Lompat ke isi

Anura

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 20 Februari 2006 04.28 oleh *drew (bicara | kontrib)
Bangkong kolong.

Kodok (frog) dan katak alias bangkong (toad) adalah hewan amfibia yang paling dikenal orang di Indonesia. Anak-anak biasanya menyukai kodok dan katak karena bentuknya yang lucu, kerap melompat-lompat, tidak pernah menggigit dan tidak membahayakan. Hanya orang dewasa yang kerap merasa jijik atau takut yang tidak beralasan terhadap kodok.

Kedua macam hewan ini bentuknya mirip. Bertubuh pendek, gempal atau kurus, berpunggung agak bungkuk, berkaki empat dan tak berekor (anura: a tidak, ura ekor). Kodok umumnya berkulit halus, lembab, dengan kaki belakang yang panjang. Sebaliknya katak atau bangkong berkulit kasar berbintil-bintil sampai berbingkul-bingkul, kerapkali kering, dan kaki belakangnya sering pendek saja, sehingga kebanyakan kurang pandai melompat jauh.

Kehidupan Kodok dan Katak

Kodok tegalan alias kodok sawah.

Kodok dan katak mengawali hidupnya sebagai telur yang diletakkan induknya di air, di sarang busa, atau di tempat-tempat basah lainnya. Beberapa jenis kodok pegunungan menyimpan telurnya di antara lumut-lumut yang basah di pepohonan. Sementara jenis kodok hutan yang lain menitipkan telurnya di punggung kodok jantan yang lembab, yang akan selalu menjaga dan mambawanya hingga menetas bahkan hingga menjadi kodok kecil.

Telur-telur kodok dan katak menetas menjadi berudu atau kecebong (Inggris: tadpole), yang bertubuh mirip ikan gendut, bernafas dengan insang dan selama beberapa lama hidup di air. Perlahan-lahan akan tumbuh kaki belakang, yang kemudian diikuti dengan tumbuhnya kaki depan, menghilangnya ekor dan bergantinya insang dengan paru-paru. Setelah masanya, berudu ini akan melompat ke darat sebagai kodok atau katak kecil.

Habitat dan Makanan

Kodok dan katak hidup menyebar luas, terutama di daerah tropis yang berhawa panas. Makin dingin tempatnya, seperti di atas gunung atau di daerah bermusim empat (temperate), jumlah jenis kodok cenderung semakin sedikit. Salah satunya ialah karena kodok termasuk hewan berdarah dingin, yang membutuhkan panas dari lingkungannya untuk mempertahankan hidupnya dan menjaga metabolisma tubuhnya.

Hewan ini dapat ditemui mulai dari hutan rimba, padang pasir, tepi-tepi sungai dan rawa, perkebunan dan sawah, hingga ke lingkungan pemukiman manusia. Bangkong kolong, misalnya, merupakan salah satu jenis katak yang kerap ditemui di pojok-pojok rumah atau di balik pot di halaman. Katak pohon menghuni pohon-pohon rendah dan semak belukar, terutama di sekitar saluran air atau kolam.

Kodok memangsa berbagai jenis serangga yang ditemuinya. Kodok kerap ditemui berkerumun di bawah cahaya lampu jalan atau taman, menangkapi serangga-serangga yang tertarik oleh cahaya lampu tersebut.

Sebaliknya, kodok juga dimangsa oleh pelbagai jenis makhluk yang lain: ular, kadal, burung-burung seperti bangau dan elang, garangan, linsang, dan manusia.

Kodok membela diri dengan melompat jauh, mengeluarkan lendir dan racun dari kelenjar di kulitnya; dan bahkan ada yang menghasilkan semacam lendir pekat yang lengket, sehingga mulut pemangsanya akan melekat erat dan susah dibuka.

Kodok dan Manusia

Sudah sejak lama kodok dikenal manusia sebagai salah satu makanan lezat. Di rumah-rumah makan Tionghoa, masakan kodok terkenal dengan nama swie kee. Disebut 'ayam air' (swie air, kee ayam) demikian karena paha kodok yang gurih dan berdaging putih mengingatkan pada paha ayam. Selain itu, di beberapa tempat di Jawa Timur, telur-telur kodok tertentu juga dimasak dan dihidangkan dalam rupa pepes telur kodok.

Akan tetapi yang lebih mengancam kehidupan kodok sebenarnya adalah kegiatan manusia yang banyak merusak habitat alami kodok, seperti hutan-hutan, sungai dan rawa-rawa. Apalagi kini penggunaan pestisida yang meluas di sawah-sawah juga merusak telur-telur dan berudu katak, serta mengakibatkan cacat pada generasi kodok yang berikutnya.