Lompat ke isi

Baja

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 3 Agustus 2020 04.31 oleh Bemyval (bicara | kontrib)
Jembatan Baja.

Baja adalah logam paduan, logam besi yang berfungsi sebagai unsur dasar dicampur dengan beberapa elemen lainnya, termasuk unsur karbon. Besi dapat terbentuk menjadi dua bentuk kristal yaitu Body Center Cubic (BCC) dan Face Center Cubic (FCC), tergantung dari tempraturnya ketika ditempa. Dalam susunan bentuk BCC, ada atom besi ditengah-tengah kubus atom, dan susunan FCC memiliki atom besi disetiap sisi pada enam sisi kubus atom. Interaksi alotropi yang terjadi antara logam besi dengan elemen pemadu, seperti karbon, yang membuat baja dan besi tuang memiliki ciri khas yang ada pada diri mereka.

Kandungan unsur karbon dalam baja berkisar antara 0.2% hingga 2.1% dari berat keseluruhan baja tersebut sesuai grade-nya. Elemen berikut ini selalu ada dalam baja: karbon, mangan, fosfor, sulfur, silikon, dan sebagian kecil oksigen, nitrogen dan aluminium. Selain itu, ada elemen lain yang ditambahkan untuk membedakan karakteristik antara beberapa jenis baja diantaranya: mangan, nikel, krom, molybdenum, boron, titanium, vanadium dan niobium.[1]

Dengan memvariasikan kandungan karbon dan unsur paduan lainnya, berbagai jenis kualitas baja bisa didapatkan. Fungsi karbon dalam baja adalah sebagai unsur pengeras dengan mencegah dislokasi bergeser pada kisi kristal dari atom penyusun besi. Tanpa karbon ini maka struktur kristal dari besi murni tidak memiliki resistensi antar atom dan akan saling melewati satu sama lain, atau menjadi sangat lembek. Baja karbon ini dikenal sebagai baja hitam karena berwarna hitam, banyak digunakan untuk peralatan pertanian misalnya sabit dan cangkul.

Penambahan kandungan karbon pada baja dapat meningkatkan kekerasan dan kekuatan tariknya, namun di sisi lain membuatnya menjadi getas serta menurunkan keuletannya.

Meskipun baja sebelumnya telah diproduksi oleh pandai besi menggunakan tungku pembakar selama ribuan tahun, penggunaannya menjadi semakin bertambah ketika metode produksi yang lebih efisien ditemukan pada abad ke-17. Dengan penemuan proses Bessemer di pertengahan abad ke-19, baja menjadi material produksi massal yang membuat harga produksinya menjadi lebih murah. Saat ini, baja merupakan salah satu material paling umum di dunia, dengan produksi lebih dari 1,3 miliar ton tiap tahunnya menggantikan besi tempa. Baja merupakan komponen utama pada bangunan, infrastruktur, kapal, mobil, mesin, perkakas, dan senjata.

Baja modern secara umum diklasifikasikan berdasarkan kualitasnya oleh beberapa lembaga-lembaga standar. Proses pemurnian lanjutan, seperti basic oxygen steelmaking (BOS), menggantikan sebagian besar metoda-metoda lama dengan menurunkan biaya produksi dan meningkatkan kualitas produk akhir.

Definisi dan material terkait

Kata Baja dalam bahasa inggris, yaitu steel berasal dari kata keterangan Proto-Germanic yaitu stahlija atau stakhlijan (terbuat dari baja), yang terkait dengan stahlaz atau stahlija (berdiri tegap).[2]

Seperti yang sudah diulas, kandungan karbon dalam paduan baja ialah antara 0.002% sampai 2.14% dari berat paduan besikarbon.[3] Jumlah ini bisa bervariasi tergantung dari elemen pemadu yang ada didalam paduan seperti mangan, krom, nikel, besi, tungsten, karbon, dan lain sebagainya. Pada dasarnya, baja adalah paduan besi-karbon yang tidak menjalani reaksi eutektik. Kebalikannya, besi tuang justru mengalami reaksi tersebut. Apabila kandungan karbon dalam baja terlalu sedikit, maka besi murni dalam paduan akan menjadi ulet, lembek, dan lemah. Kandungan karbon yang lebih tinggi dari baja normal akan membuat satu paduan yang sering disebut besi babi. Meskipun besi yang berhasil terpadu dengan karbon disebut baja karbon, baja paduan sendiri adalah baja yang dimasukan dengan paduan elemen lain dengan tujuan untuk memberikan karakteristik tertentu terhadap baja tersebut. Elemen-elemen pemadu yang umum dipadukan adalah: mangan, nikel, kroma, molybdenum, boron, titanium, vanadium, tungsten, kobalt, dan niobium.[1] Elemen lain yang penting dalam pembuatan baja: fosfor, belerang, silikon, dan adanya sedikit oksigen, nitrogen, dan tembaga, yang biasanya tidak boleh ada dalam kandungan baja.

