Canting
Canting (dari bahasa Jawa, canthing, IPA:tʃanʈiŋ) adalah alat yang dipakai untuk memindahkan atau mengambil cairan yang khas digunakan untuk membuat batik tulis, kerajinan khas Indonesia. Canting tradisional untuk membatik adalah alat kecil yang terbuat dari tembaga dan bambu sebagai pegangannya.
Kegunaan
Canting dipakai untuk menuliskan pola batik dengan cairan malam. Canting pada umumnya terbuat dari bahan tembaga dengan gagang bambu, tetapi saat ini canting untuk membatik mulai digantikan dengan teflon.
Desain
Sebuah canting terdiri dari:
- Nyamplung: tempat tampungan cairan malam, terbuat dari tembaga.
- Cucuk: tergabung dengan nyamplung, adalah tempat keluarnya cairan malam panas saat menulis batik.
- Gagang: pegangan canting, umumnya terbuat dari bambu atau kayu.
Ukuran canting dapat bermacam-macam sesuai besar kecilnya lukisan batik yang akan dibuat. Saat digunakan, pengrajin memegang canting seperti menggunakan pena, mengisi nyamplung dengan malam cair dari wajan tempat memanaskan malam tersebut. Pengrajin kemudian meniup cairan malam panas dalam nyamplung untuk menurunkan suhunya sedikit, kemudian melukiskan malam yang keluar dari cucuk tersebut di atas gambar motif batik yang sebelumnya telah dilukis dengan pensil.[1]
Canting berdasarkan jumlah cucuk:
- canting cecek
Canting cecek bercucuk satu dan berukuran kecil. Kegiatan membuat titik-titik dengan canting cecekan disebut nyeceki. Selain untuk membuat titik-titik kecil sebagai pengisi bidang, canting cecekan juga digunakan untuk membuat garis-garis kecil.
- canting loron
Loron berasal dari kata loro yang berarti dua. Canting loron digunakan untuk membuuat garis rangkap.
- canting telon
Telon dari kata telu yang berarti tiga. Canting ini bercucuk tiga.
- canting prapat
Canting ini berguna untuk mengisi bidang yang terdiri dari empat buah titik.
- canting liman
Canting yang bercucuk lima.
- canting byok
Canting yang bercucuk tujuh atau lebih.
- canting renteng
Canting yang bercucuk genap empat buah atau lebih.