Lompat ke isi

Halte bus

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Tempat perhentian bus di Singapura
Berkas:Shelterbus.jpg
Tempat perhentian bus di Jl. Pasar Minggu, Jakarta
Tempat perhentian bus di Lippo Cikarang

Tempat perhentian bus, halte bus, shelter bus, atau setopan bus (Inggris: bus stop) adalah tempat untuk menaikkan dan menurunkan penumpang bus, biasanya ditempatkan pada jaringan pelayanan angkutan bus dalam kota.

Di halte ini terdapat pemberhentian bus pariwisata/AKAP dan truk barang jika terjadi penggantian sopir dan awak, sopir sedang sholat, Buang air kecil di toilet, mengganti ban, memperbaiki mesin, mengecek barang dan mesin, serta disusul dengan bus pariwisata/AKAP atau truk barang lain yang melintas langsung.

Terutama di jalan-jalan sempit di pusat kota, bus pariwisata/AKAP dan truk barang berhenti di sini untuk bersilang dengan bus pariwisata/AKAP dan truk barang yang melintas langsung. Namun, karena ada perbaikan dan pelebaran jalan pada tahun 2009-2010, bus pariwisata/AKAP dan truk barang tidak lagi berhenti di sini. Di pusat kota ditempatkan pada jarak 300 sampai 500 m dan di pinggiran kota antara 500 sampai 1000 m.

Semakin banyak penumpang yang naik turun di suatu tempat perhentian bus semakin besar dan semakin lengkap fasilitas yang disediakan. Untuk tempat perhentian yang kecil cukup dilengkapi dengan rambu lalu lintas saja, dan untuk perhentian yang besar bisa dilengkapi dengan atap dan tempat duduk, bahkan bila diperlukan dapat dilengkapi dengan kios kecil untuk menjual surat kabar, atau rokok.

Desain tempat perhentian bus

Desain tempat perhentian tergantung kepada beberapa kriteria, yaitu:

Estetika

Estetika tergantung kepada kebijakan daerah, ada yang menggunakan pendekatan modern, yang minimalis, ataupun menggunakan pendekatan kedaerahan dengan ciri chas daerah yang bersangkutan. Semakin bagus tempat perhentian bus tersebut semakin besar biaya yang perlu dikeluarkan untuk pembangunannya.

Dimensi

Tergantung kepada jumlah penumpang yang akan menggunakan yang kaitannya dengan jumlah bus yang melewati tempat perhentian tersebut, frekuensi bus yang melalui tempat tersebut jumlah trayek yang melalui tempat perhentian tersebut.

Jarak antara tempat perhentian bus

jarak antar tempat perhentian tergantung kepada lokasinya di pusat kota dengan kegiatan yang tinggi disarankan [1] 400 m ataupun kurang dari itu sedang dipinggiran kota dengan kerapatan yang rendah dapat ditempatkan pada jarak antara 600 sampai 1000 m. Untuk mendapatkan jarak antara yang optimal disarankan untuk menggunakan modelling perencanaan angkutan umum[2].

Perlengkapan tempat perhentian bus

Rambu bus stop dari GMPTE di Manchester, UK.

Perlengkapan tempat perhentian bus tergantung kepada sistem yang digunakan, terbuka atau tertutup seperti shuttle/shelter atau tempat perhentian, seperti contoh bus TransJakarta, ataupun jumlah penumpang yang menggunakan fasilitas tempat perhentian bus. Perlengkapan meliputi:

  • Rambu lalu lintas Tempat perhentian bus, tabel 2 no 6 k,
  • Atap untuk melindungi penumpang dari hujan ataupun panas
  • Tempat duduk untuk calon penumpang
  • Sistem pendingin udara (AC)
  • Informasi perjalanan
  • Penjualan tiket seperti yang diterapkan pada TransJakarta atau Trans Jogja
  • Telepon umum
  • Sarana penunjang seperti kios media massa, makanan, dan minuman.

Informasi

Tempat perhentian bus kadang-kadang dilewati oleh beberapa trayek dengan jadwal yang berbeda-beda sehingga perlu dilengkapi dengan sistem informasi yang memuat informasi mengenai:

  • No. Trayek bus,
  • rute yang dilewati,
  • jadwal perjalanan,
  • besaran tarip, dan
  • untuk tempat perhentian bus modern dilengkapi dengan timer yang menunjukkan berapa lama lagi bus akan datang. Untuk itu biasanya digunakan sistem informasi modern yang menggunakan GPS dan komunikasi serta sistem yang dapat memperkirakan berapa lama lagi bus berikut sampai.

Lihat pula

Pranala luar

Galery

Referensi

  1. ^ [1]Transport for London, Accessible bus stop design guidance
  2. ^ Optimal Bus Stop Spacing Through Dynamic Programming and Geographic Modeling