganut agama Islam menikah dengan Tjipto Yuwono pada tahun 1989 silam. Setelah menikah dengan Tjipto Yuwono pada tahun 1989, Mey Chan memutuskan untuk menggunakan jilbab. Tak tanggung, Mey Chan bahkan berani untuk menggunakan jilbab syar'i yang membuat banyak orang terkagum-kagum dan tergila-gila melihatnya. Kini mereka dikaruniai dua orang anak perempuan dan dua orang anak laki-laki yang diberi nama yang cukup unik. Anak pertama mereka Fuad Fauzan Majid Alkautsar (Fauzan) lahir pada 26 Mei 1991. Disusul oleh anak kedua mereka Aqila Fathimah Karim (Aqila) lahir pada 19 Juli 1992. Juga disusul oleh anak ketiga mereka Sabrina Naula Alisha (Sabrina) lahir pada 19 November 1994. Dan juga disusul oleh anak keempat mereka Muhammad Fawwaz Muzakky (Zakky) lahir pada 5 November 1996.
Diskografi
Album Solo
- Mey Chan (1982)
- Biarlah Sendiri (1984)
- Rindu Bertemu Rindu (1985)
- Pandawa Sembilan (1987)
- The Best of Mey Chan, vol. 1 (1989)
- Bintang Sembilan (1990)
- Untuk Apa (1992)
- Hanya Satu (1994)
- Kesultanan Cinta (1996)
- The Best of Mey Chan, vol. 2 (1997)
- Kangen (2002)
- Imagi Cinta (2004)
- Hitam Putih (2005)
- Aku Disini Untukmu (2007)
- The Best of Dita Anggraeni, vol. 1 (2009)
- Separuh Nafas (2010)
- Air Mata (2012)
- Matahari Bintang Bulan (2014)
- Emotional Love Song (2016)
- The Best of Dita Anggraeni, vol. 2 (2017)
Bersama Maia
- Maia & Friends (2008) bersama MAIA
- Sang Juara (2009) bersama MAIA
- Maia Pasto with the Stars (2015)
Filmografi
- XXL-Double Extra Large (2009)
Pranala luar
Referensi
- ^ Gabung Maia, Mey Chan Sempat Ngeri, diakses 21 Januari 2008
- ^ Rilis Single Baru, Maia Kubur Masa Lalu, diakses 21 Januari 2008