Gajah, Sambit, Ponorogo
Gajah | |
---|---|
Negara | Indonesia |
Provinsi | Jawa Timur |
Kabupaten | Ponorogo |
Kecamatan | Sambit |
Kode pos | 63474 |
Kode Kemendagri | 35.02.04.2001 |
Luas | 2.020,186 Ha |
Jumlah penduduk | 4.487 jiwa |
Kepadatan | ... jiwa/km² |
Gajah adalah sebuah desa di wilayah Kecamatan Sambit, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur.
SEJARAH DESA GAJAH
Sejarah Desa Gajah memang menjadi bahan pembicaraan bagi penduduk Gajah sendiri maupun Desa lain yang pernah ada hubungan famili maupun hal lain, khususnya bagi pengamat sejarah yang ingin mengkaji lebih jauh tentang latar belakang daerah yang merupakan tempat pertama penyebaran penduduk di Gajah. Dahulu Gajah merupakan hutan belantara banyak pohon-pohon dan hewan liar hal ini masih bisa dibuktikan seperti di koripan Ngrancah Sarehan Gobok dan masih banyak lagi yang belum diuraikan disini. Banyak cerita tentang asal usul penduduk Gajah pertama kali dari keturunan Paku Alam III putra dari Istri Selir putra Paku Alam II dengan permaisuri di Tegal Sari Jetis Hasan Besari. Putra Alam III dari putri istri Selir pertama tidak diketahui namanya, sedangkan istri paku alam dengan selir II mempunyai anak yang jumlahnya 5 (lima).
Putra pertama oleh sang raja disuruh supaya berkelana ke pantai selatan yaitu, Ngrayun, trenggalek,dan panggul. Anak ke dua ikut kakaknya di panggul. Suatu ketika oleh sang kakak maupun orang tua disuruh mencari tempat tinggal sendiri (babat lahan) penghidupan kearah utara dari panggul. Putra ke dua yang bernama Raden Donoharjo Kusuma menurut perintah kakaknya yang bernama Palang beliau menyusuri hutan ke utara termasuk wilayah Sambit selatan. Sampailah beliau di Gobok dan menginap sebentar disana setelah menginap lalu melanjutkan perjalanan, diperjalanan beliau ingat membawa tongkat tapi tertinggal di gobok, sampai sekarang penduduk setempat menamai sarehan gobok. Raden Donoharjo Kusumo terus menuju sebelah barat karena daerah dipandang agak datar lewat gunung caruk disana menggali tanah sebentar dan menurut cerita di gunung caruk banyak menyimpan benda-benda berharga yaitu, emas, perak, perunggu dan lain sebagainya sampai sekarang. Pada tahun 1700 Raden Donoharjo Kusuma datang di desa Gajah tepatnya 500m arah utara dari balai desa Gajah, menuruti perintah kakaknya yaitu Raden Palang, untuk memohon petunjuk dari yang maha kuasa (bersemedi) agar kiranya beliau diperkenankan membuka lahan penghidupan. Selanjutnya tak terduga beliau tertidur sampai kesiangan (karipan bahasa jawa) maka tempat tersebut dinamakan Lingkungan koripan asal kata karipan dan tempat pertama kahuripan (untuk hidup). Tahun demi tahun beliau sekeluarga terus menetap di daerah tersebut, punya putra yang bernama Joyo Kusuma. Joyo Kusuma menikah punya putra bernama Joyo Karsa. dalam kehidupannya beliau termasuk orang sufi yang sangat terkenal. Diwaktu hidupnya beliau pernah menanam kelapa, anehnya yang ditanam kulitnya (sepet jawa) bukan isinya ternyata bisa tumbuh menjadi pohon kelapa. Hingga ratusan tahun anehnya lagi buahnya tidak ada isinya melainkan kulit semua (sepet kabeh jawa). Beliau juga pernah menanam buah nangka anehnya lagi yang ditanam bukan isinya (beton jawa) melainkan (dami jawa) ternyata tumbuh pohon besar dan ajaibnya apabila dipotong/diambil getahnya, selain ahli warisnya/nasabnya maka yang keluar warnanya merah, kedua tanaman tersebut punah sekitar tahun 1970 an. Kelebihan beliau pada saat penjajah belanda akan masuk desa Gajah selalu gagal sebab setiap sampai di hutan kuwik Belanda badannya lemas tidak berdaya dan akhirnya pulang. Beliau ahli pikir untuk masa depan termasuk orang yang ahli merencanakan (ngrancang) hal-hal yang sangat berharga maka tempat tinggalnya dinamakan Dusun Ngrancah dari kata ngrancang kencana. Maka setelah tahu masyarakat Ponorogo selatan bahwa di Gajah aman untuk mengungsi sewaktu-waktu ada serangan dari VOC Belanda. Banyak penduduk yang mengungsi terutama dari warga Jetis sampai akhirnya menetap di Desa Gajah. Begitulah sekilas diantara kelebihan Raden Joyo Karsa
