Caruban
Kota Caruban adalah kota kecil yang menjadi ibu kota pemerintahan resmi Kabupaten Madiun menggantikan kota Madiun melalui Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 52 tahun 2010 tentang pemindahan ibu kota Kabupaten Madiun di wilayah Kota Madiun ke wilayah Kecamatan Mejayan, Kabupaten Madiun. Secara lengkap dapat disebutkan bahwa Kantor Pemerintahan Kabupaten Madiun yang dahulu berada di Kelurahan Pangongangan, Kecamatan Manguharjo, Kota Madiun dipindahkan di Kelurahan Bangunsari, Kecamatan Mejayan, bekas Pembantu Bupati (Kawedanan) Caruban, Kabupaten Madiun. Letak Kantor Pusat Pemerintahan Kabupaten Madiun berada di Kota Caruban, yang dahulu merupakan tempat kedudukan eks Pembantu Bupati (Kawedanan) Caruban dan sebelumnya Kota Caruban merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Caruban pada jaman kerajaan berdasarkan sejarah yang ada.
Penunjukan Caruban karena letaknya yang strategis dan terdapat kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta menjadi jalur lalu lintas Ngawi-Nganjuk, sehingga dijadikan ibu kota Madiun menggantikan Kota Madiun. Caruban memiliki makanan khas, yaitu brem dan pecel kesenian dongkrek.
Geografi
Suhu udara rata rata 30 °C–32 °C. Curah hujan tahunan diperkirakan sekitar 1,511 – 2,108 mm terbagi dalam 2 musim hujan (sekitar November – Mei) dan musim kemarau (Juni – Oktober).
Curah hujan bulanan rata rata sekitar 470 mm saat curah hujan tinggi selama periode hujan dan 13–92 mm pada saat bulan kering pada periode musim kemarau. Relief topografi pada wilayah ini beragam mulai dari datar (lereng <2%), berombak (lereng 2%–15%), hingga berbukit (lereng 15%–40%).[butuh rujukan]
Sejarah
Berdasarkan cerita penduduk setempat, Caruban berarti "carub" (bahasa Jawa), yang artinya campur, sedangkan akhiran -an, adalah menunjukkan arti tempat. Secara tersirat wilayah ini merupakan wilayah pembauran, sehingga tingkat toleransi dan keragaman budaya dan suku tinggi.
Transportasi
Akses menuju Caruban melalui sarana transportasi darat, yaitu bus dan kereta api. Akses melalui bus dapat dicapai melalui terminal Caruban yang menjadi persinggahan jalur Surakarta, Ponorogo–Surabaya, Kediri. Angkutan kereta api menjadi akses menuju Caruban, karena terdapat Stasiun Caruban yang menghubungkan Solo–Surabaya. Pada masa mendatang Pemerintah Pusat berencana membangun jalur jalan tol yang menghubungkan Surakarta–Ngawi–Caruban–Nganjuk–Kertosono.
Wilayah
Caruban terkenal merupakan bekas nama wilayah kawedanan di Kabupaten Madiun selain Uteran, Maospati dan Bagi. Caruban wilayahnya berada di sebagian kecamatan Wonoasri, Mejayan, Pilangkenceng dan Saradan. Bahkan Caruban pernah menjadi kabupaten kecil, di samping Madiun sendiri sebagai Kadipaten (kabupaten besar) pada masa sebelum perang Diponegoro. Bupati-bupati di Caruban dapat diketahui di Pesarean Agung Kuncen, di Desa Kuncen, Kecamatan Mejayan, yang terletak kurang lebih 4 kilometer dari pusat kota Caruban, yang letaknya di seputaran perempatan Masjid Jami' Al-Arifiyah Caruban dan SMPN 2 Caruban (di kedua tempat di situ letak pathok 0 KM Kota Caruban).
