Panakawan
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Panakawan adalah sebutan umum untuk kaum pengikut para ksatriya dalam khasanah kesusastraan Indonesia, terutama Jawa. Istilah panakawan berasal dari kata pana yang bermakna "paham", dan kawan yang bermakna "teman". Artinya ialah, para panakawan tidak hanya sekadar pengikut biasa, namun mereka juga memahami apa yang sedang menimpa majikan mereka. Seringkali mereka bertindak sebagai penasihat pribadi sekaligus pengasuh para ksatria majikan tersebut.
Meskipun kisah-kisah pewayangan kebanyakan mengambil dari naskah Mahabharata dan Ramayana yang berasal dari India, namun para tokoh panakawan diyakini merupakan asli ciptaan para pujangga lokal. Tokoh-tokoh seperti Semar atau Petruk sama sekali tidak terdapat dalam naskah-naskah tersebut.
Keberadaan panakawan memberi nilai tersendiri dalam karya sastra, baik itu yang tertulis maupun yang dipentaskan. Mereka bertindak sebagai para pelawak pencair ketegangan melalui humor-humor mereka yang jenaka, namun di lain kesempatan mereka juga bertindak sebagai penasihat majikan mereka jika tertimpa kesulitan.
Daftar Nama para Panakawan
1. Pewayangan Yogyakarta
2. Pewayangan Surakarta
Meskipun demikian, pada zaman sekarang para dalang aliran Surakarta selalu menampilkan Bagong dalam pentas mereka. Jumlah panakawan aliran Surakarta tidak lagi tiga melainkan empat seperti yang ditampilkan di Yogyakarta.
Selain nama-nama di atas, juga dikenal nama Togog dan Bilung sebagai panakawan kaum antagonis. Kedua tokoh ini muncul dalam kedua versi, baik itu Yogyakarta maupun Surakarta.
3. Pewayangan Sunda
4. Pewayangan Jawa Timuran
Dalam pewayangan versi Jawa Timuran yang berkembang di daerah Surabaya, Mojokerto, Lamongan, Malang, dan sekitarnya, tidak dikenal adanya tokoh Gareng dan Petruk. Yang memegang peranan penting adalah Bagong. Sedangkan Besut adalah anak dari Bagong.
5. Pewayangan Bali
Sedangkan panakawan untuk golongan antagonis bernama Delem dan Sangut.
6. Pementasan Ketoprak
Ketoprak adalah seni drama panggung yang berkembang di Jawa yang mementaskan kisah-kisah Wayang Madya (zaman sesudah Parikesit sampai Brawijaya) dan kisah Wayang Wasana (zaman Raden Patah sampai Diponegoro). Panakawan dalam pentas ketoprak tidak ditentukan dengan pasti. Semuanya tergantung kisah yang dipergelarkan. Namun terdapat dua pasang nama yang dipastikan muncul untuk lakon-lakon tertentu, yaitu Sabdopalon dan Nayagenggong, sebagai pengikut Damarwulan sampai Brawijaya, serta Bancak dan Doyok, pengikut Panji Asmarabangun.