Lompat ke isi

Pengguna:Alteaven

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
idPengguna ini merupakan penutur ibu bahasa Indonesia.
en-3This user is able to contribute with an advanced level of English.
... Pengguna ini ingin berkemampuan untuk bertutur lebih banyak bahasa.
Pengguna ini bisa membaca Aksara Bali.
Pengguna ini bisa membaca Surat Batak.
Pengguna ini bisa membaca
Aksara Jawa.
ᨒᨚᨈᨑPengguna ini bisa membaca Aksara Lontara.
Pengguna ini bisa membaca
Aksara Sunda.

Wikipedian Indonesia

Tentang pengguna

Nama saya Aditya Bayu Perdana bertempat tinggal di Jakarta.

Tertarik banyak hal, namun utamanya hal-hal yang berbau sejarah, bahasa, atau seni.

Kontribusi

Membuat

Menyunting

Galeri

Beberapa gambar yang saya upload di Commons.

Akun lain

Wikipedia Inggris
Commons

Aksara

Aksara merupakan huruf dasar yang merepresentasikan satu suku kata. Aksara Bali memiliki sekitar 33 aksara dasar, namun tidak semuanya digunakan dengan setara. Dalam perkembangannya, terdapat aksara yang tidak lagi digunakan sementara beberapa lainnya hanya digunakan pada konteks tertentu sehingga huruf-huruf dalam aksara Bali dikelompokkan ke dalam beberapa jenis berdasarkan fungsi dan penggunaannya.

Wyanjana

Aksara wyañjana (ᬳᬓ᭄ᬱᬭᬯ᭄ᬬᬜ᭄ᬚᬦ) adalah aksara konsonan dengan vokal inheren /a/. Sebagai salah satu aksara turunan Brahmi, aksara Bali memiliki 33 aksara wyañjana untuk menuliskan 33 bunyi konsonan yang digunakan dalam bahasa Sanskerta dan Kawi. Bentuknya dapat dilihat sebagaimana berikut:[1]

Aksara Wyañjana (deret kuno)
Tempat pelafalan
Warga
Pancawalimukha Semivokal
Ardhaswara
Sibilan
Ūṣma
Celah
Wisarga
Nirsuara Bersuara Sengau
Anunāsika
Tidak Teraspirasi
Alpaprāṇa
Teraspirasi
Mahāprāṇa
Tidak Teraspirasi
Alpaprāṇa
Teraspirasi
Mahāprāṇa
Velar
Kaṇṭya


ka


kha


ga


gha


ṅa1


ha/a3
Palatal
Tālawya


ca


cha


ja


jha


ña2


ya


śa6
Retrofleks
Mūrdhanya


ṭa4


ṭha


ḍa5


ḍha


ṇa


ra


ṣa
Dental
Dantya


ta


tha


da


dha


na


la


sa
Labial
Oṣṭya


pa


pha


ba


bha


ma


wa
Catatan

^1 /ŋa/ sebagaimana nga dalam kata "mengalah"
^2 /ɲa/ sebagaimana nya dalam kata "menyanyi"
^3 berperan ganda sebagai fonem /ha/ dan /a/ dalam bahasa Kawi

Pelafalan berikut tidak digunakan dalam bahasa Bali modern:

^4 /ʈa/ sebagaimana tha dalam kata bahasa Jawa "kathah"
^5 /ɖa/ sebagaimana dha dalam kata bahasa Jawa "padha"
^6 /ɕa/ mendekati pengucapan sya dalam kata "syarat"