Paduan besi-karbon saja tanpa elemen lain dengan kandungan karbon 2.1% biasa disebut besi tuang. Dengan teknik pembuatan baja modern seperti pembentukan bubuk logam, proses ini bisa menghasilkan baja dan material lain dengan kandungan karbon amat tinggi. Besi Tuang tidak mudah untuk dilunakkan bahkan ketika dipanaskan, tapi bisa dibentuk dengan proses penuangan karena besi ini memiliki titik leleh yang rendah serta memiliki properti kemudahan penuangan yang baik.[1] Sebagian komposisi dari besi tuang, meskipun masih lebih ekonomis apabila di lebur dan tuang, bisa diberi perlakuan panas setelah dituang untuk membuat benda dengan karakteristik besi lunak atau besi ulet. Baja berbeda dari besi tempa (sekarang sudah kuno), yang mana besi tersebut mengandung sedikit karbon tetapi banyak sekali mengandung terak

Karakteristik material

Diagram fasa besi-karbon.
Berbagai sampel baja flatbar tempa-total. Yang pertama di paling kiri, adalah baja yang sudah normal. Yang kedua telah melalui martensit tanpa tempa, proses penyiraman. Bagian lainnya telah melalui proses tempa di oven menurut temperatur mereka masing-masing, selama satu jam. "Standar tempaan" seperti ini biasa digunakan oleh pandai besi sebagai pembanding, memastikan bahwa pekerjaan mereka ditempa sesuai dengan warna yang diinginkan.

Besi dapat ditemukan pada bagian kerak bumi hanya dalam bentuk bijih, biasanya dalam bentuk besi oksida seperti magnetit dan hematit. besi diekstraksi dari bijih besi dengan menghilangkan atom oksigen dan kemudian menggabungkannya kembali dengan atom lain seperti karbon. Proses ini disebut peleburan, yang pertamakali digunakan pada logam dengan titik lebur yang lebih rendah dari besi seperti timah, yang meleleh di titik 250 °C (482 °F), serta tembaga yang meleleh di titik 1.100 °C (2.010 °F), kemudian kombinasi dari timah dan tembaga yaitu perunggu, yang titik lelehnya lebih rendah dari 1.083 °C (1.981 °F) .[4] Sebagai pembanding, besi tempa meleleh di sekitar suhu 1.375 °C (2.507 °F).[4] Ada sejumlah kecil besi yang sudah melalui proses ini pada masa lampau dengan cara memanaskan bijih yang ditanam pada bara api dan kemudian menggabungkan kedua logam dengan menempanya menggunakan palu. Kandungan karbon yang terkandung juga dapat dikontrol.

Temperatur tinggi pada proses peleburan dapat dicapai dengan metode kuno yang sudah dipakai sejak zaman Perunggu. Karena tingkat oksidasi besi meningkat sangat cepat diatas suhu 800 °C (1.470 °F), maka harus diperhatikan bahwa proses peleburan harus dilaksanakan pada lingkungan dengan tingkat oksigen rendah. Proses peleburan akan menghasilkan paduan yang dinamakan baja.[4] Kelebihan karbon dan pengotor lainnya dapat dihilangkan dengan beberapa proses bertahap.