Yang menjabat bupati-bupati di Caruban berturut-turut, antara lain: Raden Cakrakusuma I (Tumenggung Alap-Alap), Raden Cakrakusuma II (Tumenggung Emprit Gantil), Pangeran Mlayakusuma (putra Kanjeng Pangeran Adipati Martalaya ing Madiyun), Raden Bagus Sumadirja (1754–1755), Kanjeng Pangeran Mangkudipura I (1755 - 1756), Kanjeng Bupati Raden Tumenggung Natasari (1756–1797), Kanjeng Bupati Raden Tumenggung Jayengrana II (1797-1805), Kanjeng Bupati Raden Tumenggung Wignya Subrata (1805–1833) dan yang terakhir Raden Tumenggung Martanegara 1833 - 1835). Raden Temanggung Martanegara tersebut putra ke-11 dari Kanjeng Bupati Raden Tumenggung Jayengrana II yang nama kecilnya bernama Raden Barata. Pada tahun 1835, Raden Tumenggung Martanegara mulai pindah kembali ke Kota Ponorogo. Pada tahun 1838, Raden Martanegara menjadi Bupati Ponorogo nyawiji lalu bergelar Raden Adipati Martahadinegara. Pada tahun 1838 Kabupaten Caruban dan digabungkan ke Kabupaten Madiun yang waktu itu hanya memiliki sisa wilayah yaitu WANAREJA, lalu Kabupaten Caruban turun status menjadi Distrik Caruban dan Raden Ngabehi Prawiradipura II menjadi Wedana Caruban, beliau putra Raden Tumenggung Prawiradipura I, putra Kanjeng Pangeran Mangkudipura II, putra Kanjeng Pangeran Mangkudipura I, Bupati Madiun yang diturunkan statusnya menjadi Bupati Caruban oleh Kanjeng Sultan Hamengkubuwana I ing Kraton Ngayognyakarta Hadiningrat. Semua bupati-bupati Caruban tersebut dimakamkan di Pasarean Kuncen – Caruban, di dekat Makam Kyai Ageng Anom Besari dan isterinya. Dia adalah orang tua dari Kyai Ageng Mohammad Besari, Tegalsari, Ponorogo. Anak keturunan dari para Bupati Caruban jika meninggal dunia dimakamkan di Pesarean Kuncen–Caruban. Sampai saat ini, keturunan para bupati Caruban masih banyak yang tinggal di daerah Caruban dan sekitarnya.
Dahulu nama Caruban sudah cukup terkenal sebagai sebuah kabupaten di wilayah Mancanagari Wetan Kraton Mataram. Setelah Pamalihan Nagari Kraton Mataram Tahun 1755, Kabupaten Caruban menjadi Wilayah Mancanagari Kraton Surakarta Hadiningrat dan sedangkan Kadipaten Madiun menjadi Wilayah Kraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Sejak Tahun 1838, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda menggabungkan dengan Kabupaten Madiyun dan Caruban menjadi Distrik.
Seiring aturan dari Kementerian Pendidikan Nasional (DIKNAS) sekarang Kementerian Pendidikan & Kebudayaan (DIKBUD), sehingga terjadi penertiban tatanama (nomenklatur) nama sekolahan, khususnya SMP dan SMA, sehingga nama sekolahan SMPN 1 Caruban menjadi SMPN 1 Mejayan, SMAN 1 Caruban menjadi SMAN 1 Mejayan, begitu juga yang lainnya juga menyesuaikan. Sedangkan MAN Caruban telah menjadi MAN Mejayan, sedangkan MTsN Caruban menjadi MTSN 5 Madiun, dimana untuk MTsN atas kebijakan yang dilakukan oleh Kementeriaan Agama. Sedangkan untuk Kejaksaan Negeri pada awalnya juga memakai nama Kejaksaan Negeri Mejayan, nama kemudian Kejaksaan Agung telah merubahnya menjadi Kejaksaan Negeri Kabupaten Madiun, walaupun tempat kedudukannya masih ditulis dengan nama "Mejayan", padahal jelas-jelas tempat kedudukannya adalah di Kecamatan Balereja, tepat di sebelah timur Kantor Kecamatan Balereja. Kini nama "Caruban" sudah sah digunakan kembali.Penggunaan kembali Nama Caruban itu didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 52 Tahun 2019, yang pada intinya Kota Caruban ditetapkan sebagai Ibu kota Kabupaten Madiun. Dengan pertimbangan sejarah dan budaya, Caruban yang dahulu sebagai Kabupaten, lalu berubah menjadi Distrik (Kawedanan)dan Pembantu