Dalam perkembangannya, bahasa Bali modern tidak lagi membedakan pelafalan seluruh aksara dalam deret Sanskerta-Kawi sehingga aksara Bali modern hanya menggunakan 18 bunyi konsonan dan 18 aksara dasar yang kemudian disebut sebagai aksara wrĕṣāstra (ᬳᬓ᭄ᬱᬭᬯᬺᬱᬵᬲ᭄ᬢ᭄ᬭ). Aksara yang tersisa digunakan untuk mengeja kata serapan Sanskreta-Kawi dan disebut sebagai aksara śwalalita (ᬳᬓ᭄ᬱᬭᬲ᭄ᬯᬮᬮᬶᬢ). Sebagai contoh, kata desa merupakan kosa kata serapan Sanskreta yang aslinya ditulis menggunakan aksara sa saga alih-alih sa danti karena pelafalan suku kata sa yang menggunakan konsonan /ɕa/ (mendekati pengucapan sya dalam kata "syarat"). Secara pengucapan, bahasa Bali tidak membedakan antara pengucapan sa saga dan sa danti, namun ejaan Sanskreta asli selalu dipertahankan kapan pun memungkinkan dalam penulisan. Salah satu alasannya agar sejumlah kata yang bunyinya sama dapat dibedakan dalam tulisan, misal antara kata pada (ᬧᬤ, tanah/bumi), pāda (ᬧᬵᬤ, kaki), dan padha (ᬧᬥ, sama), serta antara kata asta (ᬳᬲ᭄ᬢ, adalah), astha (ᬳᬲ᭄ᬣ, tulang), dan aṣṭa (ᬅᬱ᭄ᬝ, delapan).[2][3][4]

Aksara Wyañjana (deret modern)
ha/a1 na ca ra ka da ta sa wa la ma ga ba nga pa ja ya nya
Wrĕṣāstra
2
4




13










Śwalalita 3
5
6
7

8

9
10

11

12
14

15
16
17
18
19
Catatan

^1 berperan ganda sebagai fonem /ha/ dan /a/ tergantung kata yang bersangkutan

Nama-nama berikut digunakan untuk membedakan antar aksara wresastra dan swalalita:

^2 na kojong ^3 na rambat ^4 ca murca ^5 ca laca, hanya teratestasi dalam bentuk pasangan, bentuk aksara dasarnya merupakan rekonstruksi kontemporer ^6 ka mahaprana ^7 da madu ^8 da murda alpaprana ^9 da murda mahaprana
^10 ta tawa ^11 ta latik ^12 ta latik mahaprana ^13 sa danti ^14 sa saga ^15 sa sapa ^16 ga gora ^17 ba kembang ^18 pa kapal ^19 ja jera

Swara

Aksara swara (ᬳᬓ᭄ᬱᬭᬲ᭄ᬯᬭ) adalah aksara yang digunakan untuk menulis vokal murni. Aksara Bali memiliki 14 aksara vokal yang diwarisi dari tradisi tulis Sanskerta. Bentuknya dapat dilihat sebagaimana berikut:[5]

Aksara Swara
Tempat pelafalan
Warga
Velar
Kaṇṭya
Palatal
Tālawya
Labial
Oṣṭya
Retrofleks
Mūrdhanya
Dental
Dantya
Velar-Palatal
Kaṇṭya-Tālawya
Velar-Labial
Kaṇṭya-Oṣṭya
Pendek
Hrĕṣwa


a


i


u


ṛ/rĕ1


ḷ/lĕ2


e3


o
Panjang
Dīrgha


ā


ī


ū


4


5


ai6


au7
Catatan

^1 ra rĕpa, /rə/ sebagaimana re dalam kata "remah"
^2 la lĕnga, /lə/ sebagaimana le dalam kata "lemah"
^3 /e/ sebagaimana e dalam kata "enak"

Pelafalan berikut tidak digunakan dalam bahasa Jawa modern:

^4 ra rĕpa tĕdung, dalam bahasa Sanskerta sebenarnya hanya digunakan sebagai pelengkap sistem fonologi Pāṇini[6]
^5 la lĕnga tĕdung, dalam bahasa Sanskerta sebenarnya hanya digunakan sebagai pelengkap sistem fonologi Pāṇini[6]
^6 diftong /aj/ sebagaimana ai dalam kata "sungai"
^7 diftong /aw/ sebagaimana au kata "pantau"

Sebagaimana aksara wyañjana, bahasa Bali modern tidak lagi membedakan pelafalan semua aksara swara dan hanya aksara untuk vokal pendek yang pelafalannya bersifat fonemis. Aksara vokal panjang dilafalkan sebagaimana padanan pendek masing-masing, namun tetap digunakan untuk pengejaan kata serapan Sanskerta-Kawi.[3]