Beberapa material lainnya juga ditambahkan ke campuran besi/karbon untuk mendapatkan baja dengan karakteristik yang diinginkan. Nikel dan mangan ditambahkan untuk menambah kekuatan, krom ditambahkan untuk meningkatkan kekerasan dan titik didih, serta penambahan vanadium juga menambah kekerasan serta mengurangi dampak kelelahan logam.[5]

Untuk mencegah korosi, harus ditambahkan kromium paling sedikit 11% wt sehingga membentuk oksida yang keras pada permukaan baja; baja ini dikenal dengan stainless steel (baja anti noda). Tungsten ditambahkan pada pembentukan cementit, sehingga pada kecepatan penyiraman yang lebih rendah akan membentuk martensit. Di sisi lain, sulfur, nitrogen, dan fosfor membuat baja menjadi getas, sehingga elemen ini harus dipisahkan ketika pemrosesan.[5]

Densitas baja bervariasi tergantung dari unsur pembentuknya, namun umumnya berada di antara 7.750 dan 8.050 kg/m3 (484 dan 503 lb/cu ft), atau 775 dan 805 g/cm3 (448 dan 465 oz/cu in).[6]

Meski dalam rentang konsentrasi campuran yang rendah besi dan karbon membentuk baja, namun dapat terbentuk berbagai macam struktur metalurgi yang berbeda dengan sifat yang sangat berbeda pula. Memahami sifat-sifat ini sangat penting dalam produksi baja. Pada suhu ruangan, bentuk besi yang paling stabil adalah struktur body-centered cubic (BCC) yang disebut ferrit atau besi-α. Besi ini merupakan logam lunak yang hanya dapat melarutkan karbon dalam konsentrasi kecil, tidak lebih dari 0.021 wt% pada 723 °C (1.333 °F), dan hanya 0.005% pada 0 °C (32 °F). Pada 910 °C besi murni berubah menjadi struktur face-centered cubic (FCC), yang disebut austenit atau besi-γ. Struktur FCC austenit dapat melarutkan karbon lebih banyak, sampai 2.1%[7] (karbonnya 38 kali ferrit) pada 1.148 °C (2.098 °F), yang disebut besi tuang (cast iron).[8]

Ketika baja dengan kandungan karbon kurang dari 0,8% dipanaskan, maka fase austenitic (FCC) campuran mencoba berubah menjadi fase ferrit (BCC), menghasilkan karbon yang berlebih. Kandungan karbon didalamnya tidak lagi pas didalam struktur austenit FCC. Salah satu cara untuk kandungan karbon supaya bisa terlepas dari austenit tersebut adalah dengan menggunakan reaksi pengendapan solusi cairan material tersebut menjadi sementit, sehingga tersisa besi fasa BCC disekitarnya yang disebut ferit yang kandungan karbonnya lebih rendah. Kedua solusi ini, ferit dan sementit, mengendap secara bersamaan dan membuat sebuah struktur berlapis yang disebut pearlit, dinamai begitu karena kesamaanya dengan material ibu segala mutiara. Dalam sebuah komposisi hypereutectoid (kandungan karbon diatas 0.8%), karbon tersebut akan mengendap terlebih dahulu dengan bentuk sebagai sementit, masuk kedalam bulir pinggiran austenit sampai presentase karbon didalam bulir berkurang hingga mencapai komposisi eutektoid (0.8% karbon), disaat bersamaan struktur pearlit terbentuk. Untuk baja yang memiliki komposisi hypoeutektoid (kandungan karbon dibawah 0.8%), ferit akan terbentuk didalam bulir-bulir besi hingga komposisi lainnya akan naik hingga mencapai 0.8% bagian karbon, dimana struktur pearlit akan terbentuk pada saat yang bersamaan.[9] Contoh tersebut berasumsi bahwa proses penyiraman terjadi perlahan, memberikan waktu yang cukup untuk migrasi karbon dalam cairan solusi.

Dengan meningkatnya kecepatan penyiraman, karbon akan memiliki waktu yang lebih sedikit untuk membentuk karbit pada pinggiran bulir namun akan menghasilkan pearlit yang semakin halus dan halus dalam jumlah besar di dalam struktur bulir tersebut; itulah alasannya kenapa karbit disebar berjauhan dan berfungsi sebagai pencegah cacat didalam bulir tersebut, menghasilkan perkerasan struktur baja. Pada pendinginan kecepatan sangat tinggi yang dihasilkan oleh proses penyiraman, kandungan karbon tidak sempat lagi bermigrasi tapi terkunci ditengah-tengah permukaan austenit dan membentuk martensit. Martensit ialah sebuah bentuk karbon dan besi yang disupersaturasi juga sangat tertekan dan terbebani sehingga sangatlah keras namun rapuh dan tidak elastis. Tergantung dari kandungan karbonnya, fase martensitik sendiri terdiri dari beberapa bentuk. Dibawah 0.2% kandungan karbon, maka akan terbentuk kristal BCC ferit, tapi pada kandungan karbon yang lebih tinggi martenit akan membentuk struktur tetragonal terpusat (BCT). Tidak ada aktifasi energi panas untuk perubahan wujud dari austenit ke martensit.[butuh klarifikasi] Lebih dari itu, tidak ada perubahan komposisional sehingga atom-atom penyusun biasanya tidak berganti pasangan.[10]