Awal Pemerintahan Desa Gajah
Sebelum membicarakan hal pemerintahan di desa Gajah yang paling awal, perlu diketahui bahwa Gajah pada zaman hindia Belanda dijadikan perkebunan kopi yang sangat luas untuk mengurusi perkebunan tersebut Doro onder memerintahkan orang-orang sekaligus untuk menjadi mata-mata (intelejen) kebanyakan mereka berasal dari desa Nglewan dan desa Maguan. Dibuatkan tempat istirahat/pesanggrahan yang sekarang dinamakan lingkungan Sanggrahan Dusun Ngrancah Desa Gajah bagian barat laut. Diantara utusan/anthek Belanda ada yang masih bujangan ketika bertemu gadis ada yang berpendapat berasal dari keturunan Donoharjo Kusuma juga ada yang berpendapat dari Desa Nambak Bungkal.
Ketika melamar sang putri punya sayembara mau dijadikan istri oleh pemuda tersebut dengan syarat diberi maskawin/mahar beberapa hewan ternak kerbau dan lembu. Maka pemuda tadi menuruti permintaan sang putrri dengan cara meminjam hewan-hewan tersebut dari Nglewan dan diarak dari Gajah Sanggrahan ke timur. Akhirnya Utusan tersebut menjadi suami istri yang nama kecilnya belum diketahui setelah besar orang tersebut diberi nama Mirmo Suto.
Eyang Mirmo Suto salah seorang yang pemberani dan punya ilmu kelebihan. Ceritanya beliau kadang taat pada Doro Onder kadang-kadang membuat jengkel.
Pada suatuketika beliau (Mirmo Suto) menyalahi aturan Belanda dan diberi sanksi hukuman. Mirmo Suto cepat-cepat datang ditempat persidangan dengan membawa alas sebagai tikar tempat tidur dari duri-duri, terkejutlah Doro Onder dan bingung untuk menghukum Mirmo Suto akhirnya dibebaskan dari hukuman.
Dilain waktu semua penduduk disuruh kerja bakti membuat jalan dari sambit menuju arah selatan (dihutan) agar pengangkutan hasil kopi bisa berjalan lancar. Setelah diabsen siapa yang tidak hadir dalam kerja bakti, ternyata ada satu orang yang tidak hadir yaitu Mirmo suto. Setelah dipanggil ditanya katanya ketiduran bangunnya sampai siang. Doro Onder marah-marah dan menyuruh agar menebang pohon-pohon yang akan dijadikan jalan. Akhirnya Mirmo Suto mengerjakan tugas tersebut walaupun dengan perasaaan jengkel. Dengan kejengkelannya Mirmo Suto mencabuti pohon-pohon yang besar seperti layaknya kayu kecil, orang-orang melihat heran manusia kok seperti Gajah. Dengan peristiwa tersebut Mirmo Suto oleh Doro Onder Tamansari diangkat menjadi Lurah sesuai dengan kekuatannya maka desa tersebut diberi nama Gajah. Selain itu didekatnya rumahnya ada gunung yang mirip binatang gajah
Hal tersebut diatas mempunyai filsafat hidup bagi masyarakat sekitar bahwa:
a. Tanaman kelapa (sepet) orang hidup akan mendapatkan apa yang ia perbuat sesuai apa yang ia perbuat sebelumnya.
b. Tanaman nangka dari dami (jawa) yang getahnya berwarna merah, bila bukan nasabnya mempunyai filsafat dilarang mengambil sesuatu yang bukan haknya dan berlaku sewenang-wenang terhadap sesama manusia. Sampai sekarang pun sudah banyak contoh penduduk dan siapapun di desa Gajah yang melanggar pantangan tersebut banyak yang menerima musibah dan tidak panjang umur.
