Lompat ke isi

Umat Kristen Arab

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 20 Maret 2020 14.35 oleh Philosophical Zombie Bot (bicara | kontrib) (top: bentuk baku)
Orang Arab Kristen
العرب المسيحيون
Perempuan Arab Kristen di Betlehem ca. 1900
Daerah dengan populasi signifikan
 Suriah520.000[1]–703.000 jiwa[2][b][c][d]
(belum termasuk 25.000[2]–52.000 umat Maronit)
 Lebanon350.000 jiwa[1][b][c] (belum termasuk 1 juta umat Maronit)
 Yordania221.000 jiwa[3][b]
(belum termasuk 1.000 umat Kristen Maronit)
 Israel134.130 jiwa[4][b]
(sudah termasuk 1.000 umat Kristen Koptik tetapi belum termasuk 7.000 umat Maronit)
Negara Palestina Palestina38.000 jiwa (belum termasuk yang bermukim di Yerusalem Timur)[5]–50,000[6]
 Irak10.000 jiwa[1][b]
 Mesir10.000[7]–350.000 jiwa[1][a]
(belum termasuk 9-15 juta umat Koptik dan 5.000 umat Maronit[8])
 Turki18.000 jiwa[9]
 Maroko8.000[10]–40.000 jiwa[11]
Bahasa
Arab, Ibrani (di Israel), Prancis (di Lebanon dan diaspora), Inggris, Spanyol, dan Portugis (di diaspora)
Agama
Kristen:
Katolik
(Gereja Timur dan Gereja Latin)
Ortodoks Timur
(Antiokhia, Yerusalem, Aleksandria)
Protestan

[a].^ belum termasuk umat Koptik
[b].^
[c].^ belum termasuk umat Maronit
[d].^ sebelum Perang Saudara Suriah

Umat Kristen Arab (bahasa Arab: مسيحيون عرب, Masihiyun ʿArab) atau orang Arab Kristen (bahasa Arab: العرب المسيحيون, Al ʿArabul Masihiyun) adalah orang-orang Arab yang memeluk agama Kristen.[12] Banyak di antaranya adalah keturunan suku-suku Arab Kristen yang tidak murtad dan memeluk agama Islam, yakni suku-suku Sabaʿ asal Yaman, semisal Bani Ghassan dan Bani Judham, yang menetap di kawasan Seberang Yordan dan Syam. Selain keturunan suku-suku Arab Kristen, populasi orang Arab Kristen juga mencakup umat Kristen yang sudah terarabisasi, misalnya umat Kristen Melkit dan umat Kristen Yunani Antiokhia. Jumlah orang Arab Kristen yang termasuk umat Gereja Ortodoks Yunani dan Gereja Katolik Yunani berkisar 520.000[1]–703.000 jiwa[2] di Suriah, 221.000 jiwa di Yordania,[3] 134.130 jiwa[4] di Israel, dan sekitar 50.000 jiwa di Palestina. Ada pula komunitas orang Arab Kristen Ortodoks dalam jumlah yang cukup besar di Lebanon dan dalam jumlah kecil di Irak, Turki serta Mesir. Komunitas-komunitas perantau Arab Kristen (termasuk umat Kristen Melkit dan umat Kristen Yunani Antiokhia) merupakan bagian yang cukup besar dari diaspora Timur Tengah, dengan konsentrasi-konsentrasi populasi di seluruh benua Amerika, teristimewa di Argentina, Brasil, Chili, Meksiko, Venezuela, Kolombia, dan Amerika Serikat.[13]

