Kabupaten Nagekeo
Kabupaten Nagekeo | |
---|---|
Daerah tingkat II | |
Koordinat: 8°52′20″S 121°12′35″E / 8.8721°S 121.20963°E | |
Negara | Indonesia |
Provinsi | Nusa Tenggara Timur |
Dasar hukum | UU No. 2 Tahun 2007 |
Ibu kota | Mbay, Aesesa |
Jumlah satuan pemerintahan | Daftar
|
Luas | |
• Total | 1.386 km2 (535 sq mi) |
Populasi | |
• Total | 110.147 |
Demografi | |
Zona waktu | UTC+08:00 (WITA) |
Kode BPS | |
Kode Kemendagri | 53.16 |
DAU | Rp. 334.481.490.000.- |
Situs web | www.nagekeokab.go.id lpse.nagekeokab.go.id |
Kabupaten Nagekeo atau Nage Keo adalah salah satu kabupaten di provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia berdasarkan UU No. 2 tahun 2007, tepatnya di Pulau Flores. Peresmiannya dilakukan pada Selasa, 22 Mei 2007 oleh Penjabat Mendagri Widodo A. S. dan Drs. Elias Djo ditunjuk sebagai penjabat bupati.[1]
Pusat pemerintahan Kabupaten Nagekeo berlokasi di Mbay. Luas wilayah 1.386 km2 persegi dan berpenduduk 110.147 jiwa. Wilayah ini merupakan kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Ngada.
Geografi
Secara geografis kabupaten Nagekeo terletak pada koordinat 121˚.10'.48 - 121˚24'.4 Bujur Timur dan 8˚.26'15'- 8˚40'0 Lintang Selatan. Luas wilayah Kabupaten Nagekeo adalah 1.416,96 km2.
Batas Wilayah
Batas administrasi Kabupaten Nagekeo:
Utara | Laut Flores |
Timur | Kabupaten Ende |
Selatan | Laut Sawu |
Barat | Kabupaten Ngada |
Sejarah
Zaman Hindia Belanda
Penelusuran terhadap sejarah pemerintahan dan komunitas Nagekeo, dapat ditemui sejak masuknya pemerintah Hindia Belanda sekitar 1909. Walaupun sebelumnya terdapat tata pemerintahan/ administrasi pemerintahan tradisional (berdasarkan hukum adat), akan tetapi catatan valid dalam bentuk naskah akademik tentu tidak mudah ditemukan. Kecuali melalui suatu penelitian sejarah yang mendalam, terpadu dan komprehensif. Hal tersebut karena, tradisi lisan (dalam kajian antropologis) lebih merupakan ciri yang paling menonjol dalam komunitas masyarakat Nagekeo. Gregory Forth (2004), mengedit hasil studi Louis Fontijne dari suatu wilayah kolonial di Indonesia Timur dengan judul: Guardians of the Land in Kelimado. Philipus Tule (2004), Longing for the House of God Dwelling in the House of the Ancestors: Local Belief, Christianity, and Islam among the Kẻo of Central Flores. Naskah yang disebutkan terakhir ini, merupakan hasil studi antropologis yang mendeskripsikan fenomena komunitas masyarakat ditinjau dari beberapa perspektif seperti etnografis, struktur kekuasaan tradisional, sistem perkawinan dan hubungan antar agama (Katolik dan Islam) pada Secondary Sub-district Udi Worowatu, yang merupakan bagian dari Sub-district Kẻo. Walaupun demikian, studi-studi tersebut yang cenderung merupakan studi antropologis, mendeskripsikan sejarah pemerintahan Nagekẻo sangat terbatas.
Otoritas dan administrasi Pemerintahan Hindia Belanda, diperkirakan baru terbentuk di wilayah Ngada antara tahun 1908 – 1909. Dietrich (Tule, 2004) menyatakan bahwa sampai dengan tahun 1907 wilayah Ngada, belum menjadi otoritas administrasi pemerintahan Hindia Belanda. Dalam periode 1909 – 1950, afdeeling Flores terbagi ke dalam lima onderafdeeling yang mencakup 9 keswaprajaan (self-governing domains). Kelima onderafdeeling dimaksud adalah: Flores Timur (Swapraja: Adonara dan Larantuka), Maumere (Swapraja: Sikka), Ende (Swapraja: Ende dan Lio), Ngadha (Swapraja: Nagekeo, Bajawa dan Riung), Manggarai (Swapraja: Manggarai). Onderafdeeling Ngadha terbagi ke dalam enam wilayah subdistrik yaitu: Ngadha, Riung, Tado, Turing, Nage dan Keo.
