Lompat ke isi

Koproporfiria herediter

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 30 Januari 2020 05.17 oleh Anya Iziatanaf (bicara | kontrib) (menambahkan artikel)

Koproporfiria herediter (HCP) adalah penyakit langka berupa kelainan yang disebabkan karena defek pada gen koproporfirinogen-III oksidase (CPOX). Kelainan ini merupakan jenis porfiria hati yang diturunkan secara autosom dominan. CPOX adalah enzim keenam dalam proses biosintesa heme (disebut juga jalur porfirin).[1][2][3]

Porfiria diklasifikasikan berdasarkan jaringan yang menjadi tempat utama akumulasi metabolit antaranya berada serta berdasarkan onsetnya apakah akut atau kronis. HCP sendiri diklasifikasikan ke dalam porfiria hati akut.[2] Gen koproporfirinogen-III oksidase berada di kromosom 3q11.2 membawa 14 kb dan terdiri dari 10 exon yang menyandi protein prekursor asam amino 454.[2] HCP adalah penyakit langka yang serangan pertama kalinya pada usia awal 20 atau 30 atau setelah pubertas dan jarang terjadi sebelum pubertas dengan onset akut. Gejalanya adalah nyeri perut hebat, konstipasi atau diare, dan gejala neurologis seperti kelemahan dan nyeri otot. Sensitifitas kulit terhadap cahaya (paparan sinar matahari) akan memberikan gangguan kulit berupa kulit melepuh dan timbul bisul. Ada juga HCP yang tanpa gejala. Diagnosis ditegakkan dengan hasil protoporfirin dalam darah atau feses yang meningkat. Pengobatan penyakit ini adalah dengan mencari tahu faktor pencetusnya dan pengobatan simptomatik sesuai gejala yang timbul. Prognosis penyakit ini ditentukan oleh berat tidaknya gejala dan komplikasi yang timbul, namun dengan terapi yang adekuat, akan memberikan hasil yang memuaskan.[3][4]

Pendahuluan

Pada koproporfiria herediter yang terganggu adalah biosintesis heme. Heme adalah bagian penting dari protein yang mengandung zat besi yang disebut hemoprotein. Hemoglobin adalah salah satu contoh hemoprotein ini. Perannya sangat penting karena merupakan pembawa oksigen di dalam darah. Saat metabolism porfirin terganggu, akan terjadi penumpukan porfirin di dalam tubuh. Koproporfiria adalah jenis porfiria hati karena koproporfirin (senyawa porfirin) berkumpul di hati dalam jumlah yang besar. Mutasi ini akan menyebabkan menurunnya proses pembentukan heme hingga 50%.

Penyebab

Koproporfiria herediter disebabkan oleh mutase gen CPOX di kromosom 9 yang bertanggung jawab terhadap produksi heme. Heme adalah bagian penting dari protein yang mengandung zat besi yang disebut hemoprotein. Hemoglobin adalah salah satu contoh hemoprotein ini. Perannya sangat penting karena merupakan pembawa oksigen di dalam darah. HCP bersifat autosom dominan, artinya hanya butuh satu cetakan gen abnormal untuk timbulnya penyakit. Gen abnormal ini dapat diwarisi dari ibu atau bapak atau bahkan bias timbul secara spontan sebagai mutase baru (de novo).[1][2][3][4]

Pada penyakit ini, selalu ada factor pencetus hingga manifestasi klinis, mengingat ada yang bias hidup dengan kelainan ini tanpa keluhan yang berarti. Faktor pencetusnya terbagi dua, factor external dan internal. Pemicu external adalah rangsangan dari lingkungan, pola makan yang makanan yang tidak lazim (kelaparan), penyalahgunaan obat ilegal, alkoholisme, penggunaan obat-obat tertentu. Pemicu internal adalah stress emosional dan psikologikal, menstruasi pada wanita, infeksi atau penyakit lain, factor hormonal.[3][4]