Agaknya suku-suku Arab yang pertama kali memeluk agama Kristen adalah kaum ʾAnbāṭ dan Bani Ghassan. Pada abad ke-5 dan ke-6, Bani Ghassan, yang mula-mula menganut ajaran monofisitisme, membentuk salah satu konfederasi Arab terkuat yang bersekutu dengan kekaisaran Kristen Romawi Timur, dan menjadi tameng yang melindungi kekaisaran dari serangan suku-suku Arab penyembah berhala. Raja terakhir Bani Lakhm, An Nu'man ibnul Mundhir, salah seorang raja gundal Kekaisaran Sasani pada akhir abad ke-6, juga beralih memeluk agama Kristen (Nestorian).[14] Orang Arab Kristen berperan penting dalam gerakan An Nahdah (kebangunan) pada Zaman Modern. Karena merupakan kaum borjuis dan golongan kelas atas yang terpelajar dalam masyarakat Arab,[15] orang Arab Kristen juga mempengaruhi percaturan politik, dunia usaha, dan seni budaya di Dunia Arab.[16][17] Kini orang Arab Kristen tetap memainkan peranan penting di Dunia Arab, hidup relatif sejahtera, berpendidikan tinggi, dan berhaluan politik moderat.[18]

Orang Arab Kristen bukanlah satu-satunya kelompok umat Kristen di Timur Tengah, karena ada cukup banyak komunitas umat Kristen pribumi non-Arab, yakni umat Kristen Asiria, umat Kristen Aram, umat Kristen Armenia, umat Kristen Kaldea, dan lain-lain. Meskipun kadang-kadang digolongkan sebagai "umat Kristen Arab", umat Kristen Maronit dan umat Kristen Koptik, yang merupakan kelompok-kelompok umat Kristen terbesar di Timur Tengah, sering kali menganggap diri mereka bukan orang Arab. Sebagian umat Kristen Maronit membanggakan diri sebagai keturunan bangsa Fenisia kuno, sementara umat Kristen Koptik lebih bangga menjadi keturunan bangsa Mesir kuno daripada bangsa Arab.[19]

Sejarah

Zaman Kuno

Gereja Jubail adalah reruntuhan gedung gereja dari abad ke-4 di dekat kota Jubail, Arab Saudi, salah satu gedung gereja tertua di dunia. Gedung ini dulunya milik Gereja Persia, Gereja Timur yang bermazhab Nestorian.[20]

Orang Arab Kristen adalah warga pribumi kawasan Asia Barat, lama sebelum umat Islam mulai melancarkan aksi-aksi penaklukan di kawasan Bulan Sabit Subur pada abad ke-7. Ada banyak suku Arab yang memeluk agama Kristen semenjak abad pertama tarikh Masehi, antara lain kaum ʿAnbat dan Bani Ghassan.[21]

Mungkin sekali kaum ʿAnbat adalah suku Arab pertama yang datang bermukim di kawasan selatan negeri Syam menjelang akhir milenium pertama sebelum permulaan tarikh Masehi. Mula-mula kaum ʿAnbat adalah kaum penyembah berhala, tetapi kemudian memeluk agama Kristen pada zaman Kekaisaran Romawi Timur, yakni pada sekitar abad ke-4 tarikh Masehi.[22] Suku-suku Arab yang selanjutnya datang ke kawasan ini mendapati sisa-sisa kaum ʿAnbat yang telah bertransformasi menjadi petani. Lahan-lahan mereka dirampas dan dibagi-bagi menjadi daerah kekuasaan kerajaan-kerajaan suku Arab Qahtani yang tunduk pada daulat Kekaisaran Romawi Timur, yakni Kerajaan Bani Ghassan, Kerajaan Bani Himyar, dan Kerajaan Bani Kindah di kawasan utara Jazirah Arab.

Banyak warga Bani Taʾi, Bani Abdul Qais, dan Bani Taghlib juga diketahui memeluk agama Kristen pada zaman pra-Islam. Kota Najran, pusat syiar Kristen di Jazirah Arab, terkenal sebagai tempat berlangsungnya penganiayaan terhadap umat Kristen yang dilakukan oleh Dzu Nuwas, salah seorang Raja Yaman yang memeluk agama Yahudi. Al Harits, pemimpin umat Kristen Najran pada masa penganiayaan Dzu Nuwas, dihormati Gereja Katolik sebagai Santo Aretas. Sejumlah pengkaji sejarah pada Zaman Modern menduga bahwa Filipus Orang Arab adalah Kaisar Romawi pertama yang memeluk agama Kristen.[23] Pada abad ke-4, ada sejumlah besar umat Kristen yang mendiami Jazirah Sinai, Mesopotamia, dan Jazirah Arab.

