Lompat ke isi

Ingatan semu

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Ingatan palsu adalah fenomena psikologi munculnya ingatan terhadap sesuatu yang berbeda dari kejadian nyata atau tidak pernah terjadi. Penyebab ingatan palsu adalah penerimaan sugesti, hoaks, atau kesalahan atribusi informasi.[1][2]

Penelitian Awal

Alred Binet adalah salah satu psikolog pertama yang mempelajari ingatan palsu. Dia menolak teori yang dikeluarkan klinik neurologis Jean Charcot tempat dia bekerja yang menggunakan hinopsis untuk menangani histeria.[3][4] Dia menemukan beberapa penemuan melalui penelitiannya pada tahun 1900. Dia menyimpulkan bahwa ingatan anak kecil rentan terhadap bias, lebih-lebih saat berada dalam grup. Selanjutnya, bahasa dan penyampaian seorang pewawancara dapat memengaruhi ingatan dan sekali respon keliru terhadap ingatan terjadi, hal itu akan menjadi ingatan sejati.[5] Beberapa penelitian awal lainnya adalah pembentukan ingatan pada anak-anak oleh Jean Piaget dan ingatan orang dewasa terhadap bacaan oleh Frederic Bartlett.[6]

Pendiri aliran psikoanalisis, Sigmund Freud mencetuskan konsep alam bawah sadar. Sigmund Freud meletakkan dasar untuk praktik konseling dan terapi modern yang banyak digunakan di seluruh dunia.[7] Dia juga mengamati gejala ingatan palsu terhadap korban pelecehan seksual.[8]

Penelitian terstruktur tentang ingatan palsu baru dilakukan oleh Elizabeth Loftus dan John Palmer pada tahun 1974. Penelitian mereka dilakukan dalam dua percobaan dan menghasilkan beberapa teori mengenai ingatan palsu.[9]

Teori

Manipulasi bahasa

Kata sandang

Seorang saksi mata dapat melaporkan sesuatu yang dia pikir saksikan padahal tidak. Ingatan seseorang dapat berubah drastis setelah jeda antara kesaksian dan pelaporan. Penggunaan kata sandang tertentu (dalam bahasa Inggris) adalah salah satu faktor. yang memengaruhi ingatan setelah jeda antara kesaksian dengan pelaporan. Kemungkinan seorang saksi mata melaporkan melihat sebuah benda ketika ditanyakan dengan menggunakan kata sandang 'a' (misalnya a stop sign) lebih kecil dibandingkan dengan saksi mata yang ditanyai dengan pertanyaan menggunakan kata sandang 'the'. Alasannya yaitu kata sandang 'the' cenderung digunakan pada benda yang akrab di telinga saksi mata. Sementara itu, asumsi tersebut tidak muncul pada kata sandang 'a'. Teori ini muncul lewat sebuah penelitian psikologis oleh Elizabeth Loftus.[10]

Daftar kata dan kalimat

Pemunculan daftar kata yang terus menerus kepada seseorang akan memicu ingatan palsu. Seseorang akan cenderung merasa telah mendengar atau membaca kata yang berhubungan arti dengan kata-kata yang dia temui sebelumnya. Hal yang sama juga terjadi pada pemunculan kalimat.[11]

Bias Pikiran

Praanggapan

Praanggapan merupakan andaian pembicara bahwa pendengarnya dapat mengenal pasti orang atau benda yang disebutkan sehingga saat suatu kalimat diucapkan, beserta pula makna tersirat.[12]

Konstruksi hipotesis

Konstruksi hipotesis terjadi dengan pemberian informasi tambahan kepada seseorang setelah meyaksikan suatu kejadian. Setelah beberapa saat, orang tersebut cenderung berpikir informasi tambahan tersebut telah dia saksikan sendiri. Penelitian oleh Loftus dan Palmer membuktikan hal ini. Beberapa subjek diarahkan untuk menonoton adegan kecelakaan. Beberapa subjek ditanyai tentang kecepatan mobil ketika saling menabrak, sedangkan yang lain ditanya pertanyaan yang sama kata "tabrak" diganti dengan "hancur." Pada percobaan ulang 1 minggu kemudian, mereka yang ditanyai dengan “hancur” cenderung bersaksi mereka telah melihat pecahan kaca di tempat kejadian dibandingkan subjek yang sebelumnya ditanyai "tabrak", meskipun sebenarnya tidak ada pecahan kaca dalam adegan yeng mereka tonton. Dalam percobaan ini, informasi tambahan dimunculkan melalui asumsi di pertanyaan, teknik yang efektif dalam memperkenalkan informasi tanpa meminta perhatian subjek.[13]

Teori kerangka

Teori kerangka membagi cara mengingat suatu memori ke dalam dua proses. Proses pertama adalah proses akuisisi. Informasi yang dapat difokuskan oleh seseorang dibandingkan dengan informasi keseluruhan sangat kecil. Persepsi visual yang diterjemahkan ke dalam pernyataan dan deskripsi merepresentasikan kumpulan konsep dan objek lalu mengalami interpretasi. Kumpulan informasi selanjutnya ini dapat mengubah ingatan. Proses kedua yaitu retrieval. Awalnya, memori dan pencitraan dibuat ulang. Persepsi ini tergantung pada objek yang telah dipilih oleh seseorang bersama dengan informasi yang diberikan sebelum atau setelah pengamatan. Selanjutnya, dilakukan pengambilan laporan visual untuk memahami apa yang diamati. Proses retrieval ini dapat menghasilkan ingatan yang akurat atau ingatan palsu.[13]