Tanda dan gejala

Gejala yang timbul berasal dari penumpukan koproporfirin di dalam tubuh (dalam hal ini di hati) ini berbeda-beda pada setiap orang. Ada yang bahkan tidak merasakan keluhan apapun padahal terdiagnosis dengan penyakit ini. Pasien biasanya dating dengan nyeri atau kram perut, diare atau konstipasi, retensi urin, mata dan kulit kuning. Kulit pasien jadi sangat sensitive pada cahaya matahari karenanya mudah terjadi inflamasi dengan sensasi terbakar, melepuh, timbul hiperpigmentasi dan jaringan parut serta pertumbuhan rambut yang berlebih. Koproporfiria herediter juga memberikan gangguan neurologis seperti neuropati perifer (mati rasa, timbul rasa geli atau sensasi terbakar pada tungkai), kelemahan dan nyeri otot (letargi), jika otot-otot pernapasan juga terlibat, pasien akan mengalami kesulitan bernapas, kejang pada beberapa kasus. Selain itu juga ada gejala psikiatrik berupa bingung, paranoid, disorientasi, delirium, psikosis, halusinasi dan perubahan suasana hati. Urine akan mengalami perubahan warna menjadi kemerahan.[3][4]

Pada pasien yang sudah pernah mengalami serangan sebelumnya, nyeri badan yang hilang timbul di daerah perut dan punggung bagian bawah biasanya merupakan tanda akan timbul serangan berikutnya. Intensitas nyerinya akan meningkat seiring waktu dan menyebar ke daerah leher, bokong, kaki dan tangan. Nyeri perut yang hebat akan diikuti dengan mual dan muntah. pada beberapa pasien terjadi peningkatan dan ketidakteraturan irama denyut jantung dan peningkatan tekanan darah. Namun sebagian justru menderita penurunan tekanan darah saat perubahan posisi (hipotensi ortostatik)[3][4]

Dari data yang dibuat oleh Human Phenotype Ontology (HPO), yang terus diperbarui, 80-99% pasien dating dengan nyeri perut, kecemasan, kebingungan, depresi, mudah marah, nyeri otot, mual dan muntah dan penipisan kulit. 30-79% pasien dengan kulit yang melepuh, konstipasi, kulit yang sensitive terhadap sinar matahari dan hiperpigmentasi pada kulit. 5-29% pasien dengan nyeri sendi, halusinasi suara, hipertrikosis (pertumbuhan rambut yang berlebih di seluruh badan dan tidak tergantung pada jenis kelamin, ras dan usia), hyponatremia, kesulitan bernapas, takikardia (denyut jantung meningkat), kejang dan halusinasi visual. Dan beberapa temuan atau hasil pemeriksaan tambahan yang datanya belum tersedia di HPO seperti, hasil laboratorium yang tidak normal, episode akut gangguan neuropati, riwayat positif kelainan autosom dominan, anemia hemolitik kongenital, diare, halusinasi sensorik, hepatomegaly (pembesaran hati), hipertensi, insomnia, penetran inkomplet (penetran artinya proporsi seorang individu membawa varian gen atau genotipnya), ikterik (kulit kuning), paranoid, neuropati perifer dan splenomegaly (pembesaran limpa).[3]

Diagnosis

Penegakan diagnosis koproporfia herediter dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan darah, urin dan feses. Kadar porfirin darah, urin dan feses harus diperiksa. Pada tes saring urine (24 jam), warna urin akan berubah menjadi merah kecoklatan di bawah paparan sinar matahari (karena adanya senyawa porfirin kompleks) jika urin diperiksa saat fase akut. Dalam urin juga akan ditemukan asam aminolevulinik (ALA) delta dan porfobilinogen (PBG) saat serangan akut. Pada pemeriksaan darah dan feses, kadar koproporfirin akan meningkat. Hasil pemeriksaan natrium dan magnesium biasanya rendah.[4]

Selain itu dilakukan juga penilaian aktivitas enzim koproporfirinogen oksidase dan pemeriksaan molekuler genetic untuk bayi baru lahir dengan riwayat HCP dalam keluarga.[4]

Komplikasi

Koproporfiria herediter adalah kelainan genetic karenanya manifestasi penyakit ini akan langsung terlihat pada saat lahir (atau bahkan sebelum lahir dengan pemeriksaan genetic orang tuanya atau bila ada riwayat penyakit ini di dalam keluarga). Pada beberapa kasus keluhan timbul pada anak yang lebih besar sehingga mereka sudah bias menyampaikan keluhannya. Komplikasi yang bias timbul dari kondisi ini adalah stress emosional pada mereka karena nyeri hebat yang timbul. Penyakit ini juga menyebabkan infeksi kulit berulang, masalah kosmetik karena kulit yang melepuh di daerah wajah, leher atau tangan. Anemia karena rendahnya hemoglobin pembawa oksigen, akan meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah. Jika neuroendokrin otak terpengaruh, akan menyebabkan hyponatremia dan hypomagnesemia yang akan membawa komplikasi lanjut lainnya.