Kitab Suci Perjanjian Baru memuat keterangan tentang orang-orang Arab yang menerima agama Kristen dalam Kisah Para Rasul. Diriwayatkan bahwa tatkala Santo Petrus berkhotbah di Yerusalem, khalayak ramai bertanya-tanya, "bagaimana mungkin kita masing-masing mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri, yaitu bahasa yang kita pakai di negeri asal kita? ... baik orang Yahudi maupun penganut agama Yahudi, orang Kreta dan orang Arab, kita mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri tentang perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah." (Kisah Para Rasul 2:8–11). Dengan demikian, umat Kristen Arab adalah salah satu komunitas Kristen tertua.

Keterangan tentang keberadaan umat Kristen di Jazirah Arab pertama kali muncul dalam Kitab Suci Perjanjian Baru. Rasul Paulus mengaku berkunjung ke Arab sesudah memeluk agama Kristen (Galatia 1:15–17). Di kemudian hari, Eusebius menyebut-nyebut tentang seorang uskup bernama Berilus, pemimpin umat Kristen di Bostra (Busra Asy Syam), tempat diselenggarakannya sebuah sinode sekitar tahun 240, dan dua kali konsili Arab. Umat Kristen sudah hadir di tanah Arab sekurang-kurangnya sejak abad ke-3.[23]

Selain itu, syiar Kristen juga datang dari Etiopia, khususnya menjelang munculnya agama Islam. Menurut beberapa sumber, sejumlah warga Hijaz telah memeluk agama Kristen, termasuk salah seorang sepupu istri Muhammad, Khadijah binti Khuwailid, dan sejumlah orang Kristen Etiopia pernah pula berdiam di Mekah.[24]

Zaman Islam

Abu At Tiflisi, martir Kristen Arab, santo pelindung kota Tbilisi

Setelah banyak daerah bekas provinsi Kekaisaran Romawi Timur dan Kekaisaran Persia Sasani jatuh ke tangan bala tentara Arab, sehimpunan besar populasi Kristen pribumi harus tunduk di bawah daulat Arab Muslim. Sepanjang sejarah, ada banyak sempalan Kristen yang dicap sebagai ahli bidah dan ditindas oleh pemerintah Kekaisaran Romawi Timur, misalnya kaum non-Kalsedon. Manakala memperluas wilayah kekuasaan dengan menyerang negeri-negeri di Asia, kawasan utara Afrika, dan kawasan selatan Eropa, para panglima bala tentara Muslim menuntut musuh-musuhnya untuk memeluk agama Islam, atau membayar jizya setiap tahun, jika tidak mau diperangi sampai mati. Pihak-pihak yang tidak mau berperang dan tidak bersedia memeluk agama Islam terpaksa harus bersedia menbayar jizya.[25][26] Sudah umum disepakati bahwa sejak agama Islam disebarluaskan pada abad ke-7, banyak orang Kristen memutuskan untuk tidak memeluk agama Islam. Banyak pakar dan cendekiawan semisal Edward Said yakin bahwa umat Kristen di Dunia Arab banyak berkontribusi bagi kemajuan peradaban Arab semenjak abad ke-7 sampai sekarang. Dari masa ke masa, muncul sejumlah penyair ulung dari kalangan umat Kristen Arab, dan banyak orang Kristen Arab (maupun non-Arab) yang berprofesi sebagai tabib, pujangga, pamong praja, dan ahli sastra.