Martensit memiliki kepadatan yang lebih rendah dari austenit karena mengembang ketika terjadi pendinginan, jadi perubahan wujud yang terjadi antara mereka hanyalah perubahan volume. Dalam hal ini, pengembangan terjadi. Beban internal dari penggembungan ini biasanya berwujud kompresi fisik terhadap kristal martensite dan tekanan terhadap ferit sisanya, dan pergeseran yang cukup banyak pada keduanya.Apabila penyiraman tidak dilaksanakan dengan benar, beban internal dalam baja tersebut akan mengakibatkan pecahnya struktur ketika pendinginan. Paling minimal hal ini akan menyebabkab perkerasan kerja dan ketidaksempurnaan lainnya. Sangat umum terjadinya getas penyiraman untuk terbentuk ketika baja diberi perlakuan penyiraman air, meskipun tidak selalu terlihat mata.[11]

Perlakuan panas

Ada berbagai perlakuan panas yang biasa digunakan pada proses pengolahan baja. Perlakuan panas yang paling sering digunakan adalah annealing, quenching, dan tempering. Annealing adalah perlakuan panas terhadap baja yang dilakukan dengan memanaskan baja hingga temperatur cukup tinggi untuk membuat baja lunak. Proses ini terjadi dalam tiga tahapan, pemulihan, rekristalisasi, dan penumbuhan butir. Temperatur yang dibutuhkan untuk annealing bergantung pada jenis annealing dan kandungan elemen campuran dalam baja.

Quenching dan tempering awalnya melibatkan pemanasan baja hingga fasanya berubah menjadi austenit lalu dilakukan pendinginan menggunakan media pendingin oli atau air. Penurunan temperatur yang tiba-tiba menghasilkan struktur martensit yang keras dan getas. Baja lalu diproses melalui proses tempering yang merupakan salah satu jenis dari annealing. Pada proses ini sebagian dari struktur martensit akan berubah menjadi sementit, atau spheroidite untuk mengurangi tegangan internal dan cacat dalam baja, sehingga baja lebih ulet dan lebih tahan terhadap keretakan.

Produksi baja

Pelet bijih besi untuk produksi baja

Pengertian proses ereksi pada konstruksi baja secara umum adalah suatu proses yang terdiri dari perakitan komponen baja sehingga menjadi satu kesatuan yang dilaksanakan di lapangan. Proses ereksi terdiri dari proses pengangkatan dan menempatkan komponen baja ke posisi yang diinginkan, kemudian menghubungkan mereka bersama-sama.

Setelah besi melalui proses peleburan dari bijih, besi tersebut akan mengandung karbon yang berlebih. Untuk menjadikannya baja yang normal, perlu dilelehkan dan diproses ulang untuk mengurangi kandungan karbonnya hingga mencapai jumlah yang diinginkan, maka setelah itu elemen-elemen lain dapat ditambahkan. Cairan ini lalu dituang secara terus-menerus membentuk lempeng besi panjang atau dituang menjadi batangan baja. Sekitar 96% baja dituang secara kontinu dan 4%nya diproduksi dalam wujud batangan ingot.[12]

Batangan-batangan ingot ini kemudian dipanaskan didalam lubang peluruh dan digulung ketika masih panas menjadi lempengan, billet, atau billet tempa. Lempengan akan digulung panas atau dingin menjadi lembaran logam atau pelat. Billet yang bersuhu dingin atau panas digulung menjadi batangan, tongkat, dan kabel. Tempaan digulung dingin atau panas menjadi baja struktural, seperti I-beam dan besi rel. Dalam sebuah pabrik baja modern proses-proses ini terjadi di dalam sebuah jalur perakitan, bijih besi masuk dan produk baja keluar.[13] Kadang setelah baja tersebut selesai digulung kemudian diberi perlakuan panas untuk peningkatan kekuatan, tetapi jarang dilaksanakan.[14]

Industri baja

Produksi baja menurut negara tahun 2007
Sebuah pabrik baja di Britania Raya.

