Masjid Raya Pariaman
Masjid Raya Pariaman | |
---|---|
Agama | |
Afiliasi | Islam |
Kepemimpinan | Wakaf |
Lokasi | |
Lokasi | Kota Pariaman, Sumatra Barat, Indonesia |
Arsitektur | |
Tipe | Masjid |
Gaya arsitektur | Minangkabau tradisional |
Dibangun oleh | Syekh Muhammad Jamil |
Spesifikasi | |
Kapasitas | 600 |
Panjang | 21 meter |
Menara | 2 |
Masjid Raya Pariaman adalah sebuah masjid batu pertama yang terletak di Jalan Syekh Mohammad Jamil, Kampung Perak, Pariaman Tengah, Kota Pariaman, Sumatra Barat, Indonesia. Masjid ini didirikan atas prakarsa seorang ulama bernama Syekh Muhammad Jamil El Khalidi (1830–1928).
Pemerintah Indonesia telah menetapkannya sebagai benda cagar budaya di bawah Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Sumatra Barat, Riau, dan Kepulauan Riau.
Sejarah
Kementerian Agama Republik Indonesia mencatat bahwa masjid ini didirikan pada tahun 1300 Hijirah (sekitar tahun 1882).[1][2] Pemrakarsa pembangunan yakni seorang ulama bernama Syekh Muhammad Jamil El Khalidi. Pembangunnya dilakukan secara gotong royong oleh masyarakat Pasar Pariaman dipimpin seorang tukang bangunan bernama Sutan Tundun.[3] Saat didirikan, masjid ini menjadi masjid batu pertama yang terdapat di Pariaman sehingga dijuluki sebagai masjid batu.[4]
Masjid Raya Pariama didirikan dengan proses pembangunan memakan waktu sekitar empat tahun dengan biaya sekitar 100.000 gulden Belanda. Setelah pembangunannya selesai, dibangun sarana pendukung lainya seperti madrasah dan surau suluk.[5] Madrasah dibangun pada 1925 bernama Madrasatul Falah.[4]
Masjid Raya Kota Pariaman dikenal pula sebagai Surau Pasa karena berlokasi di dekat Pasar Pariaman. Di samping masjid, dulunya terdapat Surau Anjuang, tempat Syekh Muhammad Jamil El Khalidi mengajar.[4]
Arsitektur
Sebelum Masjid Raya Pariaman, terdapat masjid terdahulu yang bangunannya terbuat dari kayu. Masjid tersebut didirikan pada tahun 1829, yang pembangunannya bersamaan dengan pembangunan Masjid Raya Badano dan Masjid Raya Nagari IV Angkek Padusunan. Arsitektur serta desain dari ketiga masjid ini memiliki persamaan, karena memang dirancang dan dibangun oleh arsitek yang sama.[4]
Masjid Raya Pariaman bertingkat dua. Pada tingkat pertama berukuran 21 x 21 meter dan pada tingkat kedua berukuran 9,5 x 9,5 meter. Masjid ini memiliki atap tumpang sebanyak lima buah. Terlihat dari luar bangunan ini merupakan bangunan Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat Wilayah Kerja Provinsi Sumatera Barat, Riau dan Kepulauan Riau tahun 2018 dengan satu lantai tetapi setelah masuk ke dalam bangunan maka pada bagian atas terdapat loteng yang dihubungkan dengan sebuah tangga dibagian belakang bangunan. Bagian loteng ini terbuat dari bahan kayu yang merupakan satu rangkaian dengan kerangka atap dan plafon.[5]
Bagian tubuh bangunan tersusun dari bata berplester yang dibagian ruang utama masjid terdapat sembilan buah tiang dan salah satunya merupakan tiang utama atau soko guru yang berada di tengah-tengah bangunan. Pada saf terdepan terdapat tiang-tiang yang dihubungkan dengan lengkungan, bagian tersebut membedakan antara saf pertama dengan saf yang ada di belakangnya.[5]
Pada tahun 1992 masjid dipugar oleh pengurus masjid. Bangunan masjid ditopang oleh 9 tiang dan satu tiang soko. Arsitektur masjid mencirikan arsitektur masjid tipe Bodi-Caniago. Atap masjid awalnya terbuat dari ijuk dan telah diganti dengan seng. Di samping masjid terdapat makam Syekh Mohammad Jamil yang dimakamkan pada 10 Februari 1928. Di samping masjid terdapat surau pasar yang beratap tumpang tiga dan terbuat dari kayu. Surau ini difungsikan untuk tempat mengaji.[5]
Rujukan
- ^ http://simas.kemenag.go.id/index.php/profil/masjid/91108/
- ^ https://issuu.com/waspada/docs/waspada__minggu_30_mei_2010/20
- ^ https://pariamankota.go.id/berita/sejarah-mesjid-raya-kota-pariaman-mesjid-batu-pertama-di-kota-pariaman
- ^ a b c d Sadri Chaniago. "Mengenal Syekh Muhammad Jamil El Khalidi, Ulama Besar Pariaman Zaman Hindia Belanda". Diakses tanggal 2020-05-28.
- ^ a b c d https://situsbudaya.id/surau-pasar-masjid-raya-pariaman/