Di bawah daulat Arab Muslim, umat Kristen dilindungi dan jauh lebih bebas mengamalkan keyakinannya ketimbang di bawah daulat Romawi Timur (Kristen Ortodoks Timur), tetapi sekaligus menjadi sasaran empuk aniaya. Selaku Ahlul Kitab (kaum berkitab suci, yakni hanya umat Kristen dan umat Yahudi), umat Kristen di bawah daulat Arab Muslim diberi hak-hak tertentu berdasarkan syariat Islam untuk mengamalkan ajaran agamanya, termasuk hak untuk menerapkan hukum Kristen dalam pembuatan putusan, penyelesaian perkara, maupun pemidanaan di mahkamah. Berbeda dari umat Muslim, yang wajib membayar zakat, umat Kristen wajib membayar jizya. Jizya tidak dipungut dari budak belian, perempuan, anak-anak, para rahib, kaum lansia, orang sakit,[27][28] para pertapa, dan fakir miskin.[29] Imbal balik pembayaran jizya adalah izin bagi kaum Ahlul Kitab untuk mengamalkan ajaran agamanya, hak swatantra terbatas, hak mendapatkan perlindungan negara terhadap agresi dari luar, pengecualian dari dinas militer, dan pengecualian dari kewajiban membayar zakat.[30][31][32]

Peranan dalam An Nahdah

An Nahdah, atau Renaisans Kebudayaan Arab, adalah gerakan kebangkitan budaya yang bermula pada penghujung abad ke-19 dan permulaan abad ke-20, sesudah Muhammad Ali Pasya angkat kaki dari Syam pada tahun 1840.[33] Beirut, Kairo, Damaskus, dan Aleppo merupakan pusat-pusat gerakan An Nahdah yang bermuara pada pendirian sekolah-sekolah, universitas-universitas, teater, dan media cetak berbahasa Arab. An Nahdah juga menghasilkan pembaharuan di bidang sastra, bahasa, dan puisi. Gerakan politik aktif, yang dikenal dengan nama "asosiasi", muncul bersamaan dengan gagasan kebangsaan Arab dan tuntutan terhadap Imperium Osmanli untuk melakukan reformasi. Kemunculan gagasan kemerdekaan bangsa Arab dan reformasi bermuara pada seruan untuk mendirikan negara-negara modern meniru gaya Eropa. Pada kurun waktu inilah karya-karya tulis berbahasa Arab untuk pertama kalinya dicetak dengan huruf Arab.

May Ziade, salah seorang tokoh utama An Nahdah di bidang kesusastraan Arab. Ia dikenal sebagai salah seorang "feminis perdana" dan salah seorang "perintis feminisme timur."

Banyak umat Kristen non-Arab binasa akibat aksi genosida berlatar belakang agama yang dilakukan Kekaisaran Turki Osmanli beserta sekutu-sekutunya dalam peristiwa genosida Asiria dan bencana kelaparan dahsyat di Gunung Lebanon sewaktu Perang Dunia I berkobar. Aksi pembinasaan ini dilakukan serentak dengan aksi genosida Armenia dan genosida Yunani.

Zaman Modern

Sejumlah tokoh gerakan kebangsaan Arab yang paling berpengaruh adalah orang Arab Kristen, misalnya Qustantin Zuraik, cendekiawan asal Suriah. Beberapa orang Arab Kristen adalah penyunting surat-surat kabar terkemuka di Wilayah Mandat Palestina, antara lain surat kabar Falastin, yang disunting oleh Isa Al Isa dan Yusuf Al Isa, serta surat kabar Al Karmil, yang disunting oleh Najib Nasar. Khalil As Sakakini, tokoh masyarakat Yerusalem, adalah orang Arab Kristen Ortodoks, demikian pula Jurj Habib Antunius, penulis buku The Arab Awakening.