Ra rĕpa ᬋ, ra rĕpa tĕdung ᬌ, la lĕnga ᬍ, dan la lĕnga tĕdung ᬎ adalah konsonan silabis yang dalam bahasa Sanskerta digunakan untuk beberapa kasus spesifik sebagai pelengkap sistem fonologi Pāṇini.[6] Ketika digunakan untuk bahasa selain Sanskerta, pelafalan keempat aksara ini sering kali bervariasi. Dalam perkembangan bahasa Bali modern, ra rĕpa dilafalkan /rə/ (sebagaimana re dalam kata "remah") sementara la lĕnga dilafalkan /lə/ (sebagaimana le dalam kata "lemah"). Kedua aksara ini wajib digunakan untuk mengganti tiap kombinasi ra+pepet (ᬭᭂ → ᬍ) serta la+pepet (ᬮᭂ → ᬍ) tanpa terkecuali.[7]

Penggunaan di luar bahasa Jawa

Bahasa Sunda

Aksara Jawa juga dapat digunakan untuk menulis bahasa Sunda. Namun aksara dimodifikasi dan dikenal dengan nama Cacarakan. Perbedaannya terlihat dari tidak digunakannya huruf da (ꦢ) dan tha (ꦛ), sehingga konsonan dasarnya hanya terdiri dari 18 huruf. Huruf da dalam Cacarakan justru mempergunakan huruf yang dalam bahasa Jawa diucapkan dha ().[8] Perbedaan juga terlihat dari penyederhanaan vokal /o/ menjadi tanda baca tarung ((18px)),[8] dan bentuk huruf nya yang berbeda (ꦤ꧀ꦚ). Huruf ini dibangun dari huruf na yang diberi pasangan nya.[9]

Contoh penggunaan Aksara Jawa dalam bahasa Sunda[8]
Latin Cacarakan Sunda Sunda Baku
Deduga peryoga, ngaliarkeun taleus ateul, anjeunna handap lanyap.
ꦝꦼꦝꦸꦒꦥꦼꦂꦪꦴꦒ꧈ꦔꦭꦶꦪꦂꦏꦼꦴꦤ꧀ꦠꦊꦴꦱ꧀ꦲ꦳ꦠꦼꦴꦭ꧀‌ ꦄꦤ꧀ꦗꦼꦴꦤ꧀ꦤꦲꦤ꧀ꦝꦥ꧀ꦭꦤ꧀ꦚꦥ꧀꧈
ᮓᮨᮓᮥᮌ ᮕᮨᮁᮚᮧᮌ, ᮍᮜᮤᮃᮁᮊᮩᮔ᮪ ᮒᮜᮩᮞ᮪ ᮒᮩᮜ᮪, ᮃᮔ᮪ᮏᮩᮔ᮪ᮔ ᮠᮔ᮪ᮓᮕ᮪ ᮜᮕ᮪.

Cacarakan Sunda ini dipakai selama kurang lebih 300 tahun setelah keluarnya ultimatum dari VOC pada tanggal 3 November 1705 yang mewajibkan penggunaan aksara Jawa, abjad Pegon, dan alfabet Latin untuk menuliskan bahasa Jawa dan Sunda. Sebagai akibatnya, aksara Sunda kuno dan Rikasara Cirebon punah karena sudah tidak lagi digunakan untuk menulis dalam bahasa Sunda. Saat ini, bahasa Sunda sudah menggunakan aksara baru yang diberi nama aksara Sunda baku, menggantikan Cacarakan. Hanya sebagian kecil daerah di Jawa Barat masih mempertahankan Cacarakan untuk menulis bahasa Sunda.[10][11]

Bahasa Madura

Aksara Jawa juga digunakan untuk menulis bahasa Madura. Dikenal dengan nama Akṣara Maḍurâ (ꦄꦏ꧀ꦱꦫꦩꦝꦸꦫ),[12] aksara ini diperkirakan mulai masuk ke Pulau Madura pada awal abad ke-13 akibat pengaruh dari keraton-keraton Jawa.[13] Secara garis besar, aksara Jawa yang digunakan untuk menulis bahasa Madura memiliki sedikit perbedaan dengan aksara Jawa pada umumnya. Perbedaan terletak pada penamaan aksara.[13]