Fuzzy trace theory

Istilah fuzzy trace theory pertama kali diperkenalkan oleh ilmuwan Charles Brainerd dan Valerie Reyna.[14]

Saat seseorang mencoba mengingat peristiwa masa lalu, sering terjadi dua kesalahan. Yang pertama adalah lupa, sementara kesalahan kedua adalah ingatan yang salah. Ingatan palsu dapat dipisahkan menjadi ingatan palsu spontan dan implan. Ingatan palsu spontan dihasilkan dari proses internal seperti pemrosesan makna oleh otak sementara ingatan palsu implan berasal dari luar seperti informasi palsu oleh sumber luar seperti pertanyaan yang menyesatkan. Penelitian menunjukkan bahwa anak lebih rentan terhadap informasi palsu daripada orang dewasa tetapi lebih kecil kemungkinannya untuk membentuk ingatan palsu daripada orang dewasa.[15][16] Menurut FTT, ingatan palsu lebih stabil daripada ingatan sejati karena ingatan palsu didukung oleh jejak ingatan yang kurang rentan terhadap gangguan dan lupa.[17]

Referensi

  1. ^ Khairudin, Rozainee; Rizyanti, Charyna Ayu (2010-06-01). "Ingatan palsu dalam kalangan kanak-kanak pra sekolah: Satu bukti kewujudan ingatan palsu daripada eksperimen ingatan (False Memory Among Pre-School Children: Evidence Of The Existence Of False Memory From Memory Experiment)". JURNAL PSIKOLOGI MALAYSIA (dalam bahasa Melayu). 24 (0). ISSN 2289-8174. 
  2. ^ "Seven Sins Of Memory" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-02-28. 
  3. ^ Brainerd 2005, hlm. 8"(…), are his investigations of false-memory phenomena. This work was a career-long occupation growing out of his training as a lawyer and his early experiences in Jean Charcot's neurological clinic."
  4. ^ Brainerd 2005, hlm. 8b"Binet became a strong opponent of this theory, but he was much criticized for failing to consider the suggestive nature of hypnosis."
  5. ^ Brainerd 2005, hlm. 11"On the basis of his findings, Binet (1900) offered four conclusions about false-memory reports that are still significant today."
  6. ^ Brainerd 2005, hlm. 6"(…), Bartlett Jean Piaget's studies of constructive memory in children, and F. C. Bartlett's (1932) studies of repeated recall of narrative text by adults."
  7. ^ "False Memories and the Psychology Behind Them". MONQ (dalam bahasa Inggris). 2019-01-03. Diakses tanggal 2020-02-29. 
  8. ^ Esterson, Allen (2003). "Freud's Theories of Repression and Memory". The Scientific Review of Mental Health Practice. 2 (2). 
  9. ^ Loftus, Elizabeth F.; Palmer, John C. (1974-10-01). "Reconstruction of automobile destruction: An example of the interaction between language and memory". Journal of Verbal Learning and Verbal Behavior (dalam bahasa Inggris). 13 (5): 585–589. doi:10.1016/S0022-5371(74)80011-3. ISSN 0022-5371. 
  10. ^ Loftus, Elizabeth F. (1975). "RECONSTRUCTING MEMORY: THE INCREDIBLE EYEWITNESS". Jurimetrics Journal. 15 (3): 188–193. ISSN 0022-6793. 
  11. ^ Lampinen, James M.; Neuschatz, Jeffrey S.; Payne, David G. (1997-09-01). "Memory illusions and consciousness: Examining the phenomenology of true and false memories". Current Psychology (dalam bahasa Inggris). 16 (3): 181–224. doi:10.1007/s12144-997-1000-5. ISSN 1936-4733. 
  12. ^ Riyanti, Indah (2015). "PRAANGGAPAN DAN IMPLIKATUR DALAM PEMBELAJARAN BAHASA UNTUK MEMBENTUK PEMIKIRAN KRITIS IDEOLOGIS PEMUDA INDONESIA: SEBUAH PENDEKATAN PRAGMATIK". Jurnal UNS. 
  13. ^ a b Loftus, Elizabeth F (1975-10). "Leading questions and the eyewitness report". Cognitive Psychology (dalam bahasa Inggris). 7 (4): 560–572. doi:10.1016/0010-0285(75)90023-7. 
  14. ^ Dodgson, Lindsay. "Our brains sometimes create 'false memories' — but science suggests we could be better off this way". Business Insider. Diakses tanggal 2020-02-28. 
  15. ^ Brainerd, C. J.; Reyna, V. F. (2004-12-01). "Fuzzy-trace theory and memory development". Developmental Review. Memory development in the new millennium (dalam bahasa Inggris). 24 (4): 396–439. doi:10.1016/j.dr.2004.08.005. ISSN 0273-2297. 
  16. ^ Brainerd, C. J.; Reyna, V. F.; Forrest, T. J. (2002). "Are Young Children Susceptible to the False–Memory Illusion?". Child Development (dalam bahasa Inggris). 73 (5): 1363–1377. doi:10.1111/1467-8624.00477. ISSN 1467-8624. 
  17. ^ Brainerd, C. J.; Reyna, V. F. (2016-06-23). "Fuzzy-Trace Theory and False Memory:". Current Directions in Psychological Science (dalam bahasa Inggris). doi:10.1111/1467-8721.00192. ISSN 1467-8721. 

Daftar Pustaka

Brainerd, Charles J. (2005). The science of false memory (dalam bahasa Inggris). Reyna, Valerie F., 1955-. New York: Oxford University Press. ISBN 978-0-19-803504-6. OCLC 61341505.