Bolano, Bolano, Parigi Moutong
Bolano | |
---|---|
Negara | Indonesia |
Provinsi | Sulawesi Tengah |
Kabupaten | Parigi Moutong |
Kecamatan | Bolano |
Kode pos | 94479 |
Kode Kemendagri | 72.08.21.2001 |
Luas | - |
Jumlah penduduk | - |
Kepadatan | - |
Bolano adalah desa di kecamatan Bolano, Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, Indonesia.
Kerajaan Boano merupakan satu diantara kerajaan islam yang ada di Provinsi Sulawesi Tengah, Kabupaten Parigi Moutong, Kecamatan Bolano. Seperti yang diriwayatkan oleh pemangku-pemangku adat Boano, Masyarakat Boano berasal dari pegunungan Lampasio yaitu di Kabupaten Toiltoli. Ketika itu pada masa Kerajaan Lampasio, di ceritakan bahwa ketika masa pemerintahan Kongian Kopitu Lampasio (Raja Ketujuh Lampasio). Kongian (Raja) inilah, yang menjadi cikal bakal Kongian Boano yang kita ketahui bersama sampai saat ini. Kerajaan Boano adalah kerajaan Islam, seperti yang diriwayatkan oleh nenek Elesia, masyarakat Bolano telah Islam sejak masih berada di Lampasio. Agama Islam dibawa masuk oleh Sultan dari Maluku, karena pernikahannya dengan putri dari Kongian Lampasio. Dari pernikahan inilah seluruh masyarakat Kerjaan Lampasio diislamkan oleh Sultan tersebut. Ada beberapa bukti yang menjadikan hal tersebut benar-benar terjadi yaitu gulungan teks berbahasa arab yang digunakan Sultan dalam mengislamkan Kerajaan Lampasio saat itu. Setelah Kerajaan Lampasio telah memeluk agama islam, Kongian Lampasio memutuskan mencari tempat tinggal baru dalam menjalani kehidupan baru tersebut. Ketika memusyawarakan hal tersebut saudari Kongian menolak ajakan dari Kongian Lampasio untuk pergi mencari tempat tinggal baru dan memilih tinggal ditanah leluhurnya, kesepakatan pun terjadi diantara keduanya, untuk membedakan beberapa bahasa antara mereka dan membagi dua yang tetap tinggal dan yang pergi. Sebelum kepergian sang Kongian dan masyarakat kerjaan lainnya dibuatlah prosesi adat untuk kepergian sang Kongian dan lainnya. Perjalanan pun dimulai oleh Kongian dan masyarakat adat untuk mencari kehidupan baru, sampailah disuatu tempat. Kemudian mereka membangun sebuah perkampungan di wilayah tersebut. Setelah perkampungan tersebut terbangun. Sistem kerjaan pun dibangun dengan gagah. Kerajaan dan kepemimpinan tetap berada di tangan Kongian. Perluasan wilayah pun terjadi, batas Kerjaan pada masa itu dari Maninili (Kec. Tinombo Selatan saat ini) sampai Salampengut (Kec. Moutong). Luasnya Kerajaan Lambunut membuat Kongian untuk membuat sebuah Goong (Gong) berukuran raksasa. Goong tersebut di buat oleh 7 pandai besi terbaik kerajaan dengan meleburkan emas sebagai unsur utamanya. Istri sang Sultan yaitu putri Kongian melahirkan seorang anak laki-laki. Namun ketika usia sang Pangeran beberapa tahun, Allah Swt. Berkendak lain. Cucu sang Kongian meninggal dunia. Semua masyarakat kerjaan bersedih mendengar perihal kematian sang Pangeran, istri sang Sultan benar-benar merasa terpukul akan kepergian anaknya, kemudian jatuh sakit dan akhirnyapun menyusul sang Pangeran. Belum selesai kesedihan kematian sang Pangeran Kongian dan Sultan kembali di hadapkan kematian sang istri. Sultan pun dengan berat hati meninggalkan Kerjaan Lambunut pulang kembali ke Maluku namun berjanji akan kembali. Tak sampai setahun sang Sultan datang kembali membawa dua buah tombak diberikan kepada Kongian. tombak satu diberi nama sang Sultan dan istri , tombak yang satu diberi nama sang Pangeran. Kemudian sang Sultan kembali berpamitan kepada kongian untuk pulang ke negri asalnya di Maluku dan tak akan kembali lagi. Kerjaan Lambunut kian terkenal nan gagah ditanah Sulawesi. Hal tersebut dapat dibuktian oleh duah buah tobak puasaka dan selembar tulisan dengan tulisan Bugis Bone Kuno hadiah pemberian dari Arumpalaka Raja Bone. Arumpalaka memohon bantun kepada kerjaan Lambunut untuk membatunya dalam perang saudara melawan kerjaan Gowa. Dalam perang saudara tersebut Kongian dan Panglima serta Prajurit Lambunut berhasil menjebol benteng dari Gowa. Dan Kongian berhasil menaklukan Gowa, dan Bone berhasil meraih kemenangan. Hal inilah yang membuat Raja Bone memberikan hadiah berupa dua tombak pusaka dan teks bertulisan Bone Kuno kepada Kerajaan Lambunut dan mejadikan kerjaan Lambunut sebagai saudara Raja Bone manjuluki kerajaan Boano sebagai Bone Ciddi’ (Bone Kecil). Hadiah tersebut disejarahkan dibawa oleh 14 keluarga masyarakat Bajo Kendari masing-masing keluarga satu perahu, dan bukti tombak tersebut masih terawat hingga saat ini dan teks tersebut masih ada namun telah lapuk temarkan usia. Setelah peristiwa tersebut ada seorang sepasang suami istri meminta perlindungan kepada kongian Lambunut. Sepasang suami istri ini adalah raja Tombolotutu dan istrinya yang tengah hamil tua. Mereka tengah dikejar oleh Belanda dan antek-anteknya. Kongianpun menyetujui perlindungan tersebut namun memberikan syarat kepada Tombolotutu untuk mengganti namanya agar tersamarkan dari pencarian Belanda. Penyamaran Raja Tombolotutu pun terbongkar karena adanya penghianat didalam kerajaan Lambunut. Membocorkan perihal penyamaran Tombolotutu. Mendengar kabar Belanda akan datang ke Kerjaan, Kongian memerintahkan beberapa prajurit untiuk menyelamatkan penduduk dan prajurit lainya meyelamatkan pusaka-pusaka yang ada dan perajurit lainnya menyembunyikan gong yang merupakan salah satu incaran Belanda kemudian kongian beserta prajurit lainnya pergi mengantar raja Tombolotutu kekampung asalnya. ketika kembali dari mengantar Tombolotutu, Kongian bersedih melihat kondisi Kerjaan yang hangus terbakar akibat kemarahan Belanda yang melihat Kerjaan dalam keadaan kosong. Kemudian Kongian berkata BOANO NA BOAMO (hangus sudah tidak ada lagi apa-apa). Kata Boano tadi merubah nama Lambunut menjadi nama Kerjaan Boano. Hingga saat ini.