Dalam Perang Arab–Israel 1948, sejumlah komunitas Arab Kristen Ortodoks Yunani juga terkena dampaknya, antara lain komunitas Al Bassa, Ramlah, Lod, Safed, Kafr Bir'im, Iqrit, Tarbikha, Eilabun. Perang ini juga mengakibatkan pengungsian orang-orang Arab Kristen seramai kira-kira 20.000 jiwa dari Haifa, 20.000 jiwa dari Yerusalem Barat, 700 jiwa dari Akko, dan 10.000 jiwa dari Jaffa. Kendati demikian, tokoh-tokoh Arab Kristen terkemuka seperti Taufik Toubi, Emil Touma, dan Emil Habibi tidak ikut hijrah, dan kelak menjadi pimpinan-pimpinan partai komunis di Israel. Jurj Habasy, pendiri Front Rakyat untuk Pembebasan Palestina adalah seorang Arab Kristen.

Jul Yusuf Jamal, perwira militer Suriah yang meledakkan dirinya sambil menubruk sebuah kapal Prancis, juga adalah seorang Arab Kristen.

Banyak orang Kristen Palestina yang turut berperan aktif dalam pembentukan dan tata kelola Otoritas Nasional Palestina sejak tahun 1994.

Peristiwa-peristiwa yang terjadi selama Musim Dingin Arab benar-benar menyengsarakan komunitas Arab Kristen Suriah, sama seperti komunitas-komunitas Kristen lain di Suriah, baik selaku warga dari negara yang tengah diluluhlantakkan perang maupun selaku kaum minoritas yang menjadi bulan-bulanan laskar-laskar jihad. Banyak umat Kristen, termasuk orang-orang Kristen Arab, terpaksa mengungsi atau hijrah meninggalkan Suriah akibat Perang Saudara Suriah.

