Lompat ke isi

Unjuk rasa Bolivia 2019

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 11 November 2019 16.28 oleh Hanafi455 (bicara | kontrib) (deskripsi diindonesiakan)
Krisis pasca-pemilu Bolivia 2019
Pengunjuk rasa berhadapan dengan polisi anti huru-hara pada malam hari
Tanggal21 Oktober 2019 – sekarang
Lokasi Bolivia
Sebab
  • Penangguhan Perhitungan suara Hasil Pemilihan Umum putaran pertama (TREP) selama 24 jam oleh Organisasi Pemilu Plurinasional
  • Tuduhan kecurangan pemilu di berbagai wilayah di Bolivia
  • Deklarasi Evo Morales sebagai presiden Bolivia yang terpilih kembali, ketika suara belum sepenuhnya dihitung
Tujuan
  • Pemilu ulang
  • Peninjauan kembali suara dengan pengawasan lembaga internasional
  • Pengunduran diri Presiden Evo Morales
MetodeProtes, kerusuhan, perlawanan sipil, mogok
Hasil
  • Evo Morales mundur sebagai presiden Bolivia [1]
  • Jeanine Áñez ditunjuk untuk menjadi presiden menurut konstitusi Bolivia
Pihak terlibat

Pemerintahan Evo Morales

  • Polisi Nasional Bolivia (sebelum 10 November 2019)
  • Angkatan Bersenjata Bolivia (sebelum 10 November 2019)

Oposisi

  • Koalisi sipil
  • Partai Demokratik Kristen
  • Pengunjuk rasa
  • Polisi Nasional Bolivia (sejak 10 November 2019)
  • Angkatan Bersenjata Bolivia (sejak 10 November 2019)
Tokoh utama
Jumlah korban
Korban jiwa3
Terluka200 +

Sejak tanggal 21 Oktober 2019, aksi unjuk rasa dan kerusuhan telah terjadi di Bolivia sebagai tanggapan terhadap klaim Kecurangan pemilu dalam Pemilihan umum 2019. Klaim kecurangan itu dipicu oleh penghentian secara mendadak penghitungan suara pemilu putaran pertama, di mana petahana Evo Morales sebelumnya memimpin dengan margin dibawah 10%. Margin yang cukup besar (10%) diperlukan untuk menang sebagai presiden terpilih, dan hasil selanjutnya dari hitungan resmi, dimenangkan oleh Morales dengan selisih suara lebih dari 10 persen.[2]

Para pengamat internasional menyatakan keprihatinannya atas dihentikannya perhitungan suara selama satu hari yang diikuti oleh lonjakan suara Morales ketika penghitungan suara dilanjutkan. Morales membantah tuduhan itu dan mengundang pemerintah asing untuk mengaudit proses pemilihan, berjanji untuk mengadakan putaran kedua jika ditemukan kecurangan. Pihak oposisi Carlos Mesa, menyerukan unjuk rasa untuk berlanjut hingga putaran kedua diadakan, menyatakan bahwa ia akan mengajukan bukti bahwa kecurangan terjadi. Ketika banyak demonstrasi berjalan damai, kerusuhan telah meletus, sebagian besar terjadi pada malam hari.

Polisi dan tentara menuntut pengunduran diri Evo Morales pada 10 November, yang ia lakukan tak lama kemudian. Hal ini disebut Kudeta oleh para pendukung pemerintah.[3][4]

Latar Belakang

Terpilih kembali

Pasal 168 Konstitusi 2009 memungkinkan Presiden dan Wakil Presiden untuk terpilih kembali hanya sekali, membatasi masa jabatan maksimal dua kali. Partai yang berkuasa, Gerakan untuk Sosialisme (MAS) mensponsori upaya untuk mengubah pasal ini. Upaya tersebut disahkan pada sesi bersama rapat Majelis Legislatif Plurinasional pada tanggal 26 September 2015, dengan suara 112 yang mendukung berbanding 41 anggota yang menentang.[5][6] UU 757, yang menyelenggarakan referendum pada Februari 2016, mendapat dukungan 113 suara berbanding 43 suara menentang dan berlaku pada 5 November 2015.[7]