Sudah biasa terdengar sebutan "industri besi dan baja" sebagai suatu kesatuan, tetapi dari perspektif sejarah mereka adalah produk yang berbeda. Industri baja sering digunakan sebagai indikator perkembangan ekonomi, dikarenakan peran baja untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur dan perkembangan ekonomi secara menyeluruh.[15]

Tahun 1980, lebih dari 500.000 pekerja di industri baja. Pada tahun 2000, pekerja di industri baja menurun hingga 224.000.[16]

Perkembangan ekonomi di India dan Tiongkok yang pesat mengakibatkan peningkatan permintaan baja pada tahun belakangan ini. Antara tahun 2000 hingga 2005, permintaan dunia terhadap baja meningkat sekitar 6%. Sejak tahun 2000, beberapa perusahaan baja Tiongkok dan India[17] telah menjadi perusahaan besar di industri ini, seperti Tata Steel, Shanghai Baosteel Corporation dan Grup Shagang. Produsen baja terbesar di dunia adalah ArcelorMittal.

Pada tahun 2005, British Geological Survey menyatakan bahwa Tiongkok adalah produsen baja terbesar di dunia, sekitar sepertiga produksi baja dunia berasal dari Tiongkok, disusul oleh Jepang, Russia dan Amerika Serikat.[18]

Tahun 2008, baja menjadi komoditas perdagangan di London Metal Exchange. Pada akhir 2008, industri baja sempat terjatuh sehingga banyak menyebabkan pemutusan hubungan kerja.[19]

Sejarah

Baja kuno

Penempaan menggunakan tungku tempa selama Abad Pertengahan

Baja pada zaman kuno dan antik sudah dikenal dan biasanya diproduksi menggunakan tungku tempa dan tungku wadah.[20][21]

Pembuatan baja paling tua dalam sejarah sampai sekarang adalah beberap keping perkakas besi yang digali dari sebuah situs arkeologi di Anatolia (Kaman-Kalehoyuk) dan berusia hampir 4.000 tahun lamanya, bertanggal 1.800 SM.[22][23] Horace mengidentifikasi adanya senjata-senjata berbahan baja seperti falcata di Semenanjung Iberia, sedangkan Baja Nordik sempat digunakan oleh Pasukan Roma.[24]

Reputasi dari Besi serik di India Selatan (baja wootz) tumbuh dengan pesatnya di seantero dunia pada saat itu.[21] Situs-situs pembuatan logam di Sri Lanka menggunakan oven yang memanfaatkan angin muson, mampu untuk membuat baja berkadar karbon tinggi. Produksi massal baja Wootz di Tamilakam menggunakan tungku wadah dan sumber karbon seperti tanaman Avaram terjadi di abad ke-enam SM, sebuah pionir untuk produksi dan metalurgi baja modern.[20][21]

Orang-orang Tiongkok di Periode Negara Perang (403-221 SM) memiliki baja yang diperkeras dengan penyiraman,[25] sedangkan orang Tiongkok pada periode Dinasti Han (202 SM - 220 AD) membuat baja dengan melelehkan besi tempa dan besi tuang bersama-sama, menghasilkan produk akhir yaitu baja berkandungan karbon menengah pada abad ke-1 M.[26][27]

Orang Haya dari Afrika Timur menemukan sebuah oven yang bisa merekagunakan untuk membuat baja karbon pada suhu 1.802 °C (3.276 °F) nyaris 2.000 tahun lalu lamanya. Baja Afrika Timur ini kemungkinan bertanggal 1.400 SM menurut Richard Hooker.[28][29]

Baja Woodz dan Damaskus

Bukti-bukti adanya produksi baja berkarbon tinggi tertua di Subkontinen India ditemukan di Kodumana, wilayah Tamil Nadu, Golconda di wilayah Andhra Pradesh dan Karnataka, serta di wilayah Samanalawewa, Sri Langka.[30] Baja ini dikenal kemudian sebagai baja Wootz, dibuat di India Selatan pada periode abad ke-enam SM dan diekspor ke seluruh dunia.[31][32] Teknologi baja yang sudah ada sebelum 326 SM di wilayah tersebut ditemukan dalam isi literatur Tamil Sangam, Arab dan Latin sebagai baja-baja yang terbaik di dunia dan diekspor ke orang-orang Roma, Mesir, Tiongkok dan Arab pada saat itu - yang mereka sebut besi Serik.[33] Sebuah Perkumpulan Tamil di Tissamaharama pada tahun 200 SM, di Tenggara Sri Lanka, membawa serta artifak besi dan baja dari periode klasik.[34][35][36]

