Lompat ke isi

Tan Tjin Kie

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 30 November 2019 13.22 oleh Clara dari Semarang (bicara | kontrib) (Nama resmi dengan gelar perlu disebutkan di awal artikel. Beliau juga bukan hanya orang terkaya di Cirebon (warisan orang tua). Kariernya sebagai birokrat justru sama sekali tidak disebut di artikel ini)

Tan Tjin Kie, Majoor-titulair der Chinezen[1] merupakan seorang birokrat, Tionghoa terkaya dan filantropis di Cirebon. Kariernya melecut sejak menjabat letnan tituler pada 1884. Lalu, dia bergelar kapitein pada empat tahun berikutnya. Pemerintah Manchu menganugerahi gelar maharaja kelas II pada 1893, sedangkan Pemerintah Hindia Belanda memberinya penghargaan Bintang Emas untuk Pengabdian, Gouden Ster van Verdienste. Lalu, pangkat mayor titulernya disematkan pada 1913.

Tan Tjin Kie memiliki puluhan rumah mewah dan ribuan hektare tanah serta pabrik gula. Salah satu rumahnya yang paling mewah berada di Desa Luwunggajah, kini masuk Kecamatan Ciledug, yang diberi nama Binarong. Nama Mayor Tan Tjin Kie memiliki pengaruh luar biasa dalam dunia politik dan militer di Kota Cirebon saat itu.

Sang mayor memiliki beberapa pesanggrahan bergaya Hindia abad ke-19 di seantero Cirebon seperti Roemah Pesisir, Roemah Tambak, dan Roemah Kalitandjoeng. Namun, Gedong Binarong dengan pilar-pilar anggun merupakan istana termegahnya yang bertempat di Ciledug, Kabupaten Cirebon bagian timur. Dia juga memiliki Suikerfabriek Luwunggadjah, pabrik gula yang sekaligus menjadi pabrik uangnya.

Tan Tjin Kie menjadi penghubung masyarakat Tionghoa Kota Cirebon dengan pemerintah Hindia Belanda. Ia juga banyak berjasa dalam pembangunan sarana prasarana di Kota Cirebon. Di antaranya, membangun Rumah Sakit Orange yang sekarang menjadi Rumah Sakit Sunan Gunung Djati, mendirikan sekolah Tionghoa, dan Vihara Winaon. Tan Tjin Kie wafat pada 13 Februari 1919 dalam usia 66 tahun. Upacara pemakaman dilakukan pada 2 April 1919.[1]

Makamnya terletak di Kelurahan Kecapi, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon dalam keadaan tertutup oleh halaman rumah warga dan nisannya dijadikan pijakan melintas gorong-gorong.[2]

Referensi