Penatalaksanaan

Pengobatan penyakit ini bersifat simptomatik, atau sesuai dengan gejala yang timbul, karena kelainan genetic tidak bias disembuhkan. Penangannya merupakan kerja sama berbagai bagian yang melibatkan pediatrisian, neurolog, hematolog, dermatolog, hepatolog, kardiolog dan psikiater. Saat diagnosis pertama kali ditegakkan, pasien diberikan glukosa oral atau intravena (glukosa dosis awal) dan diet tinggi karbohidrat. Bila nyeri yang timbul hebat, dapat diberikan penghilang rasa nyeri dosis tinggi (analgetik narkotik atau opiat). Pemberian obat anti psikosis (chlorpromazine) bila timbul keluhan neurologic. Beta bloker seperti propranolol untuk permasalahan kardiovaskuler seperti hipertensi dan takikardia. Bila timbul kejang diberikan gabapentin sebagai anti kejangnya atau benzodiazepine dan magnesium. Untuk mengurangi akumulasi senyawa metabolic dapat diberikan heme atau hematin intravena, dan ini merupakan terapi HCP yang terbukti sangat efektif. Hematin diberikan setelah pemberian glukosa dosis tinggi sebelumnya.[4]

Pada pasien wanita yang sudah mengalami menstruasi dan menjadi pemicu HCP, dapat diberikan pil KB atau obat peptida sintetis (agonis hormon pelepas LH). Permasalahan pada kulit bias diatasi dengan pemberian krim anti sinar matahari atau semaksimal mungkin menghindari paparan sinarnya. bahkan bila perlu, melapisi jendela rumah dan mobilnya dengan vinil atau film. Hanya saja perlu diingat, untuk mengkonsumsi suplemen vitamin D yag tidak bias didapatkan dari sinar matahari. Bila anemia yang timbul berat (hb di bawah 7), dilakukan tranfusi darah dan bias dipertimbangkan untuk tindakan splenektomi (pengangkatan limpa) untuk meringankan perdarahan. Dan untuk kasus-kasus sangat berat, perlu dipertimbangkan untuk dilakukan transplantasi sum-sum tulang.[4]

Diet ekstrim rendah karbohidrat diketahui dapat memicu kondisi ini, karenanya edukasi kepada pasien perlu dilakukan untuk mencegah kekambuhan di kemudian hari.[4]

Prognosis

Prognosisnya tergantung manifestasi klinis serta kapan onsetnya timbul. Keluhan yang timbul pada usia yang lebih muda, memberikan prognosis yang lebih jelek. Namun secara umum, dengan pengobatan yang adekuat, prognosisnya baik. Walaupun pada mereka yang memperlihatkan gejala neurologis, proses penyembuhannya mungkin lebih lama.

Faktor risiko

Faktor risiko utama kondisi ini adalah adanya riwayat kondisi serupa dalam keluarga. Namun penting untuk digarisbawahi bahwa memiliki riwayat keluarga tidak serta merta menyebabkan seseorang akan menderita penyakit ini. Itu hanya menunjukkan bahwa kemungkinannya untuk terkena HCP lebih besar dibandingkan mereka yang tidak memiliki riwayat dalam keluarganya.

Epidemiologi

Koproporfiria herediter adalah kelainan genetic dengan prevalensi 1 kasus dalam 500.000 populasi. Sedikit lebih banyak terjadi pada wanita disbanding pria dan tidak dipengaruhi oleh ras atau etnis manapun.[4]

Referensi

  1. ^ a b Rubenstain, Ruben (2005). Kedokteran Klinis. Jakarta: Erlangga. hlm. 197. ISBN 9789797818234. 
  2. ^ a b c d "Hereditary hepatic coproporphyria". www.pathologyoutlines.com. Diakses tanggal 2020-01-29. 
  3. ^ a b c d e f g "Hereditary coproporphyria | Genetic and Rare Diseases Information Center (GARD) – an NCATS Program". rarediseases.info.nih.gov. Diakses tanggal 2020-01-29. 
  4. ^ a b c d e f g h i j k "Hereditary Coproporphyria". NORD (National Organization for Rare Disorders) (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-01-29.