Orang Tiongkok dan lokal di wilayah Anuradhapura, Sri Lanka juga mengadopsi metoda pembuatan baja Wootz dari Dinasti Chera Tamil di India Selatan pada abad ke-5 M.[37][38] Di Sri Lanka, metoda pembuatan baja kuno ini menggunakan sebuah oven angin yang unik, memanfaatkan angin muson yang memiliki kemampuan pembuatan baja berkadar karbon tinggi.[39][40] Karena hal ini, maka asal-muasal teknologi baja di India bisa diestimasi pada rentang waktu 400-500 SM.[31][40]

Klasifikasi baja

  • Berdasarkan komposisi
  • Berdasarkan proses pembuatan
    • Tanur baja terbuka
    • Dapur listrik
    • Proses oksidasi dasar
  • Berdasarkan bentuk produk
    • Pelat batangan
    • Tabung
    • Lembaran
    • Pita
    • Bentuk struktural
  • Berdasarkan struktur mikro
    • Feritik
    • Perlitik
    • Martensitik
    • Austenitik
  • Berdasarkan kegunaan dalam konstruksi
    • Baja Struktural
    • Baja Non-Struktural

Lihat pula

Referensi

  1. ^ a b c Ashby, Michael F. and Jones, David R. H. (1992) [1986]. Engineering Materials 2 (edisi ke-with corrections). Oxford: Pergamon Press. ISBN 0-08-032532-7.  Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "EM2" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  2. ^ Harper, Douglas. "steel". Online Etymology Dictionary. 
  3. ^ Prawoto, Yunan (2013). Integration of Mechanics into Materials Science Research: A Guide for Material Researchers in Analytical, Computational and Experimental Methods (dalam bahasa Inggris). Lulu.com. ISBN 9781300712350. 
  4. ^ a b c Smelting. Encyclopædia Britannica. 2007.  Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Smelting" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  5. ^ a b "Alloying of Steels". Metallurgical Consultants. 2006-06-28. Diakses tanggal 2007-02-28. 
  6. ^ Elert, Glenn. "Density of Steel". Diakses tanggal 2009-04-23. 
  7. ^ Beberapa sumber menyatakan perbedaan dalam angka ini, sehingga dibulatkan menjadi 2.1%, meskipun begitu nilai ini hanya digunakan untuk keperluan akademik karena plain-carbon steel amat jarang dibuat dengan kandungan karbon seperti ini. Lihat:
  8. ^ Smith & Hashemi 2006, hlm. 363.
  9. ^ Smith & Hashemi 2006, hlm. 365–372.
  10. ^ Smith & Hashemi 2006, hlm. 373–378.
  11. ^ "Quench hardening of steel". keytometals.com. Diakses tanggal 2009-07-19. 
  12. ^ Smith & Hashemi 2006, hlm. 361
  13. ^ Smith & Hashemi 2006, hlm. 361–362.
  14. ^ Bugayev, K.; Konovalov, Y.; Bychkov, Y.; Tretyakov, E.; Savin, Ivan V. (2001). Iron and Steel Production. The Minerva Group, Inc. hlm. 225. ISBN 978-0-89499-109-7. 
  15. ^ "Steel Industry". Diakses tanggal 2009-07-12. 
  16. ^ "Congressional Record V. 148, Pt. 4, April 11, 2002 to April 24, 2002". United States Government Printing Office.
  17. ^ "India's steel industry steps onto world stage". Diakses tanggal 2009-07-12. 
  18. ^ "Long-term planning needed to meet steel demand". The News. 2008-03-01. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-11-02. Diakses tanggal 2010-11-02. 
  19. ^ Uchitelle, Louis (2009-01-01). "Steel Industry, in Slump, Looks to Federal Stimulus". The New York Times. Diakses tanggal 2009-07-19. 
  20. ^ a b Davidson, Hilda Ellis (1998). The Sword in Anglo-Saxon England: Its Archaeology and Literature. Boydell & Brewer Ltd. p. 20. ISBN 0851157165.
  21. ^ a b c Srinivasan, S.; Ranganathan, S. "Wootz Steel: an advanced material of the ancient world". Bangalore: Department of Metallurgy, Indian Institute of Science. 