Bupati. Dengan demikian perlu adanya revisi dari surat keputusan Kejaksaan Agung untuk melakukan revisi agar tempat kedudukan Kantor Kejaksaan Negeri Kabupaten Madiun dapat disesuaikan tidak tertulis "Mejayan" namun ditulis "Caruban" sebagai nama Ibukota Kabupaten Madiun. Mengenai nama sekolahan ada peluang untuk dilakukan perubahan menjadi "Caruban" lagi, karena berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2019 secara sah "Caruban" atau "Kota Caruban" sebagai Ibukota Kabupaten Madiun. Sebagaimana yang ada di wilayah Ibukota Kabupaten Magelang, yaitu di Kota Mungkid, nama-nama sekolahan SMP dan SMA bisa memakai nama misalnya : SMAN 1 Kota Mungkid, SMPN 1 Kota Mungkid, dan lain-lain. Begitu pula di wilayah Ibukota Kabupaten Klungkung, yaitu Kota Semarapura, juga bisa memakai nama "Semarapura" misalnya SMAN 1 Semarapura, SMP 2 Semarapura, dan lain-lain, sehingga bisa memakai nama Ibukota Kabupaten yang bersangkutan. Begitu pula di Kota Amlapura Ibukota Kabupaten Karangasem, bisa memakai nama Amlapura, misalnya : SMAN 2 Amlapura, SMPN 1 Amlapura, dan lain-lain. Untuk Kota Caruban, bisa mengembalikan sekolahan ke nama "Caruban" lagi dan aturan Peraturan Kementerian Pendidikan & Kebudayaan (Permendikbud) memperbolehkan. Perlu langkah-langkah proaktif dari masyarakat dalam mengegolkan semuanya, dengan dukungan Pemerintah Kabupaten Madiyun, Dinas Pendidikan Kabupaten Madiun, Kementerian Pendidikan & Kebudayaan, Kementerian Agama, dan lain-lain. Tidak kalah penting para alumni sekolah, pemerhati pendidikan, civitas akademika sekolahan yang bersangkutan.
Dalam rangka melaksanakan Peraturan Pemerintah nomor 3 tahun 2019, maka sekarang nama-nama tempat, khususnya kantor-kantor pemerintahan yang berada di wilayah Kota Caruban Pusat Pemerintahan Kabupaten Madiun sudah mulai kembali menggunakan alamat "Caruban". Hal tersebut selaras dengan keinginan masyarakat Caruban yang menginginkan agar eksistensi nama dan sejarah Caruban tetap ada. Semoga intansi lainnya termasuk Kantor Kementerian Agama Kabupaten Madiun, sekolahan-sekolahan, dan lain-lain bisa menyesuaikan menggunakan kembali alamatnya dengan "Caruban".
Fasilitas umum dan perkantoran
Caruban memiliki fasilitas publik sebagai berikut:
- Gedung Olah Raga (GOR) Pangeran Timur
- Stasiun Caruban
- Terminal Caruban
- Rumah Sakit Umum Daerah Caruban (dahulu Rumah Sakit Panti Waluyo)
- Penginapan/hotel
- SPBU
- Layanan Imigrasi klas II
- DPRD Kabupaten Madiun
- Taman Kota Caruban Asti
- Pasar Caruban Baru
- Pasar Sayur Caruban
- Pasar Burung Caruban
- Alun - Alun Caruban
- Masjid Jami' Al-Arifiyah Caruban
- Masjid Agung Kabupaten Madiun (Masjid Quba)
- Kantor Bupati Madiun
- Pendapa Kabupaten Madiun "Rangga Jumena"
- Kantor BAPPEDA Kabupaten Madiun
- Taman Lalu Lintas Caruban
- Taman Demokrasi (Depan DPRD Kabupaten Madiun)
- Rusunawa Kaligunting Mejayan
- Kantor Kementerian Agama Kabupaten Madiun
Pariwisata
Caruban memiliki lokasi pariwisata berupa candi yang diberi nama sesuai dengan lokasi candi tersebut berada, yaitu Candi Wonorejo (desa Wonorejo), Kelompok Arca "Palang Mejayan" dan berbagai waduk: waduk Dawuhan Waduk Widas, Waduk Kedungbrubus, dan Waduk Notopuro. Caruban juga memiliki makam bersejarah yaitu Makam Kuncen Caruban, yaitu Makam Kyai Ageng Anom Besari dan Nyai Ageng Anom Besari, Makam para Bupati Caruban, yaitu Kanjeng Bupati Raden Tumenggung (KBRT) Natasari, KBRT Jayengrana II, dan KBRT Wignya Subrata. Disamping itu ada Makam Kanjeng Pangeran Mangkudipura I yang pernah menjadi Adipati Madiyun lalu diturunkan jabatannya