Lompat ke isi

Tenaga nuklir di Uni Eropa

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 7 Desember 2019 15.13 oleh AABot (bicara | kontrib) (Bot: Perubahan kosmetika)

'Energi Nuklir di Uni Eropa diatur dalam Traktat Euratom. Pada awalnya, energi nuklir diperkenalkan di Uni Eropa akibat adanya kekurangan dari sumber energi konvensional pada tahun 1950-an. Pada waktu itu, energi nuklir menjadi salah satu pilihan agar tidak bergantung pada energi konvensional saja dan tercipta kemandirian energi. Sayangnya, modal awal membangun reaktor nuklir sangatlah mahal bagi satu negara. Bekerja sama adalah pilihan terbaik. Pada akhirnya, disepakati pendirian Masyarakat Energi Atom Eropa.[1] Komunitas ini diinisasi oleh Belgia, Perancis, Jerman Barat, Italia, Luksemburg, dan Belanda. [2]

Traktat Euratom secara umum mengatur kontribusi dan pengembangan industri nuklir di Eropa, sehingga tiap anggota dapat memperoleh manfaat dari pengembangan energi nuklir dan untuk mengatur keamanan energi nuklir tersebut bagi mereka. Di samping itu, Traktat Euratom juga menjamin standar keselamatan yang tinggi bagi masyarakat serta mencegah energi nuklir yang seharusnya digunakan oleh masyarakat, tetapi dimanfaatkan untuk kepentingan militer. [1]

Energi nuklir saat ini telah digunakan untuk sekitar 30% dari kebutuhan listrik Eropa. Ada 14 dari 28 negara Uni Eropa (UE)yang telah memiliki dan menggunakan energi nuklir untuk pasokan kebutuhan listrik mereka. Ada sekitar 130 reaktor nuklir yang beroperasi di 14 negara Uni Eropa. [3]

Kontroversi Energi Nuklir

Energi nuklir dihasilkan dari reaksi fisi pemisahan nuklei (biasanya nuklei besar, misalnya uranium).[4] Fisi nuklir merupakan proses yang dilakukan oleh reaktor nuklir untuk memproduksi energi yang sangat besar dengan menggunakan uranium. Meskipun dapat digolongkan sebagai sumber energi yang ramah lingkungan, nuklir juga menyebabkan persoalan besar terkait dengan pembuangan limbah radioaktif dan perlindungan pada manusia dan lingkungan dari bahaya radiasi. Untuk itu, diperlukan biaya yang besar untuk melindungi bumi dari efek negatif energi nuklir.[5]


Sampai saat ini, energi nuklir masih menjadi perdebatan baik bagi kelompok yang pro nuklir maupun yang anti nuklir. Beberapa argumen dari kelompok pro nuklir, di antaranya:

  1. Polusi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh energi nuklir cukup rendah. Ini membuat energi nuklir masuk dalam golongan energi dengan tenaga besar, namun masih ramah lingkungan.
  2. Biaya operasional reaktor nuklir tergolong murah. Meskipun proses pembangunan dan penonaktivannya membutuhkan biaya besar, namun biaya operasional reaktor nuklir cukup murah. Harga uranium di pasaran pun murah. Listrik yang dihasilkan oleh reaktor nuklir bisa memiliki harga lebih murah dibandingkan dengan listrik dari sumber lainnya. Penggunaan reaktor nuklir yang mampu bertahan selama sekitar 40-60 tahun juga sudah mampu menutupi biaya pembangunan reaktor nuklir yang mahal tersebut.
  3. Reliabel. Ketersediaan uranium di alam cukup besar, sehingga dengan pemanfaatan seperti saat ini, kita masih dapat menggunakan energi nuklir dalam waktu yang lebih lama dibandingkan dengan penggunaan bahan bakar fosil yang persediaannya di alam relatif terbatas.
  4. Proses produksi energi dengan menggunakan reaksi fusi nuklir relatif lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan penggunaan bahan bakar fosil. Selain itu, hasil produksi energi nuklir juga sepuluh juta kali lebih besar dibandingkan dengan bahan bakar fosil dengan jumlah sumber energi yang sama.


Beberapa argumen dari kelompok-kelompok yang anti nuklir, di antaranya:

  1. Dampak lingkungan utamanya terjadi pada proses penambangan dan penyulingan uranium karena aktivitas tersebut bukanlah proses yang bersih dan sangat rawan akan paparan radioaktif. Transportasi bahan bakar nuklir dari reaktor juga memiliki dampak polusi bagi lingkungan. Selain itu, limbah nuklir tidak dapat dibuang langsung ke tempat pembuangan karena berbahaya.
  2. Adanya limbah radioaktif yang berbahaya. Secara kasar, satu reaktor nuklir menghasilkan 20 ton energi nuklir per tahun. Proses itu menghasilkan banyak sekali limbah nuklir. Bagian terbesar dari limbah nuklir tersebut menimbulkan radiasi yang menyebar melalui udara, sehingga apa pun yang dilewati udara tersebut akan terpapar oleh radiasi. Ini akan sangat berbahaya bagi makhluk hidup dan bumi.
  3. Bencana nuklir. Beberapa kecelakaan nuklir, misalnya ledakan reaktor Nuklir Chernobyl di Rusia tahun 1986 dan bencana nuklir Fukushima di Jepang tahun 2011 lalu menjadi bukti betapa berbahayanya energi nuklir. Bahkan, dampak bencana tersebut pada manusia dan lingkungan masih dapat kita saksikan sampai saat ini.
  4. Biaya yang mahal. Meskipun biaya operasional reaktor nuklir tergolong murah, namun biaya pengelolaan limbah nuklir sangatlah mahal. Limbah nuklir membutuhkan waktu yang lama agar menjadi dingin sebelum dicampur dengan material gelas agar limbah nuklir tetap berada dalam bentuk padat yang tidak mencemari lingkungan. Limbah ini harus tetap disimpan, diawasi, dan diperiksa agar tidak jatuh ke tangan yang salah dan menimbulkan masalah.
  5. Jumlah persediaan uranium di alam terbatas. Meskipun kelompok pro nuklir berargumen bahwa pasokan uranium di alam cukup besar dan dapat menghasilkan energi yang lebih banyak dan jangka panjang dibandingkan dengan persediaan bahan bakar fosil di alam, namun uranium tetap bahan tambang yang persediannya kemungkinan akan habis di kemudian hari. Selain itu, uranium hanya ada di beberapa wilayah tertentu. Biaya untuk melakukan penambangan, penyulingan, dan pengangkutan uranium pun tergolong mahal. Selain itu, semua aktivitas tersebut di atas juga menghasilkan limbah yang berbahaya bagi manusia dan lingkungan jika tidak dilakukan dengan benar.
  6. Nuklir merupakan target menarik bagi kelompok militan dan radikal. Energi yang dihasilkan oleh nuklir sangatlah besar. Penggunaan nuklir sebagai senjata apalagi oleh kelompok yang tidak bertanggung jawab dapat menjadi kiamat bagi semua kehidupan di bumi. Selain itu, reaktor nuklir sering kali menjadi target utama serangan teroris.