Baca juga

Rujukan

  1. ^ a b c d e "Christians of the Middle East - Country by Country Facts and Figures on Christians of the Middle East". Middleeast.about.com. 09 Mei 2009. Diakses tanggal 06 Desember 2012. 
  2. ^ a b c "Overview of religious history of Syria". ewtn.org. Diakses tanggal 15 Agustus 2016. 
  3. ^ a b Kildani, Hanna (8 Juli 2015). "الأب د. حنا كلداني: نسبة الأردنيين المسيحيين المقيمين 3.68%" (dalam bahasa Arab). Abouna.org. Diakses tanggal 17 Juli 2016. 
  4. ^ a b "CBS data on Christian population in Israel (2016)" (dalam bahasa Ibrani). Cbs.gov.il. 
  5. ^ "The Beleaguered Christians of the Palestinian-Controlled Areas, by David Raab". Jcpa.org. Diakses tanggal 2012-12-06. 
  6. ^ Chehata, Hanan (22 Maret 2016). "The plight and flight of Palestinian Christians" (PDF). Middle East Monitor. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 8 Juni 2012. Diakses tanggal 20 April 2016. 
  7. ^ "Who are Egypt's Christians?". BBC News. 26 Februari 2000. 
  8. ^ Fr. Antonio. "Statistics". Diakses tanggal 24 March 2015. 
  9. ^ Bundeszentrale für politische Bildung. "Christen in der islamischen Welt". Diakses tanggal 20 April 2016. 
  10. ^ "Christian Converts in Morocco Fear Fatwa Calling for Their Execution". Christianity Today. Diakses tanggal 15 Agustus 2016. 
  11. ^ "'House-Churches' and Silent Masses —The Converted Christians of Morocco Are Praying in Secret". Vice. 23 Maret 2015. Diakses tanggal 15 Agustus 2016. 
  12. ^ Phares, Walid (2001). "Arab Christians: An Introduction". Arabic Bible Outreach Ministry. Archived from the original on 5 November 2004. 
  13. ^ "Demographics". Arab American Institute. Diakses tanggal 4 September 2016. 
  14. ^ Philip K. Hitti. History of the Arabs. edisi ke-6; Macmillan and St. Martin's Press, 1967, hlmn. 78–84 (mengenai Bani Ghassan dan Bani Lakhm) dan hlmn. 87–108 (mengenai Yaman dan Hijaz).
  15. ^ Radai, Itamar (2008). "The collapse of the Palestinian-Arab middle class in 1948: The case of Qatamon" (PDF). Middle Eastern Studies. 43 (6): 961–982. doi:10.1080/00263200701568352. ISSN 0026-3206. Diakses tanggal 15 Agustus 2016. 
  16. ^ Teague, Michael (2010). "The New Christian Question". Al Jadid Magazine. 16 (62). Diakses tanggal 20 April 2016. 
  17. ^ Pacini, Andrea (1998). Christian Communities in the Arab Middle East: The Challenge of the Future. Clarendon Press. hlm. 38, 55. ISBN 978-0-19-829388-0. 
  18. ^ "Pope to Arab Christians: Keep the Faith". The Huffington Post. 16 Juni 2009. Diakses tanggal 20 April 2016. 
  19. ^ "Coptic assembly of America - Reactions in the Egyptian Press To a Lecture Delivered by a Coptic Bishop In Hudson Institute". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-07-14. Diakses tanggal 20 April 2016. 
  20. ^ Langfeldt, John A. (1994). "Recently discovered early Christian monuments in Northeastern Arabia". Arabian Archaeology and Epigraphy. 5: 32–60. doi:10.1111/j.1600-0471.1994.tb00054.x. 
  21. ^ Khoury, George (22 Januari 1997). "The Origins of Middle Eastern Arab Christianity". melkite.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 22 Februari 2001. 
  22. ^ Rimon, Ofra. "The Nabateans in the Negev". Hecht Museum. Diarsipkan dari versi asli tanggal 20 November 2018. Diakses tanggal 7 February 2011. 
  23. ^ a b Parry, Ken (1999). Melling, David, ed. The Blackwell Dictionary of Eastern Christianity. Malden, MA: Blackwell Publishing. hlm. 37. ISBN 978-0-631-23203-2. 
  24. ^ Philip K. Hitti, History of the Arabs, edisi ke-6. (Macmillan and St. Martin's Press, 1967, hlmn. 78-84 (mengenai Bani Ghassan dan Bani Lakhm) dan hlmn. 87-108 (mengenai Yaman dan Hijaz).
  25. ^ Sabet, Amr (2006), The American Journal of Islamic Social Sciences 24:4, Oxford; hlmn. 99–100
  26. ^ Khadduri, Majid (2010). War and Peace in the Law of Islam, Johns Hopkins University Press; hlmn. 162–224; ISBN 978-1-58477-695-6
  27. ^ Shahid Alam, Articulating Group Differences: A Variety of Autocentrisms, Journal of Science and Society, 2003
  28. ^ Seed, Patricia. Ceremonies of Possession in Europe's Conquest of the New World, 1492-1640, Cambridge University Press, 27 Oktober 1995, hlmn. 79-80.
  29. ^ Ali, Abdullah Yusuf (1991). The Holy Quran. Medina: King Fahd Holy Qur-an Printing Complex.
  30. ^ John Louis Esposito, Islam the Straight Path, Oxford University Press, 15 Januari 1998, hlm. 34.
  31. ^ Lewis (1984), hlmn. 10, 20
  32. ^ Ali, Abdullah Yusuf (1991). The Holy Quran. Medina: King Fahd Holy Qur-an Printing Complex, hlm. 507
  33. ^ Gran, Peter (Januari 2002). "Tahtawi in Paris". Al-Ahram Weekly Online (568). Diarsipkan dari versi asli tanggal 24 Juni 2003. 

Kepustakaan

  • Sir Ronald Storrs, The Memoirs of Sir Ronald Storrs. Putnam, New York, 1937.
  • Itamar Katz and Ruth Kark, 'The Greek Orthodox Patriarchate of Jerusalem and its congregation: dissent over real estate' in The International Journal of Middle East Studies, Jld. 37, 2005.
  • Orthodox Shun Patriarch Irineos
  • Seth J. Frantzman, The Strength and the Weakness: The Arab Christians in Mandatory Palestine and the 1948 War, tesis M.A. di Universitas Ibrani Yerusalem, tidak diterbitkan.

Pranala luar