menjadi Bupati Caruban. Dan juga Makam Wedana Caruban yaitu Raden Ngabehi Dirjakusuma II putra Raden Ngabehi Dirjakusuma I (putra Kanjeng Pangeran Mangkudipura i). Di depan Makam Kanjeng Pangeran Mangudipura I terdapat makam cucunya yaitu Raden Tumenggung Prawiradipura. Sedangkan Makam Wedana Caruban sebelumnya Raden Ngabehi Prawiradipura II putra Raden Tumenggung Prawiradipura I berada di Dukuh Gedhoman, Desa Mejayan, Caruban, letaknya sebelah selatan Pasar Burung Caruban. Disamping itu Makam Kuncen Caruban juga makam Raden Ngabehi Lho Prawiradipura (Palang Mejayan-Caruban), Raden Ngabehi Kramadipura (Palang Gemarang-Caruban), Raden Ngabehi Tirtadipura (Palang Krebet-Caruban), Raden Ngabehi Wiradipura (Palang Kuwu-Caruban) dan semuanya masih kerabat para Bupati Caruban, yang pada hakekatnya masih satu keturunan dari Keluarga Besar (Kurawangsa) Raden Adipati Harya Metahun Suranegara ing Jipang. Dengan demikian keberadaan Makam Kuncen Caruban merupakan salah satu cagar budaya yang wajib dilindungi keberadaannya. Makam Kuncen Caruban diresmikan menjadi makam resmi para keluarga Bupati Caruban pada tahun 1797 oleh Sinuwun Kanjeng Sunan Pakubuwana IV ing Kraton Surakarta Hadiningrat, atas permintaan Raden Tumenggung Natasari sebelum seda pada tahun 1794 ing lelampahan Seda Pamit. Kanjeng Sinuwun Sunan Pakubuwana IV mengabulkan permintaan Raden Tumenggung Natasari karena jasa-jasa beliau yang iku serta mengembalikan kewibawaan Kanjeng Sinuwun Pakubuwana II ketika Perang Pacina yang dipimpin oleh Mas Garendi (Sunan Kuning). Raden Natasari muda yang berumur 20 tahun ketika itu, ikut berperang menyelematkan jasad ayahandanya Raden Tumenggung Purwawijaya yang seda, terbunuh musuh. Keluarga besar Raden Harya Metahun I (Metahun Suranegara) sangat setia kepada Kraton Kartasura Hadiningrat, membela kewibawaan Kanjeng Sinuwun Sunan Pakubuwana. Pada akhirnya Perang Pacina dapat diakhiri Raden Tumenggung Jayengrana I ing Pedhanten, Raden Adipati Surabrata ing Panaraga, dan Raden Agus Harun, dan lain-lain ikut berpartisipasi dalam peperangan. Atas jasa beliau-beliau itu maka Raden Tumenggung Jayengrana I diangkat menjadi Bupati Pedhanten-Panaraga (beliau ayahnda Raden Tumenggung Jayengrana II - Bupati Caruban setelah Raden Tumenggung Natasari). Raden Bagus Harun yang juga masih keturunan Bathara Katong dan merupakan murid Kyai Ageng Muhammad Besari ing Gebang Tinatar - Tegalsari-Panaraga, diberi Tanah Perdhikan Sewulan dan menjadi Kyai Ageng Basyariyah. Setelah ditetapkannya Makam Kuncen Caruban, maka Desa Kuncen Caruban ditetapkan menjadi Desa Perdhikan Kuncen Caruban, Desa Kuncen ini mengambil sebagian dari Desa Sawahan. Kepala Desa Sawahan yaitu Raden Setradiwirya ditetapkan menjadi Kepala Desa Perdhikan Kuncen Caruban, yang bertugas ngreksa Makam Kuncen Caruban. Desa Perdhikan Kuncen Caruban itulah pada akhirnya menjadi Desa Kuncen di wilayah Kecamatan Mejayan, Kota Caruban. Kecamatan Mejayan ini dahulunya adalah Onderdistrik Mejayan Distrik Caruban. Onderdistrik Mejayan menjadi Kecamatan Mejayan, sedangkan Distrik Caruban menjadi Pembantu Bupati Caruban. Setelah Kabupaten Caruban digabungkan dengan Kadipaten Madiyun (Wanareja) pada Tahun 1838, gabungan kedua wilayah itulah pada akhirnya menjadi Kabupaten Madiyun yang sekarang. Semoga potensi wisata di bekas Kabupaten Caruban ini dapat dikembangkan bersama dengan potensi wisata di Kabupaten Madiyun lainnya. Begitu juga potensi wisata pusat Kota Caruban di bekas Kabupaten Caruban, yang sekarang menjadi bagian daripada Kabupaten Madiyun secara utuh.