Lompat ke isi

Sabak (wilayah kuno)

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 11 Oktober 2019 22.31 oleh AABot (bicara | kontrib) (Bot: Perubahan kosmetika)

Sabak (English: Zabag; Chinese: Sanfotsi; Sankrit: Javaka; Arabic: الزابج) adalah sebuah kerajaan kuno yang menurut beberapa sumber berada di perairan antara Tiongkok dan India. Beberapa studi menghubungkan kerajaan ini dengan Sriwijaya[1], dan memperkirakan lokasinya berada di suatu tempat di Sumatra, Jawa, atau Semenanjung Malaya. Beberapa sejarahwan Indonesia mengatakan Zabag sama dengan Sabak (Muara Sabak), sebuah kerajaan yang terletak di muara sungai Batang Hari, Jambi.

Nama dan lokasi pasti dari Kerajaan Sabak masih menjadi bahan perdebatan diantara para peneliti. Beberapa ada yang mengajukan Kalimantan sebagai pusat kerajaan Sabak.

Sumber Sejarah

Sumber utama keberadaan kerajaan Sabak diungkap oleh pelaut Persia bernama Sulaiman al-Tajir al-Sirafi, yang dikenal sebagai Sulaiman sang Saudagar, dalam bukunya "Rihlah As-Sirafiy" (Perjalanan As-Sirafi), yang berisi catatan perjalannya ke India, Tiongkok, dan wilayah kepulauan Zabaj pada kurun 851 Masehi. Berikut petikan perjalanan Sulaiman al-Tajir al-Sirafi:[2]

Kemudian kita akan membahas kota Zabaj, yang memisahkan [Arab] dengan negeri Tiongkok. Di antara keduanya [Zabaj dan Tiongkok] dapat ditempuh dengan perjalanan laut selama sebulan, atau kurang dari itu jika angin sedang baik; dikatakan jaraknya sekitar 900 farsakh. Rajanya dikenal dengan sebutan "maharaja" (''al-maharij''). Sang maharaja ini berkuasa atas kepulauan-kepulauan yang banyak jumlahnya sehingga luas kekekuasaannya dapat mencapai 1000 farsakh atau lebih. Dan dalam wilayahnya terdapat sebuah pulau yang menjadi pusat kerajaannya, sebagaimana diceritakan panjangnya sekitar 400 farsakh. Juga terdapat sebuah pulau yang dikenal sebagai "Al-Rami" (Negeri Panah) yang panjangnya sekitar 800 farsakh; padanya terdapat tetumbuhan seperti kayu merah, kamper, dan lain-lain. Dan dalam wilayahnya terdapat sebuah pulau [Singapura] yang menjadi perlintasan antara tanah Tiongkok dan tanah Arab. Dan diperkirakan jaraknya 80 farsakh. Dan padanya dikumpulkan barang-barang dagang seperti rotan, kamper, cendana, gading, timah, kayu ebony, kayu merah, dan berbagai rempah-rempah, serta lainnya yang daftarnya akan sangat panjang. Dan pada saat ini perjalanan dari Oman ke sana dan dari sana ke Oman sudah terjadi. Perintah maharaja berlaku di seluruh kepulauan dan juga daratan, dan wilayah utamanya adalah di mana ia berada. ("Rihlah As-Sirafiy", Sulaiman al-Tajir al-Sirafi)

Banyak peneliti berpendapat bahwa Zabaj dalam bahasa Arab sama dengan Javaka dalam teks-teks berbahasa Pali, dan itu merujuk ke kerajaan Sriwijaya. Demikian halnya menurut sebuah teks dari Srilangka yang menyebutkan bahwa raja Chandrabhanu Sridhamaraja di kerajaan Tambralinga (Srilangka) merupakan salah satu pangeran Javakan (Sriwijaya) pasca penyerbuan Javakan ke Srilangka pada 1247 M.

Teks Arab lainnya yang berjudul "Muruj Adz-Dzahab wa Ma'adin Al-Jawahir" (Tanah Emas dan Tambang Permata) karya Abu Hasan Al-Mas‘udi (896 M - 956 M), menceritakan sebuah anekdot tentang seorang Pangeran Khmer yang berusaha menentang Maharaja Zabaj.

Hikayat Maharaja Zabaj

Syahdan lantaran iri hati, pada suatu hari, di hadapan majelis istana, Raja Khmer bersabda,

"Sesungguhnya ada satu hasrat di hati yang hendak beta turutkan," tutur sang raja teruna.

"Apakah gerangan hasrat Baginda itu," tanya sang patih yang setia berbakti.

"Adalah kehendak beta supaya dipersembahkan ke hadapan beta, sebuah pinggan berisi kepala Raja Zabaj," ungkap sang raja.

"Ampun Baginda, tidaklah sekali-kali sahaya mengharapkan junjungan sahaya mengutarakan hasrat yang demikian,” ujar sang patih. “Khmer dan Zabaj tidak pernah saling unjuk kebencian, baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan. Zabaj tidak pernah mencelakakan kita, maka janganlah kiranya Baginda ulangi tutur kata yang demikian."

