Gedung Controlleur Buo
Gedung Controlleur Buo adalah bangunan peninggalan Pemerintahan Kolonial Belanda. Bangunan ini berdiri pada tahun 1890 di atas area seluas 217 meter persegi dan hingga kini masih terawat dengan baik. Sebelah Barat Gedung Controlleur Buo berbatasan dengan pekarangan Kantor Camat Lintau Buo.[1] Kecamatan Lintau Buo berada di Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, Indonesia dan berjarak sekitar 45 kilometer dari Kota Batusangkar.
Gedung Controlleur Buo menjadi kantor bagi pejabat Controlleur, yakni pejabat terendah dalam sistem pemerintahan kolonial Belanda yang mengawasi daerah Lintau Buo. Seorang pejabat Controlleur bertanggung jawab kepada Asisten Residen yang membawahi Lareh (bahasa Minangkabau berarti daun yang jatuh/gugur) atau Kelarasan (setingkat kadipaten atau kabupaten). Kepala Keselarasan seringkali dipanggil sebagai Tuanku Lareh atau Angku Lareh. Pada zaman Kolonial Belanda, halaman Gedung Controlleur Buo terdapat banyak kandang harimau Sumatera.
Meski hanya pejabat terendah, masyarakat atau rakyat Indonesia pada zaman Kolonial sangat takut dengan seorang Controlleur karena aktivitas kesehariannya sering berhubungan secara langsung dengan masyarakat, terutama dalam menyampaikan berbagai informasi tentang kebijakan pemerintah Hindia Belanda, terutama pajak (belasting), uang serayo,dan tanam paksa. Masyarakat yang menolak membayar belasting akan diseret ke lapangan Gedung Controlleur Buo untuk menjadi santapan harimau-harimau yang sengaja dilepaskan dari kandangnya.
Di Kecamatan Lintau Buo, pemerintah Hindia Belanda menugaskan J. Bastians yang menjabat pada tahun 1908 dan akhirnya terbunuh karena kebijakannya memungut pajak mendapat perlawanan rakyat.[2]
Setelah menjadi kantor pejabat Controlleur, Gedung Controlleur Buo sempat menjadi kantor Asisten Wedana Buo. Sedangkan pada masa pendudukan Jepang, Gedung ini dijadikan Jepang sebagai markas militer. Memasuki masa pergerakan kemerdekaan Indonesia, Gedung Controlleur Buo sempat menjadi asrama Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Setelah itu, Gedung Controlleur Buo sempat difungsikan sebagai Kantor Kecamatan Lintau Buo dan saat ini menjadi gedung pertemuan yang dimiliki oleh Pemda.
Kabupaten Tanah Datar
Kabupaten Tanah Datar atau dikenal dengan Luhak Nan Tigo adalah kabupaten terkecil kedua di Sumatera Barat, dengan ibukota kabupaten bernama Batusangkar. Kabupaten ini merupakan daerah agraris dengan dominasi perbukitan yang berudara sejuk, 12 derajat Celcius hingga 25 derajat Celcius karena diapit dua gunung, yakni Gunung Merapi dan Gunung Singgalang. Hampir dua pertiga bagian dari Danau Singkarak terletak di Kabupaten Tanah Datar.
Kabupaten ini kaya dengan objek wisata. Kurang lebih 250 objek wisata terdapat di daerah ini yang juga kaya dengan peninggalan batu prasasti. Tanah Datar merupakan pusat Kerajaan Minangkabau yang berlokasi di Pagaruyung. Beberapa peninggalan sejarah Kerajaan Pagaruyung adalah Istana Silinduang Bulan dan Istana Basa Pagaruyung. Daerah ini menjadi tempat lahirnya filosofi Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah di Bukit Marapalam Puncak Kato.
Kabupaten ini juga memiliki objek wisata alam seperti Lembah Anai, Danau Singkarak, Puncak Pato, Tabek Patah, Aia Angek dan lain-lain. Selain Gedung Controlleur Bau, daerah ini juga memiliki peninggalan sejarah Hindia Belanda seperti Benteng Van der Cappelen, Gedung Indo Jolito, Tangsi di Parak Jua dan lain sebagainya.[3]
Daftar Referensi
- ^ https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbsumbar/wp-content/uploads/sites/28/2019/03/2010-Permenbudpar_PM.05PW.007.MKP_.2010.pdf
- ^ "Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya". cagarbudaya.kemdikbud.go.id. Diakses tanggal 2019-12-20.
- ^ "Sudah Saatnya Tanah Datar Menjadi Icon Pariwisata". www.wartaandalas.com. Diakses tanggal 2019-12-20.