Lompat ke isi

Kadirun Yahya

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Prof. Dr. H. Saidi Syaikh Kadirun Yahya Muhammad Amin Al Khalidi dilahirkan di Pangkalan Berandan, Sumatra Utara, pada tanggal 20 Juni 1917 bertepatan dengan 30 Sya'ban 1335 H dari ibu yang bernama Siti Dour Siregar dan ayah yang bernama Sutan Sori Alam Harahap. Ayah beliau adalah seorang pegawai perminyakan (BPM) Pangkalan Berandan yang berasal dari kampung Sikarang-karang, Padang Sidempuan. Keluarga besar beliau adalah keluarga islamis religius yang ditandai dengan nenek dari pihak ayah dan ibu beliau adalah dua orang Syaikh Tarekat, yaitu Syaikh Yahya dari pihak ayah dan Syaikh Abdul Manan dari pihak ibu.[1]

Tarekat Naqsyabandiyah yang dikembangkan oleh beliau sangat berkembang pesat di dalam maupun luar negeri. Lebih dari 700 tempat zikir/surau/halkah telah didirikan dan dalam tiap tahunnya dilakukan i'tikaf/suluk sebanyak 10 kali di berbagai tempat. Beliau sangat perhatian terhadap dunia pendidikan, untuk hal tersebut ia mendirikan Taman Kanak sampai dengan Perguruan Tinggi (Universitas Pembangunan Panca Budi) di Medan. Beliau adalah salah satu ulama tariqat yang berhasil memadukan antara ilmu zikir dan iptek modern.[1]

Riwayat Pendidikan

Secara kronologis pendidikan yang ditempuh oleh beliau adalah:

  1. H.I.S tahun 1924-1931 (tamat)
  2. MULO-B tahun 1931-1935 (tamat dengan voorklasse)
  3. AMS-B (Sekarang SMA 3 Yogyakarta) tahun 1935-1938 (tamat dengan beasiswa)
  4. Kuliah Umum Ketabiban tahun 1938-1940
  5. Kuliah Ilmu Jiwa, Amsterdam tahun 1940-1942 (tamat)
  6. Belajar Tasawuf/Sufi tahun 1947-1954 mendapat 3 buah ijazah
  7. Kuliah Indologie dan Bahasa Inggris tahun 1951-1953
  8. M.O Bahasa Inggris 1e gedeelte tahun 1953 di Bandung
  9. Lulus Ujian Sarjana Lengkap (Drs) dalam Ilmu Filsafat Kerohanian dan Metafisika tahun 1962
  10. Doktor dalam Ilmu Filsafat Kerohanian dan Metafisika Tahun 1968
  11. Lulus Ujian Sarjana Lengkap (Drs) dalam Ilmu Fisika-Kimia,tahun 1973
  12. Lulus Ujian Sarjana Lengkap (Drs) dalam Bahasa Inggris tahun 1975

Riwayat Pekerjaan

Adapun riwayat pekerjaan beliau adalah[1]:

  1. Guru Sekolah Muhammadiyah di Tapanuli Selatan (1942 - 1945)
  2. Kepala industri perang merangkap guru bahasa Panglima Sumatra (Mayjen Suhardjo Hardjowardojo) dengan pangkat Kolonel Infanteri di Komandemen Sumatra Bukit Tinggi 1946 - 1950.
  3. Staf pengajar SPMA Negeri Padang pada tahun 1950 - 1955.
  4. Staf pengajar SPMA Negeri Medan pada tahun 1955 - 1961.
  5. Staf pada Departemen Pertanian pada tahun 1961 - 1968.
  6. Ketua umum Yayasan Prof. Dr. Kadirun Yahya pada tahun 1956 - 1998.
  7. Guru besar pada beberapa perguruan tinggi seperti Universitas Sumatra Utara, Unpad, Universitas Panca Budi, Universitas Prof. Dr. Mustopo, SESKOAD, Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara (1960 - 1978).
  8. Rektor Universitas Pembangunan Panca Budi/Perguruan Panca Budi pada tahun 1961 sampai dengan 1998.
  9. Asisten Pribadi Panglima Mandala I Sumatra di bawah pimpinan Letjen A. Yunus Mukoginta dengan pangkat Kolonel (1965 - 1967).
  10. Anggota Dewan Kurator Seksi Ilmiah di Universitas Sumatra Utara pada tahun 1965 sampai dengan 1970.
  11. Pembantu khusus dengan pangkat Kolonel aktif pada Dirbinum Hankam di bawah pimpinan Letjen. R. Sugandhy pada tahun 1967-1968.
  12. Diperbantukan dari Departemen Pertanian ke Penasehat Ahli Menko Kesra pada tahun 1968 hingga 1974.
  13. Penasehat ahli Menko Kesra, tahun 1986 - 1998.
  14. Penasehat ahli/konsultan pada Direktorat Litbang Mabes Polri, Jakarta pada tahun 1990 hingga 2001.
  15. Anggota MPR RI periode 1993-1998.