Akṣara Maḍurâ
Aksara Wyanjana
Transkripsi a na ca ra ka
dhâ
ta sa wa
la
pa ḍâ
ḍhâ

jhâ
ya
nya ma
ghâ

bhâ
tha nga
Akṣara Ghâjâng (18px) (18px) (18px) (18px) (18px) (18px) (18px) (18px) (18px) (18px) (18px) (18px) (18px) (18px) (18px) (18px) (18px) (18px) (18px) (18px)
Akṣara Raja (18px) (18px) (18px) (18px) (18px) (18px) (18px) (18px) (18px)
Aksara Sowara
a/â i u é/è o
(18px) (18px) (18px) (18px) (18px)
Pangangguy Sowara
i u ê é/è o
(18px)
cethak
(18px)
soko
(18px)
petpet
(18px)
talèng/lenge
ꦺꦴ(18px)
talèng-talong/lenge-longo
Pangangguy Panyegek
-ng -'

(suara sentak)

-r
(18px)
cekcek
(18px)
bisat/wikayan/bikyan
(18px)
sajar
Pangangguy Panambah
-ra- -re- -ya-
ꦿ(18px)
cakkra/podor
(18px)
kerrot/perper
(18px)
pengkal/sokomalja
Virama
(18px)
papatèn/pengkon
Angka
Angka Arab 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0
Angka Jawa
Nama (madura) ꦲꦺꦠ꧀ꦠꦺꦴꦁ ꦢꦸꦮꦃ ꦠꦼꦭ꧀ꦭꦺꦴꦃ ꦲꦼꦩ꧀ꦥꦃ ꦭꦺꦩ ꦲꦼꦤ꧀ꦤꦼꦩ꧀ ꦥꦺꦠ꧀ꦠꦺꦴ ꦧꦭ꧀ꦭꦸꦃ ꦱꦔ ꦲꦺꦤ꧀ꦤꦺꦴꦭ꧀
Nama (latin) èttong duwâ' tello' empa' lèma ennem pètto bâllu' sanga ennol

Contoh

Alfabet Latin Akṣara Maḍurâ
24 orèng sè ollè bhântowan berrâs. ꧋꧒꧔꧇ꦲꦺꦴꦫꦺꦁꦱꦺꦲꦺꦴꦭ꧀ꦭꦺꦧꦤ꧀ꦠꦺꦴꦮꦤ꧀ꦧꦼꦂꦫꦱ꧀꧈
Bhu Salama ngobângè 21 bighi' somangka. ꧋ꦧꦸꦯꦭꦩꦔꦺꦴꦧꦔꦺ꧇꧒꧑꧇ꦧꦶꦒꦶꦃꦱꦺꦴꦩꦁꦏ꧉
Pa' Salam ngobângè sampan 735. ꧋ꦥꦃꦯꦭꦩ꧀ꦔꦺꦴꦧꦔꦺꦱꦩ꧀ꦥꦤ꧀꧇꧗꧓꧕꧉

Fon

Perbandingan tampilan beberapa fon Jawa
꧋ꦱꦧꦼꦤ꧀ꦮꦺꦴꦁꦏꦭꦲꦶꦂꦫꦏ꧀ꦏꦺꦏꦤ꧀ꦛꦶꦩꦂꦢꦶꦏꦭꦤ꧀ꦢꦂꦧꦺꦩꦂꦠꦧꦠ꧀ꦭꦤ꧀ꦲꦏ꧀ꦲꦏ꧀ꦏꦁꦥꦝ꧉
Hanacaraka/Pallawa, oleh Teguh Budi Sayoga
JG Aksara Jawa, oleh Jason Glavy
Tuladha Jejeg, oleh R.S. Wihananto
Aturra, oleh Aditya Bayu Perdana
Adjisaka, oleh Sudarto HS/Ki Demang Sokowanten
Noto Sans Javanese, oleh Google Inc.
Djoharuddin, oleh Aditya Bayu Perdana[a]
Papan nama Jalan Malioboro yang menggunakan fon aksara Jawa "Hanacaraka" karya Teguh Budi Sayoga, berstatus sebagai fon resmi yang digunakan dalam penulisan papan nama jalan di Yogyakarta.