Referendum diadakan pada 21 Februari 2016 dan amandemen yang diusulkan ditolak oleh 51,3% berbanding 48,7% yang setuju. Jika kelompok "ya" yang lebih banyak akan memungkinkan Presiden Evo Morales dan Wakil Presiden Álvaro García Linera mencalonkan diri untuk masa jabatan berikutnya pada tahun 2019. Morales telah terpilih tiga kali. Pertama kali, pada tahun 2006, tidak dihitung, seperti sebelum batas dua kali masa jabatan diperkenalkan di UUD Bolivia 2009.[7]

Terlepas dari hasil referendum tersebut, Mahkamah Agung merujuk pada Pasal 23 dari Konvensi Amerika tentang Hak Asasi Manusia memutuskan pada bulan Desember 2017 bahwa semua pejabat publik tidak akan memiliki batasan masa jabatan sekalipun apa yang telah ditetapkan dalam konstitusi, sehingga memungkinkan Morales untuk menjalani masa jabatan keempat.[8]

Pemilihan umum 2019

Pada 20 Oktober 2019, putaran pertama pemungutan suara untuk semua posisi pemerintahan diadakan. Majelis Pemilihan Agung merilis dua set penghitungan tak lama setelah pemungutan suara ditutup. Pertama adalah exit poll yang memverifikasi 95,6% suara yang menunjukkan petahana Evo Morales memiliki 9,33% lebih besar dari pihak oposisi, Carlos Mesa. Selisih suara kurang dari 10% mengindikasikan bahwa pemungutan suara harus dilanjutkan ke putaran kedua. Hitungan lengkap kemudian muncul sebagai hasil sementara di situs web secara real-timme. Pada angka surat suara yang masuk mencapai 83,8%, situs web menunjukkan Morales unggul pada 45,3% dan Mesa pada 38,2%; Hal ini juga mencerminkan keunggulan kurang dari 10%. Namun, tidak ada pembaruan lebih lanjut untuk hasil awal yang dilakukan setelah pukul 19:40 waktu setempat. Otoritas pemilihan Bolivia menjelaskan bahwa hasil pada penghitungan sementara dihentikan karena hasil resmi mulai dirilis; namun demikian, tidak ada hasil resmi yang diterbitkan dini hari.[9]

Pada pukul 21.25 malam waktu setempat, ketika penghitungan suara masih berlangsung, Presiden Morales menyatakan dirinya pemenang pemilu, dengan menyatakan bahwa sementara dia akan menunggu hasil perhitungan akhir. Suara yang lebih besar dari daerah pedesaan akan menjamin kemenangannya; tetapi dia tidak menyebutkan kemungkinan lanjut di putaran kedua.[10][11] Sebagian besar suara yang tersisa, dari daerah pedesaan yang terpencil, diduga cenderung mendukung Morales, meskipun Organisasi Negara-negara Amerika (OAS) merekomendasikan putara kedua diadakan bahkan jika kepemimpinan Morales melebihi 10%.[12]

Pada tanggal 21 Oktober 2019, sebuah konferensi pers dari Organisasi Pemilu Plurinasional diadakan, yang mempublikasikan data penghitungan cepat dari sistem Transmisión de Resultados Electorales Preliminares (TREP, "Transmisi Hasil Pemilihan Umum Awal"), diterbitkan pada 19:30 waktu setempat, hampir sehari setelah hasil awalnya ditangguhkan,[13] menunjukkan dengan suara yang masuk mencapai 95,30%, Morales memperoleh 46,86% suara dibandingkan 36,72% dari Carlos Mesa, melampaui batas minimal 10% yang diperlukan untuk menghindari putaran kedua.