Raja Khmer murka mendengar nasihat patihnya, dan malah mengulangi perkataannya dengan suara lantang, sehingga jelas didengar sekalian panglima dan orang-orang berbangsa di dalam majelis istana. Maka tersiarlah kata-kata gegabah sang raja teruna, dari satu mulut ke lain mulut, sampai ke tengah-tengah sidang majelis istana Maharaja Zabaj. Tatkala mahfum akan perkataan Raja Khmer itu, Sri Maharaja pun menitahkan patihnya mengerahkan seribu kapal untuk dibawa berlayar. Sesudah kapal-kapal siap sedia, Sri Maharaja sendiri naik ke atas geladak, lalu memaklumkan kepada khalayak ramai yang berhimpun di pantai bahwa ia hendak bertamasya melawat pulau-pulau miliknya. Namun sesudah jauh bertolak dari dermaga, kapal-kapal diperintahkan cikar haluan menuju kota kediaman Raja Khmer. Tanpa diduga-duga, bala tentara Sri Maharaja berhambur turun menyerbu negeri Khmer, menawan ibu kotanya, dan mengepung istana rajanya. Sesudah tertangkap, dihadapkanlah Raja Khmer kepada Maharaja Zabaj.

"Apa gerangan yang membuat engkau berani menghasratkan sesuatu yang tidak sanggup engkau turutkan, yang tak bakal membuat engkau senang andaikata terlaksana, bahkan tak patut dibenarkan andaikata senang terlaksana?" tanya Sri Maharaja Zabaj.

Karena Raja Khmer tidak mampu menjawab sepatah kata pun, Sri Maharaja Zabaj akhirnya bersabda,

"Engkau sudah lancang menghasratkan kepala beta dipersembahkan di atas pinggan ke hadapanmu. Jika engkau juga berhasrat merampas negeri dan kerajaan beta, sekalipun hanya mencelakakan sebagian dari padanya, maka akan serupalah balasan beta terhadap engkau. Akan tetapi engkau hanya berani mengungkapkan hasrat yang pertama, sehingga beta pun akan memperlakukan diri engkau sebagaimana engkau hendak memperlakukan diri beta, lalu beta akan pulang ke negeri beta tanpa membawa apa-apa yang menjadi kepunyaan Khmer, baik yang besar maupun yang kecil nilainya."

Hatta pulanglah Sri Maharaja ke negeri sendiri, lalu naik ke istana dan bersemayam di atas singgasana. Maka dipersembahkanlah ke hadapan baginda sebuah pinggan, dan di atas pinggan itu terhantar kepala mendiang Raja Khmer.

Muara Sabak

Ada sejarahwan Indonesia yang menganggap Zabaj sebagai Muara Sabak. Menurut Mansoer dkk (1970), berita Tiongkok lama selanjutnya menyebut ’San-fo-tsi’ sebagai bandar yang sering dikunjungi oleh saudagar-saudagarnya untuk membeli lada. Phonetis kada ’san-fo-tsi’ dekat sekali dengan bunyi ’tembesi’. Bandar Sriwijaya Tua (Jambi) yang utama ialah Muara Sabak, yang dalam pemberitaan Arab disebut ’Zabaq’. Orang Arab mentranskribir ’Sriwijaya’ sebagai ’Sribuzza’, dan berita Tiongkok menuliskan ’Che-li-fo-che’. Dari berita-berita ini menyebutkan bahwa kerajaan tua yang berada dibandar-bandar penting Sumatra adalah kerajaan Melayu Tua yang berpusat di Muara Tembesi.

Daerah sebelah selatan Jambi mulai penting sebagai produsen lada dan dengan bantuan armada Tiongkok T’ang, San-fo-tsi mendrikan pangkalan disana (683 Masehi). Che-li-fo-che, Sriwijaya/Jambi, Muara Sabak, diapit oleh Melayu Tua/Muara Tembesi di Utara dan Palembang di sebelah selatan. Dalam hubungan ini penting berita I-tsing, bahwa ”Mo-lo-yoe” telah menjadai ”Sriwijaya” (685 Masehi). Berita I’tsing itu mendapat ketegasan dalam batu bertulis Kedukan Bukit, yang tertanggal 605 Syaka atau 683 Masehi. Antara lain diberitahukan, bahwa ’dapunta hyang’ telah’nayik disana’ dengan ’koci’, yang mebanwa ’bala dua laksya banyaknya’ guna ’menyalap siddhyatra’ dan ’marbuwat banua syrivijaya jaya’. Sebagai tempat bertolah disebut ”minanga Tamwan”, yang berdasarkan penyelidikan bahasa oleh Purbotjaroko disimpulkan sebagai ”minangkabwa”, asal kata ”minangkabau’.

Dalam prasasti Talang Tuwo berasal dari tahun yang sama (683 Masehi), memberitakan tentang didirikan ”ksetra” guna kesejahteraan segala makluk. Upacara pendirian taman itu sesuai dengan upacara agama Budha Mahayana. ”Revolusi istana” yang didalangi oleh angkatan laut Tiongkok mengakibatkan mati terbunuhnya Sri Maharaja Indra-warman, raja Sriwijaya?Jambi, Muara Sabak (730 Masehi). Suasana politik yang membara dan gawa di Syria pada tahun 750 masehi berhasil menumpas kekuasaan Chalifah Ummayyah di Damsyik, menghalang-halangi Chalifah Ummayyah untuk memberikan bantuan militer seperlunya kepada ”Zabaq”. Dengan demikian terhentilah dakwah Islam di wilayah ini selama lebih kurang 400 tahun, sampai berikutnya pada abad ke 13 masuk kembali ke wilayah ini. Agama Budha Hinayana digantikan oleh agama Budha Mahayana.

Rujukan

  1. ^ St Julian, James (2014-3). "The tale of the Khmer king and the Maharaja of Zabag". Teaching History (dalam bahasa Inggris). 48 (1): 59. 
  2. ^ "رحلة السيرافى لأبو زيد السيرافي". Wikipedia AR (dalam bahasa Arab). 2016-05-24.