  22. ^ Akanuma, H. (2005). "The significance of the composition of excavated iron fragments taken from Stratum III at the site of Kaman-Kalehöyük, Turkey". Anatolian Archaeological Studies. 14: 147–158. 
  23. ^ "Ironware piece unearthed from Turkey found to be oldest steel". The Hindu. Chennai, India. 2009-03-26. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-03-29. Diakses tanggal 2009-03-27. 
  24. ^ "Noricus ensis", Horace, Odes, i. 16.9
  25. ^ Wagner, Donald B. (1993). Iron and Steel in Ancient China: Second Impression, With Corrections. Leiden: E.J. Brill. hlm. 243. ISBN 90-04-09632-9. 
  26. ^ Needham, Joseph (1986). Science and Civilization in China: Volume 4, Part 3, Civil Engineering and Nautics. Taipei: Caves Books, Ltd. hlm. 563. 
  27. ^ Gernet, Jacques (1982). A History of Chinese Civilization. Cambridge: Cambridge University Press. p. 69. ISBN 0521497817.
  28. ^ "Civilizations in Africa: The Iron Age South of the Sahara". Washington State University. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-06-19. Diakses tanggal 2007-08-14. 
  29. ^ Africa's Ancient Steelmakers. Time, September 25, 1978.
  30. ^ Wilford, John Noble (1996-02-06). "Ancient Smelter Used Wind To Make High-Grade Steel". The New York Times. 
  31. ^ a b Srinivasan, Sharada; Ranganathan, Srinivasa (2004). India's Legendary Wootz Steel: An Advanced Material of the Ancient World. National Institute of Advanced Studies. OCLC 82439861. 
  32. ^ Feuerbach, Ann (2005). "An investigation of the varied technology found in swords, sabres and blades from the Russian Northern Caucasus" (PDF). IAMS. 25: 27–43 (p. 29).  Diarsipkan 2011-04-30 di Wayback Machine.
  33. ^ Srinivasan, Sharada (1994). "Wootz crucible steel: a newly discovered production site in South India". Papers from the Institute of Archaeology. 5: 49–59. doi:10.5334/pia.60. 
  34. ^ Hobbies – Volume 68, Issue 5 – Page 45. Lghtner Publishing Company (1963)
  35. ^ Mahathevan, Iravatham (24 June 2010). "An epigraphic perspective on the antiquity of Tamil". The Hindu. Diakses tanggal 31 October 2010. 
  36. ^ Ragupathy, P (28 June 2010). "Tissamaharama potsherd evidences ordinary early Tamils among population". Tamilnet. Tamilnet. Diakses tanggal 31 October 2010. 
  37. ^ Needham, Joseph (1986). Science and Civilization in China: Volume 4, Part 1, Civil Engineering and Nautics (PDF). Taipei: Caves Books, Ltd. hlm. 282. ISBN 0521058023. 
  38. ^ Manning, Charlotte Speir. "Ancient and Mediæval India. Volume 2". ISBN 9780543929433. 
  39. ^ Juleff, G. (1996). "An ancient wind powered iron smelting technology in Sri Lanka". Nature. 379 (3): 60–63. Bibcode:1996Natur.379...60J. doi:10.1038/379060a0. 
  40. ^ a b Coghlan, Herbert Henery. (1977). Notes on prehistoric and early iron in the Old World. Oxprint. pp. 99–100

Bibilografi

  • Ashby, Michael F.; Jones, David Rayner Hunkin (1992). An introduction to microstructures, processing and design. Butterworth-Heinemann. 
  • Bugayev, K.; Konovalov, Y.; Bychkov, Y.; Tretyakov, E.; Savin, Ivan V. (2001). Iron and Steel Production. The Minerva Group, Inc. ISBN 978-0-89499-109-7. Diakses tanggal 2009-07-19. .
  • Degarmo, E. Paul; Black, J T.; Kohser, Ronald A. (2003). Materials and Processes in Manufacturing (edisi ke-9th). Wiley. ISBN 0-471-65653-4. 
  • Gernet, Jacques (1982). A History of Chinese Civilization. Cambridge: Cambridge University Press.
  • Smith, William F.; Hashemi, Javad (2006). Foundations of Materials Science and Engineering (edisi ke-4th). McGraw-Hill. ISBN 0-07-295358-6. 

Bacaan lebih lanjut

Pranala luar