Pada tanggal 6 November, pihak oposisi Bolivia menerbitkan laporan sebanyak 190 halaman yang berisi tuduhan kecurangan, termasuk penyimpangan seperti penambahan tindakan petugas pemilihan, penyimpangan data dan tindak kecurangan di mana partai yang berkuasa memperoleh lebih banyak suara daripada pemilih terdaftar, dan mengirimkannya ke organisasi internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa.[14]



Referensi

  1. ^ "Evo Morales renuncia a la presidencia de Bolivia y denuncia un golpe de Estado" (dalam bahasa Spanyol). BBC News Mundo. 10 November 2019. Diakses tanggal 11 November 2019. 
  2. ^ "Presiden Evo Morales Klaim Pemenang Pemilu Bolivia". Bisnis Indonesia. 25 Oktober 2019. Diakses tanggal 11 November 2019. 
  3. ^ Kurmanaev, Anatoly; Machicao, Mónica; Londoño, Ernesto (10 November 2019). "Military Calls on President to Step Down After Election Dispute in Bolivia" – via NYTimes.com. 
  4. ^ Collyns, Dan (10 November 2019). "Bolivian president Evo Morales resigns after election result dispute". 
  5. ^ "La ALP sancionó la Ley de Reforma parcial de la CPE" [The ALP sanctioned the Law of Partial Reform of the CPE] (dalam bahasa Spanyol). Vice Presidency of Bolivia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-12-26. 
  6. ^ "Bolivia passes law to allow Morales to run for fourth term". Reuters. 25 September 2015. 
  7. ^ a b "Consulta para habilitar a Evo está en marcha; El MAS 'se juega la vida" [Query to enable Evo is underway; The MAS's 'life is at stake']. La Razón (dalam bahasa Spanyol). 6 November 2015. 
  8. ^ Blair, Laurence (3 Desember 2017). "Evo for ever? Bolivia scraps term limits as critics blast 'coup' to keep Morales in power". The Guardian. Diakses tanggal 1 Januari 2018. This week, the country’s highest court overruled the constitution, scrapping term limits altogether for every office. Morales can now run for a fourth term in 2019 – and for every election thereafter. ... the referendum results – which the government claims were invalid due to an opposition smear campaign directed by Washington ... 
  9. ^ "Bolivia elections: Concern as results transmission pauses" (dalam bahasa Inggris). BBC News. 21 Oktober 2019. Diakses tanggal 23 Oktober 2019. 
  10. ^ "Evo Morales: "Ganamos una vez más, vamos a esperar al último escrutinio y confiamos en el voto del campo"" [Evo Morales: "We won once again, we are going to wait for the last scrutiny and trust the vote of the countryside"]. Infobae (dalam bahasa Spanyol). 20 Oktober 2019. Diakses tanggal 22 Oktober 2019. 
  11. ^ "Evo Morales: "Nuevamente somos mayoría absoluta"" [Evo Morales: "Again we are an absolute majority"] (dalam bahasa Spanyol). UNITEL. 20 Oktober 2019. Diakses tanggal 22 Oktober 2019. 
  12. ^ "Evo Morales alleges coup attempt as Bolivia opposition claims 'giant fraud'". The Guardian. 23 Oktober 2019. Diakses tanggal 27 Oktober 2019. With most outstanding votes from remote rural areas expected to go in his favour, Morales repeated his declaration of a first-round victory, which he had made prematurely on Sunday night. 
  13. ^ "Conteo del TREP desatan protestas y convulsión en el pais". Red Uno de Bolivia (dalam bahasa Spanyol). 22 Oktober 2019. Diakses tanggal 22 Oktober 2019. 
  14. ^ "Oposición presenta pruebas de sus acusaciones de fraude electoral en Bolivia" (dalam bahasa Spanyol). La Vanguardia. 7 November 2019.