Lompat ke isi

Pustaha

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Pustaha koleksi Tropenmuseum dengan sampul (lampak) bermotif kadal Boraspati

Pustaha, dikenal juga sebagai pustaka dalam kelompok bahasa Batak Utara dan laklak dalam bahasa Simalungun, adalah naskah tradisional Batak yang utamanya digunakan oleh pendeta adat Batak (Datu) sebagai catatan pribadi mengenai ilmu kedukunan (hadatuan). Naskah ini terbuat dari olahan kulit kayu yang dilipat-lipat dan ditulisi dengan aksara Batak, seringkali dengan selingan gambar dan diagram esoteris.

Bahan

Untuk membuat pustaha, kulit dalam pohon gaharu (Aquilaria malaccensis) dipotong dan dihaluskan menjadi lembar panjang yang disebut laklak. Panjang lembar laklak bisa berkisar antar 60 cm hingga 7 m, meski diketahui pula pustaha yang lembaran laklaknya memiliki panjang hingga 15 m. Lembar laklak ini kemudian dilipat-lipat, dan kedua ujungnya dapat direkatkan pada sampul kayu bernama lampak yang seringkali memiliki ukiran kadal Boraspati. Meski pemahat kayu merupakan profesi yang tersendiri dalam masyarakat Batak tradisional, Datu memahat sendiri segala perkakas miliknya yang berhubungan dengan praktek hadatuan, termasuk sampul pustaha.[1] Tulisan dalam naskah pustaha ditulis dengan tinta menggunakan pena dari rusuk daun aren (Arenga pinnata) yang disebut suligi atau pena dari tanduk kerbau yang disebut tahungan.[2]

Isi

Salah satu halaman dalam Pustaha Agung koleksi Tropenmuseum

Pustaha umumnya dimulai dengan daftar Datu yang mewariskan ilmunya secara turun-temurun hingga penulis pustaha yang bersangkutan. Isi utama pustaha merupakan pembahasan ilmu hadatuan yang secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga macam ilmu: ilmu menyambung hidup, menghancurkan hidup, dan meramal. Ilmu-ilmu lain yang terkait dengan praktek hadatuan seperti tata upacara, pembuatan jimat, dan resep obat-obatan juga dapat dibahas, seringkali dengan selingan gambar dan diagram esoteris. Kadang, cuplikan legenda atau mitos asal-muasal disertakan untuk memberikan konteks makna pada aspek hadatuan tertentu.[3]

Isi pustaha digubah menggunakan bahasa Batak arkais yang disebut hata poda, secara harfiah berarti "bahasa amanat", yang khusus digunakan oleh para Datu dan calon Datu di seantero ranah Batak untuk mempermudah komunikasi antar individu yang seringkali bahasa ibunya berbeda-beda. Karena sifatnya sebagai catatan pribadi dan bahasanya yang arkais, maksud dan informasi di dalam pustaha seringkali hanya dapat dipahami oleh Datu atau calon Datu dengan pengetahuan awal yang memadai.[3]

Kepunahan

Bersamaan dengan masuknya pengaruh Kristen maupun Islam di suatu wilayah Batak, tradisi tulis tradisional di daerah yang bersangkutan umumnya mengalami kemunduran begitu pula praktek penulisan Pustaha. Meski misionaris Kristen awalnya mendukung penggunaan aksara Batak dan mengembangkan teknologi cetak aksara Batak untuk kegiatan dakwah mereka, penggunaan aksara ini tidak didukung semua pihak dan tak jarang pendakwah asing maupun lokal melaksanakan pemusnahan pustaha dan segala benda beraksara batak yang dianggap "menyimpang".[4] Hal yang serupa juga terjadi di wilayah yang menerima pengaruh Islam seperti Mandailing, Partibi, dan Sipirok karena pengaruh kaum Padri.[5][6] Sekitar tahun 1920, sudah tidak ada lagi Datu yang memproduksi pustaha otentik. Satu-satunya naskah aksara Batak yang masih sering dihasilkan di ranah Batak kontemporer adalah tiruan pustaha sebagai cendramata di pusat-pusat pariwisata seperti Parapat dan Tomok.[7]

Galeri

Rujukan

  1. ^ Kozok 1996, hlm. 234–241.
  2. ^ Teygeler 1993, hlm. 601–607.
  3. ^ a b Kozok 1996, hlm. 241–242.
  4. ^ Meerwaldt, J.H. (1922). "De nieuwe Bataksche Letterkunde". Mededelingen van wege het Nederlandsch Zendelinggenootschap. 66: 295–311. 
  5. ^ Voorhoeve, Petrus (1927). Overzicht van de volksverhalen der Bataks. hlm. 314. 
  6. ^ Willer, T.J. (1846). "Verzameling der Battahschen wetten en instellingen in Mandheling en Pertibie". Tijdschrift voor Nederlandsch Indië. 8: 145–424. 
  7. ^ Kozok 1996, hlm. 245-246.

Daftar Pustaka

Pranala luar

Naskah Digital