Gagasan untuk menggabungkan Swapraja Nage dan Keo, mengemuka dalam pertemuan antara pemerintah Hindia Belanda dengan Raja Boawae Roga Ngole dan Raja Keo Muwa Tunga di Boawae tanggal 18 April 1917. Akan tetapi gagasan tersebut tidak dapat direalisasikan. Ide untuk menggabungkan dua keswaprajaan, baru dapat direalisasikan setelah meninggalnya Raja Keo: Muwa Tunga yang digantikan oleh saudaranya: Goa Tunga (Tule, 2004; Forth, 1994b, citing Hamilton, 1918). Di Boawae, juga terjadi regenerasi kepemimpinan raja dari Roga Ngole kepada putranya Joseph Juwa Dobe (Forth, 2004). Joseph Juwa Dobe, dilantik menjadi raja pada tanggal 26 Januari 1931, sekaligus sebagai simbol penggabungan swapraja Nage dan Keo menjadi Swapraja Nagekeo. Dengan demikian, sejak tahun 1931 onderafdeeling Ngadha mencakup 3 swapraja yaitu: Nagekeo, Ngadha dan Riung.
Setelah Kemerdekaan
Dalam periode 1950 -1958, tidak terdapat perubahan substansif dari struktur lembaga pemerintahan. Berdasarkan UU no. 64 tahun 1958 Provinsi Nusa Tenggara dipecah menjadi Daerah Swatantra Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Daerah Tingkat I NTT meliputi daerah Flores, Sumba dan Timor. Melalui UU nomor 69/1958 tentang pembentukan daerah-daerah tingkat II dalam wilayah daerah tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, maka daerah swatantra NTT dibagi menjadi 12 daerah Swatantra Tingkat II yaitu: Sumba Barat, Sumba Timur, Manggarai, Ngada, Ende, Sikka, Flores Timur, Alor, Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara dan Belu.
Pembentukan kecamatan pada masing-masing kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur ditetapkan pada tanggal 28 Februari 1962. Melalui Surat Keputusan Gubernur Kdh. Tk I NTT No. Pem. 66/ 1/ 2 tentang pembentukan 64 kecamatan dalam Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kabupaten Ngada mencakup 6 Kecamatan, yaitu: Ngadha Utara, Ngadha Selatan, Nage Utara, Nage Tangah, Keo dan Kecamatan Riung. Pada tahun 1963 dikeluarkan Keputusan Gubernur Kepala Drh. Tk. I NTT No. Pem. 66/ I/ 2 tanggal 20 Mei 1963 tentang pemekaran Kecamatan Keo menjadi Kecamatan Mauponggo (yang merupakan wilayah Keo Barat) dan Kecamatan Nangaroro (yang merupakan wilayah Keo Timur). Melalui keputusan tersebut, Nama Kecamatan di Kabupaten Ngada diubah sebagai berikut: Kecamatan Ngada Utara menjadi Kecamatan Bajawa; Kecamatan Ngaha Selatan menjadi Kecamatan Aimere; Kecamatan Nage Tengah menjadi Kecamatan Boawae; Kecamatan Nage Utara menjadi Kecamatan Aesesa; Kecamatan Keo menjadi Kecamatan Mauponggo dan Kecamatan Nangaroro.
Pertengahan dekade 1990-2000, agenda pemindahan ibu kota Kabupaten Ngada dari Bajawa ke Mbay, mencapai puncaknya dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah nomor 65 tahun 1996, yang menetapkan Ibu kota Kabupaten Ngada yang baru yaitu Mbay. Ide dan gagasan tersebut menjadi kekuatan dengan sebelumnya (1994) Mbay ditetapkan sebagai Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu(Kapet). Pergantian kepemimpinan Kepala Daerah (Bupati) Ngada pada tahun 2000 dari Drs. Johanes S. Aoh ke Ir. Albertus Nong Botha, mengakibatkan dua agenda besar yaitu pemanfaatan kebijakan nasional Kapet Mbay dan pemindahan ibu kota Kabupaten Ngada ke Mbay, mengalami masa pasang surut.