Pakaian kebesaran beliau kain sutra berwarna hijau muda (ijo pupus) dan jarik kawung serta jobahnya (udeng gadung melathi). Pakaian warna tersebut juga menjadi pantangan bagi penduduk Gajah (tidak boleh memakai pakaian yang serupa). Keturunan Raden Joyo Karso adalah Kriyo Dongso, Karsokromo, Iromejo sekitar tahun1890 dan Djamiyo tahun 1925.
Demikian sekilas sejarah berdirinya Desa yang bernama Desa Gajah
Adapun Kepala Desa yang pernah menjabat di desa Gajah sebagai berikut:
1. Kepala Desa Gajah yang pertama adalah Mbah MIRMO SUTO yang memerintah pada tahun ±1790 M. Makam beliau terletak di Pemakaman umum Dukuh Gajah Desa Gajah
2. Pengganti Mbah MIRMO adalah Mbah WARSO KUSUMO yang bertempat tinggal di Lingkungan Puthuk Dukuh Ngrancah, memerintah selama 5 Tahun.
3. Pengganti Mbah WARSO adalah Mbah TRUNO yang bertempat tinggal di Lingkungan Gandu Dukuh Ngrancah, memerintah selama 8 Tahun.
4. Penggantinya adalah Mbah DLEPU yang bertempat tinggal di lingkungan Cendono Dukuh Ngrancah, masa kepemimpinanya selama 4 Tahun.
5. Penggantinya adalah Mbah KARYO DIMEDJO yang bertempat tinggal di lingkungan Puthuk Dukuh Ngrancah yang memerintah selama 20 Tahun.
6. Penggantinya adalah Mbah KROMO HARDJO, dari lingkungan Sanggrahan Dukuh Ngrancah yang memerintah selama 15 Tahun.
7. Pengganti Mbah KROMO HARDJO adalah Mbah IRO DIKROMO yang bertempat tinggal di lingkungan Tempel Dukuh Pule yang masa kepemimpinannya berjalan ± 45 Tahun.
8. Setelah Mbah IRO, Kepala Desa Gajah dilanjutkan oleh Mbah PARDI yang bertempat tinggal dilingkungan Mbanaran Dukuh Ngrancah yang memimpin selama 15 Tahun.
9. Penggantinya adalah Mbah LAWAN WIROHARDJO dari lingkungan Sanggrahan yang memerintah selama 33 Tahun.
10. Setelah Mbah LAWAN, kepemimpinan Desa Gajah diteruskan oleh Putranya yang bernama GENOTO yang memimpin Desa Gajah selama 16 Tahun.
11. Pengganti Mbah GENOTO adalah Putranya yang bernama KADENI, memimpin Desa Gajah selama 8 Tahun.
12. Setelah akhir masa jabatan Mbah KADENI kepemimpinan Desa Gajah diteruskan oleh Putra Beliau bernama AGUS WIJAYA yang memerintah selama 3 Tahun.
13. Setelah AGUS WIJAYA Kepala Desa Gajah diteruskan oleh JOKO SUTRISNO dari Tahun 2007 – 2013.
14. Setelah akhir masa jabatan JOKO SUTRISNO kepemimpinan Desa Gajah diteruskan oleh WINTORO, S.E. dari Dukuh Gajah yang memerintah mulai tahun 2013 sampai Tahun 2019
15. Kemudian Pemerintahan Desa Gajah dipimpin oleh AGUS WIJAYA dari Dukuh Ngrancah hasil dari Pemilihan Kepala Desa Serentak kabupaten Ponorogo pada Tahun 2019 sampai sekarang