Pada tahun 2013, terdapat sejumlah fon pendukung aksara Jawa yang beredar luas: Hanacaraka/Pallawa oleh Teguh Budi Sayoga,[14] Adjisaka oleh Sudarto HS/Ki Demang Sokowanten,[15] JG Aksara Jawa oleh Jason Glavy,[16] Carakan Anyar oleh Pavkar Dukunov,[17] dan Tuladha Jejeg oleh R.S. Wihananto,[18] yang berbasiskan teknologi Graphite (SIL). Fon lain yang edaran terbatas termasuk Surakarta yang dibuat oleh Matthew Arciniega pada 1992 untuk screen fon Mac,[19] dan Tjarakan yang dikembangkan AGFA Monotype sekitar tahun 2000.[20] Terdapat juga fon berbasis symbol bernama Aturra yang dikembangkan Aditya Bayu Perdana sejak 2012–2013.[21] Pada tahun 2014, Google memperkenalkan Noto Sans Javanese sebagai bagian dari seri fon Noto untuk mendukung semua bahasa di dunia.[22]

Karena kompleksitas aksara Jawa, banyak fon aksara Jawa menggunakan metode input non-konvensional dibanding aksara Brahmi lain, dan memiliki sejumlah masalah. Semisal, penggunaan JG Aksara Jawa dapat menimbulkan konflik dengan tulisan lain karena fon tersebut menggunakan kode berbagai tulisan selain Jawa.[23]

Secara teknis, dapat dikatakan bahwa fon Tuladha Jejeg adalah yang paling lengkap. Fon tersebut mampu menampilkan bentuk kompleks dan mendukung semua karakter Jawa dengan basis Unicode. Hal ini dicapai dengan penggunaan teknologi Graphite SIL. Namun karena tidak banyak tulisan yang butuh dukungan sekompleks Jawa, penggunaan terbatas pada program yang mendukung Graphite, seperti peramban web Firefox dan klien surel Thunderbird. Fon ini juga digunakan untuk tampilan aksara Jawa di situs-situs web Wikimedia Foundation, seperti situs web Wikipedia.[9]

  1. ^ Everson 2008, hlm. 1.
  2. ^ Simpen 1994, hlm. 44.
  3. ^ a b Tinggen 1993, hlm. 7.
  4. ^ Sutjaja 2006, hlm. 735-739.
  5. ^ Everson 2008, hlm. 2.
  6. ^ a b c Woodard, Roger D (2008). The Ancient Languages of Asia and the Americas. Cambridge University Press. hlm. 9. ISBN 0521684943. 
  7. ^ Sutjaja 2006, hlm. 757.
  8. ^ a b c Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama tolong
  9. ^ a b Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama TJ
  10. ^ Rosyadi (1997). Pelestarian dan usaha pengembangan aksara daerah Sunda. Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Jawa Barat, Departemen Pendidikan dan Kebudayan Republik Indonesia. 
  11. ^ Sisi senyap politik bising. Budi Susanto, A., 1952-. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 2007. ISBN 9789792116588. OCLC 262737609. 
  12. ^ "Terjemahan Bahasa Madura". terjemahan.madura.web.id. Diakses tanggal 2020-02-22. 
  13. ^ a b Rochkyatmo, Amir (1996-01-01). Pelestarian dan Modernisasi Aksara Daerah: Perkembangan Metode dan Teknis Menulis Aksara Jawa. Direktorat Jenderal Kebudayaan. 
  14. ^ Teguh Budi Sayoga (September 2004). "Hanacaraka". Diakses tanggal 9 November 2013. 
  15. ^ Ki Demang Sokowanten (1 November 2009). "Adjisaka". Diakses tanggal 9 November 2013. 
  16. ^ Jason Glavy (16 December 2006). "JG Aksara Jawa". Diakses tanggal 9 November 2013. 
  17. ^ Pavkar Dukunov (Nov 25, 2011). "Carakan Anyar". Hanang Hundarko. Diakses tanggal 9 November 2013. 
  18. ^ R.S. Wihananto. "Tuladha Jejeg, Javanese Unicode font". Diakses tanggal 9 November 2013. 
  19. ^ Matthew Arciniega's page
  20. ^ AGFA Monotype: Javanese. Glyph repertoire
  21. ^ Aditya Bayu Perdana (1 September 2013). "Aturra, font for Javanese". Diakses tanggal 9 November 2013. 
  22. ^ "googlefonts/noto-fonts". GitHub (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-02-22. 
  23. ^ Pitulung: Aksara Jawa


Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref> untuk kelompok bernama "lower-alpha", tapi tidak ditemukan tag <references group="lower-alpha"/> yang berkaitan