Lompat ke isi

Ganja di Indonesia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 14 Februari 2020 09.52 oleh Samlekom665 (bicara | kontrib) (→‎Manfaat ganja dalam medis: Penambahan konten)

Ganja di Indonesia adalah ilegal.[1] Tanaman ganja, semua tanaman genus-genus Kanabis dan semua bagian dari tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasis dikategorikan narkotika golongan I (satu).

Sejarah

Ganja mulai dilarang di Hindia Belanda pada tahun 1927, selama masa kolonial belanda.[2] Di Indonesia, ganja digolongkan narkotika golongan satu menurut perundang-undangan yang berlaku sejak tahun 1976 berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1976. Saat ini, Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 dijadikan pedoman hukum yang masih berlaku sampai sekarang.

Hukum

Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

Jika perbuatan menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika golongan I dalam bentuk tanaman tersebut beratnya melebihi 1 kilogram atau melebihi 5 batang pohon, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda maksimum, yakni Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

Hukum ini tidak berlaku bagi orang yang dikecualikan sebagai orang yang tidak mampu bertanggung jawab secara hukum. Sebab tidak dapat dihukumnya terdakwa berhubung perbuatannya tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya adalah karena:

  • Kurang sempurna akalnya. Maksud dengan perkataan “akal” di sini adalah kekuatan pikiran, daya pikiran, dan kecerdasan pikiran. Orang dapat dianggap kurang sempurna akalnya, misalnya idiot, imbicil, buta-tuli, dan bisu mulai lahir. Namun orang-orang semacam ini sebenarnya tidak sakit, tetapi karena cacat-cacatnya sejak lahir, maka pikirannya tetap sebagai kanak-kanak.
  • Sakit berubah akalnya yang dapat dimasukkan dalam pengertian ini misalnya sakit gila, histeri (sejenis penyakit saraf terutama pada wanita), epilepsi, dan bermacam-macam penyakit jiwa lainnya.

Manfaat ganja dalam medis

mariyuana bisa menjadi obat bila diolah secara medis. Dustin Sulak, seorang profesor bedah, meneliti dan membuat mariyuana untuk digunakan secara medis. Sulak merekomendasikan beberapa jenis mariyuana kepada para pasiennya dan mendapat hasil yang mengejutkan.

Saat diberikan mariyuana, pasien yang memiliki sakit kronis mengalami perbaikan kondisi dari sebelumnya. Kemudian pasien dengan multiple sclerosis juga mengalami lebih sedikit kejang otot dibanding sebelumnya. Bahkan, pasien dengan peradangan usus parah mulai bisa makan lagi.

Penelitian Sulak ini cukup kuat dan menambahkan sejarah panjang manfaat ganja yang dapat digunakan sebagai obat terapeutik. Namun masalahnya, karena tergolong barang ilegal, sulit untuk dilakukan penelitian lebih lanjut tentang efektivitas ganja dalam dunia medis.

  1. ^ "Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika" (PDF). BNN RI. Diakses tanggal 3 Mei 2013. 
  2. ^ Thomas H. Slone (2003). Prokem. Masalai Press. hlm. 26–. ISBN 978-0-9714127-5-0.