Masa pasang surut tersebut, yang secara substansif menjadi argumen dan latar belakang lahirnya gagasan perjuangan pembentukan Kabupaten Nagekeo sebagai pemekaran Kabupaten Ngada. Pada tahun 2002, Kabupaten Ngada telah mencakup 14 wilayah kecamatan yaitu: Aimere, Ngada Bawa, Bajawa, Golewa, Jerebu’u, So’a, Riung, Riung Barat, Aesesa, Nangaroro, Boawae, Mauponggo, Wolowae, dan Keo Tengah. Bertepatan dengan pengresmian Nagekeo sebagai suatu daerah otonom baru (Kabupaten), 22 Mei 2007, lingkup wilayahnya, mencakup 7 kecamatan yaitu: Aesesa, Aesesa Selatan, Nangaroro, Boawae, Mauponggo, Wolowae, dan Keo Tengah.
Transportasi
Pelabuhan Marapokot berada di kabupaten Nagekeo, dibangun selama sepuluh tahun, yakni sejak tahun 2005 hingga 2015. Dengan total anggaran yang dikucurkan sekitar Rp 43 miliar, pelabuhan ini memiliki dermaga sepanjang 157 meter, trestle sebanyak 2 unit dengan panjang masing-masing 77 meter, terminal penumpang, kantor, gudang dan pos jaga. Pelabuhan Marapokot juga dapat disandari kapal berukuran hingga 3000 DWT.[2]
Pemerintahan
Daftar Bupati
No | Bupati | Mulai Jabatan | Akhir Jabatan | Prd. | Ket. | Wakil Bupati | ||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Drs. Elias Djo | ||||||||
Drs. Johanes Samping Aoh | [3] |
Paulus Kadju | ||||||
Drs. Julius Lawotan | ||||||||
Drs. Elias Djo | [4] |
|||||||
Kosmas Damianus Lana, S.H., M.Si. | ||||||||
Drs. Elias Djo | ||||||||
dr. Johanes Don Bosco Do, M.Kes. | ||||||||
|
Dewan Perwakilan
Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Kabupaten Nagekeo dalam dua periode terakhir.[6][7]
Partai Politik | Jumlah Kursi dalam Periode | ||
---|---|---|---|
2014-2019 | 2019-2024 | ||
PKB | 3 | 3 | |
Gerindra | 3 | 3 | |
PDI-P | 3 | 4 | |
Golkar | 3 | 3 | |
NasDem | 3 | 3 | |
PKS | 1 | 2 | |
Perindo | (baru) 3 | ||
PAN | 2 | 0 | |
Hanura | 3 | 1 | |
Demokrat | 2 | 2 | |
PKPI | 2 | 1 | |
Jumlah Anggota | 25 | 25 | |
Jumlah Partai | 10 | 10 |
Kecamatan
Kabupaten Nagekeo untuk saat ini secara administratif terdiri dari 7 kecamatan, yaitu:
Wilayah kecamatan ini terdiri atas 90 desa dan kelurahan.
Dasar Hukum
DPR telah menyetujui Rancangan Undang-Undangnya pada 8 Desember 2006. Kabupaten Nagekeo adalah 1 dari 16 kabupaten/kota baru yang dimekarkan pada 2006. Dengan dasar Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2007, yang ditetapkan pada tanggal 22 Mei 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Nagekeo sebagai daerah otonom.
Pemekaran Daerah
Kota Mbay
Kecamatan yang mungkin bergabung ke dalam kota ini meliputi:
Apabila Kota Maumere menjadi daerah otonomi baru (DOB) maka pemindahan ibu kota kabupaten ini ke Wolowae
Referensi
- ^ Berita peresmian di The Jakarta Post
- ^ Media, Kompas Cyber. "Ini Profil 9 Pelabuhan Baru di Nusa Tenggara Timur Halaman all". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2019-07-07.
- ^ "Kelelahan, Wabup Nagekeo Meninggal di Jalan". Tribunnews.com. 12-12-2012. Diakses tanggal 07-05-2022.
- ^ Alfred Dama, ed. (23-12-2013). "Lantik Bupati dan Wabup Nagekeo, Gubernur Titip Masalah Tanah". Tribunnews.com. Diakses tanggal 07-05-2022.
- ^ Kelen, Yoseph A. (23-12-2018). "Gubernur NTT Lantik Bupati Nagekeo". beritasatu.com. Diakses tanggal 07-05-2022.
- ^ Perolehan Kursi DPRD Nagekeo 2014-2019
- ^ Perolehan Kursi DPRD Nagekeo 2019-2024
Pranala luar
- (Indonesia) Situs web resmi pemerintah Kabupaten Nagekeo