Keamanan Energi Nuklir di Uni Eropa

Keamanan industri nuklir di Eropa merupakan tanggung jawab utama dari operator reaktor nuklir yang bersangkutan dan diawasi oleh pengawas nasional yang independen. Standar keamanan reaktor nuklir diterapkan pada saat sebelum pembangunan, pemanfaatan, sampai dengan penonaktivan reaktor nuklir.[6]

Hasil dari Uji Resiko dan Keamanan Nuklir yang dilakukan pada tahun 2011 dan 2012 untuk menguji ketahanan reaktor nuklir ketika terjadi bencana (misalnya banjir atau gempa) adalah diamandemennya Petunjuk Keamanan Nuklir pada tahun 2014.

Secara umum, usaha untuk menjaga keamanan energi nuklir di Uni Eropa dilakukan dengan caraKesalahan pengutipan: Parameter dalam tag <ref> tidak sah;

Dalam wawancaranya, Yves Desbazeille menyebutkan bahwa Brexit membuat Inggris tidak lagi memiliki suara dalam debat penggunaan energi nuklir di Eropa. Namun. apabila dokumen pengunduran diri Inggris belum diratifikasi sampai dengan 1 Januari 2020, maka Inggris tetap merupakan bagian dari anggota dan memiliki suara atas keberlangsungan penggunaan energi nuklir di Eropa.[1] Sampai saat ini, Inggris merupakan promotor pendukung energi nuklir terbesar di Eropa. Keberadaan Inggris akan menguatkan kelompok pro nuklir untuk terus menggunakan nuklir di Eropa.[7]

Yves Desbazeille menambahkan bahwa beberapa negara Eropa lainnya masih belum kelihatan terkait pandangan mereka terhadap penggunaan nuklir. Finlandia condong mendukung nuklir. Swedia terlihat masih malu-malu untuk mendukung energi nuklir. Polandia sudah sejak beberapa tahun ini berencana membangun reaktor nuklir, namun sampai sekarang rencana tersebut tak kunjung dilaksanakan. Perancis telah membatalkan penutupan reaktor nuklir Fessenheim di perbatasan Perancis dan Jerman. Bisa jadi, Perancis mendukung penggunaan energi nuklir. Tinggal menunggu bagaimana sikap Jerman atas penggunaan energi nuklir.[7]

Pemerintah Belgia sendiri telah memperbarui kebijakan energi mereka. Belgia akan berusaha mengurangi penggunaan reaktor nuklir dalam beberapa tahun ke depan. Saat ini, pemerintah Belgia telah menutup beberapa reaktor nuklir yang berusia di atas 40 tahun. Masyarakat Anti Nuklir Belgia menuntut pemerintah untuk lebih menggunakan sumber energi yang dapat diperbarui, aman, serta ramah lingkungan. Mereka menuntut penggunakan energi yang dapat diperbarui sebanyak 20% dari total konsumsi energi Belgia.<ref name="Euronews"> Euronews The EU's Nuclear Power Dilemma

Negara-Negara Pengguna Energi Nuklir di Eropa

Ada 14 negara yang sampai saat ini telah menggunakan energi nuklir di Uni Eropa, yaitu Belanda, Belgia, Bulgaria, Finlandia, Hungaria, Inggris, Jerman, Perancis, Republik Ceko, Romania, Slovenia, Slowakia, Spanyol, dan Swedia. Negara Eropa yang berencana menambah reaktor nuklir mereka di masa depan yaitu Perancis, Finlandia, Slovakia, Inggris, Hungaria, Romania, dan Republik Ceko. Polandia merupakan satu-satunya negara di Uni Eropa yang berencana mengadopsi energi nuklir untuk meningkatkan keanekaragaman sumber energi mereka.



Referensi

  1. ^ a b c European Parliament. Nuclear Energy Factsheets. 2019
  2. ^ World Nuclear Organization. European Union Country Profiles. 2019
  3. ^ European Commission. Nuclear Energy: Overview. 2019
  4. ^ Energy Education. Nuclear Fission. 2019
  5. ^ Future">Converse Energy Future. Pros and Cons of Nuclear Energy. 2019
  6. ^ European Commission Nuclear Safety: Overview. 2019
  7. ^ a b Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Euroactive