Sejarah belajar Tarekat/ Sufi

Prof. Dr. H. Saidi Syaikh Kadirun Yahya mengenal tarekat pada tahun 1943-1946 melalui seorang khalifah dari Syaikh Syahbuddin Aek Libung yang berasal dari Tapanuli Selatan. Pada tahun 1947 beliau hadir di rumah murid Syaikh Muhammad Hasyim Buayan, Bukit Tinggi (Sumatra Barat). Ketika itulah beliau pertama sekali mengikuti tawajuh atau zikir yang dipimpin oleh Syaikh Muhammad Hasyim Buayan.

Pada tahun 1949 beliau mengungsi ke pedalaman Tanjung Alam, Batu Sangkar, Sumatra Barat. Di sini beliau pertama sekali memimpin suluk yang dilakukan oleh murid dari seorang syaikh yang termasyur di daerah tersebut yaitu Syaikh Abdul Majid Tanjung Alam. Pada mulanya khalifah dari Syaikh Abdul Majid meminta beliau untuk memimpin suluk namun pada awalnya beliau menolak, tetapi setelah berkonsultasi lebih lanjut maka beliau bersedia dengan syarat harus ada izin dari Syaikh Muhammad Hasyim. Setelah mendapatkan izin barulah beliau memimpin suluk. Setelah kejadian itu, beliau menemui Syaikh Abdul Majid untuk meminta suluk. Setelah suluk berakhir, beliau dianugerahi satu ijazah. Selanjutnya beliau menjumpai Syaikh Muhammad Hasyim untuk mempertanggung jawabkan kegiatan tersebut dan sekaligus memohon suluk. Hal ini diperkenankan oleh Syaikh Muhammad Hasyim dengan langsung membuka suluk.

Pada tahun 1971, beliau bertemu dengan Syaikh Muhammad Said Bonjol dan mengikuti tawajuh, Syaikh Muhammad Said Bonjol memutuskan untuk memberikan kepadanya sebuah mahkota yang dititipkan gurunya.

Silsilah Tarekat Naqsyabandiah Al-Khalidiah

SILSILAH Ia adalah Mursyid Tarekat Naqsyabandiah dengan silsilah sebagai berikut:

  1. Sayyidina Abu Bakar Siddiq r.a
  2. Sayyidina Salman AlFarisi r.a
  3. Sayyidina Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar Siddiq r.a
  4. Sayyidina Ja'far Ash Shadiq r.a
  5. Al 'Arif Billah Sultanul Arifin Asysyaikh Thaifur bin Isa bin Adam bin Sarusyan, yang dimasyhurkan namanya Syaikh Abu Yazid Al Bustami Quddusu Sirruhu (qs)
  6. Asyaikh Abul Hasan Ali bin Abu Ja'far Al Kharqani qs
  7. Asyaikh Abu Ali AlFadhal bin Muhammad Aththusi Al Farimadi qs
  8. Asyaikh Abu Yaqub Yusuf AlHamadani bin Ayyub bin Yusuf bin AlHusain qs dengan nama lain Abu Ali Assamadani
  9. Asyaikh Abdul Khaliq AlFajduwani Ibnu Al Imam Abdul Jamil qs
  10. Asyaikh Ar Riwikari qs
  11. Asyaikh Mahmud AlInjiri Faghnawi qs
  12. Asyaikh Ali ArRamitani yang dimasyhurkan namanya dengan Asysyaikh Azizan qs
  13. Asyaikh Muhammad Baba Assamasi qs
  14. Asyaikh Sayyid Amir Kulal bin sayyid Hamzah qs
  15. Asyaikh Bahauddin Naqsyabandi qs
  16. Asyaikh Muhammad Al Bukhari AlKhawarizumi yang dimasyhurkan namanya dengan Asysyaikh Alauddin alAththar qs
  17. Asyaikh Ya'qub Al Jarkhi qs
  18. Asyaikh Nashiruddin Ubaidullah AlAhrar Assamarqandi bin Mahmud bin Shihabuddin qs
  19. Asyaikh Muhammad Azzahid qs
  20. Asyaikh Darwis Muhammad Samarqandi qs
  21. Asyaikh Muhammad AlKhawajaki AlAmkani Assamarqandi qs
  22. Asyaikh Muayyiddin Muhammad AlBaqi Billah qs
  23. Asyaikh Ahmad AlFaruqi Assirhindi qs
  24. Asyaikh Muhammad Ma'shum qs
  25. Asyaikh Muhammad Saifuddin qs
  26. Asyaikh Asysyarif Nur Muhammad AlBadwani qs
  27. Asyaikh Syamsuddin Habibullah Jani Janani Muzhir Al 'Alawi qs
  28. Asyaikh Abdullah Addahlawi qs
  29. Asyaikh Dhiyauddin Khalid AlUtsmani AlKurdi qs
  30. Asyaikh Abdullah Affandi qs
  31. Asyaikh Sulaiman AlQarimi qs
  32. Asyaikh Sulaiman Azzuhdi qs
  33. Asyaikh Ali Ridha qs
  34. Asyaikh Muhammad Hasyim AlKhalidi qs
  35. Sayyidi Syaikh Kadirun Yahya Muhammad Amin Al Khalidi qs
  36. Sayyidi Syaikh Iskandar Zulkarnaen Al Khalidi qs
  37. Sayyidi Syaikh Abdul Khalik Fajduani Al Khalidi qs
  38. Sayyidi Syaikh Ahmad Farki qs

Perkembangan Surau

Surau adalah tempat pembinaan murid-murid Tarekat Naqsyabandiah yang dipimpin oleh Prof. Dr. H. Saidi Syaikh Kadirun Yahya. Pada tahun 1950, Prof. Dr. H. Saidi Syaikh Kadirun Yahya mulai merintis sebuah surau di Bukit Tinggi. Di tempat ini juga pertama sekali beliau mengadakan suluk secara resmi atas izin dari gurunya, Syaikh Muhammad Hasyim Buayan. Pada kesempatan itu telah dikokohkan 10 orang petoto. Petoto sendiri adalah istilah yang beliau ciptakan untuk menggantikan istilah khalifah, karena beliau beranggapan kekhalifahan atau pengganti beliau akan ditetapkan oleh Allah pada masanya tersendiri. Pada tahun 1955, beliau pindah ke Kampus SPMA Negeri Medan, sehingga aktivitas kesurauan juga ikut dipindahkan ke tempat tersebut. Di tempat ini pula kelak berdiri Universitas Pembangunan Panca Budi sedangkan SPMA Negeri pindah ke Jln. Gatot Subroto Km. 12, Medan.

Sistem dakwah yang beliau terapkan adalah sistem dakwah terbuka dan sesuai dengan tuntutan zaman maka dilakukan pengajian-pengajian untuk umum, ceramah-ceramah, seminar, dan penerbitan buku-buku. Untuk membantu pengelolaan kegiatan-kegiatan tersebut maka beliau membentuk Badan Koordinasi Kesurauan dan Badan Kerjasama Surau.

Hingga tahun 2002, tempat untuk melaksanakan tawajuh yang telah terdaftar di bawah Yayasan Prof. Dr. H. Saidi Syaikh Kadirun Yahya adalah sejumlah 478 tempat yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. Selain itu juga ada 15 tempat lainnya yang terdaftar di Malaysia. Selain itu juga terdapat 11 tempat suluk di seluruh Indonesia dan beberapa tempat suluk lainnya di Malaysia.[1]

Wafat

Prof. Dr. H. Saidi Syaikh Kadirun Yahya wafat pada 9 Mei 2001 dan dimakamkan di Surau Qutubul Amin Arco, Kabupaten Bogor[2].

Referensi

  1. ^ a b c d Nur, Prof. K. H. Djamaan (2002). Tasawuf dan Tarekat Naqsyabandiyah Pimpinan Prof. Dr. H. Saidi Syekh Kadirun Yahya. Medan: USU Press. ISBN 979-458-191-7. 
  2. ^ "Prof Sayyidi Syekh Kadirun Yahya Guru Besar Pemimpin Para Sufi | Republika Online". Republika Online. Diakses tanggal 2018-09-12. 

p

Pranala luar