Wikipedia:Memperbaiki artikel rintisan
Sebuah stub atau tulisan rintisan adalah sebuah artikel yang sangat singkat, umumnya 1 paragraf atau lebih pendek. Sebagian besar stub samasekali tidak membahas topiknya, dan sangat remeh.
Sub-stub adalah istilah informal untuk stub yang sangat pendek, bahkan lebih pendek dari definisi dalam kamus. Istilah sub-stub menyiratkan bahwa informasi dalam stub terlalu ringkas atau sulit dimengerti. Sebagai contoh: "Kapal terbang adalah mesin terbang dengan sayap," atau "Douglas Adams adalah seorang pengarang terkenal yang meninggal di Amerika Serikat". Meskipun stub adalah artikel yang sah dan berguna, sub-stub tidak bisa dianggap demikian, karena seringkali sub-stub membingungkan atau malah keliru. Karena itu, sub-stub dapat dihapus, bergantung situasi.
Software Wikipedia dapat menampilkan link ke stub dengan cara berbeda jika Anda menyetel Threshold untuk stub display lebih besar dari 0, misalnya 200 untuk menandai artikel-aritikel yang lebih pendek dari 200 karakter. Cara ini memudahkan menemukan/memperbaiki (menambah isi dari) sebuah stub. Lihat Special:Preferences untuk menyetel threshold Anda, atau Preferences untuk pertolongan mengenai setting ini dan yang lainnya.
Lihat juga:
- Artikel stub yang sempurna
- Ukuran halaman "Page size"
- Utiliti "Utilities" untuk halaman berguna yang lain.
Peringatan rintisan!
Jika anda membuat sebuah rintisan, tambahkan teks boilerplate untuk memberitahukan pengguna lain bahwa halaman tersebut berisi rintisan. Gunakan templat rintisan yang deskriptif, misalnya:
- Untuk rintisan bertopik agama, ketikkan {{agama-stub}} yang akan menghasilkan
- Untuk rintisan bertopik biografi tokoh, ketikkan {{biografi-stub}} yang akan menghasilkan
- Lihat Pesanan khas MediaWiki untuk informasi lebih lanjut.
Cikal bakal berdirinya desa Kayuuwi.
Oleh > Novi Rorimpandei & Oldi Rembet
Pada dasarnya Kayuuwi ini bisa berdiri kuat dan megah dibumi persada Indonesia, dibumi nyiur melambai sebagai item dari suku Tompakewa yang dikenal dengan kelapa dan kopranya ini bukanlah berdiri dengan tanpa latar belakang yang pasti. Melainkan harus melalui suatu perjalanan sejarah yang sangat panjang. Menurut kasak-kusuk yang berhasil direcord dari pendahulu-pendahulu, kononnya nenek moyang Kayuuwi berasal dari sebuah kampung yang letaknya disebelah barat daya penjuru mata angin , yang tepatnya dikampung Tontumaratas. Diprediksikan mula dari perjalanan sejarah ini dimulai dari Toure, tesebutlah ada delapan orang dari Tontumaratas mengadakan sebuah perjalanan , diketahui mereka berjalan menyusuri hutan dengan mengikuti arah mata angin kebarat. Diantara mereka sempat diketahui satu nama dari kedelapan orang tersebut yaitu Kapero. Ditengah hutan mereka membuat sebuah pondok kecil, yang dibangun diantara pepohonan yang punya marga wasian dan lama kelamaan merekapun semakin betah tinggal disana dan bermukimlah mereka disana dan melanjutkan keturunan disana pula. Kendatipun demikian, atau mereka mungkin sadar sudah terlalu lama mereka bermukin disana, tapi kerinduan akan sanak keluarga di Tontumaratas selalu mereka realisasikan, sesekali mereka berkunjung kesana untuk melepaskan rasa rindu mereka akan kampung dimana mereka dilahirkan . Dan setiap kali mereka berkunjung disana, seperti layaknya tradisi orang Tompakewa mereka disambut dengan sapaan:
“ Ni mayo se tou imbasian “
Yang memiliki arti “ orang-orang dari/yang berdiam diantara pepohonan wasian ( kayu cempaka ) sudah datang “. Yang lama kelamaan sebutan seperti ini menjadi sapaan buat mereka.
Secara etimologis Tou imbasian mempunyai arti,
Tou = Orang I = Mempunyai makan sandang asal / tempat. Wasian = Nama jenis kayu (Kayu Cempaka).
Disini huruf “ w “ menjadi “ nb “ karena telah mendapat imbuhan.
Dan hari-hari selanjutnya, mungkin bermaksud untuk lebih mempermudah atau mempersingkat sapaan, dan jadilah sapaan itu menjadi Tou imbasian dan diperpendek lagi menjadi Tombasian. Tentu kuantitas dari penduduk yang dulunya Cuma delapan orang ini terus berlanjut demikian saja. Waktu demi waktu terus melaju mengikuti perkembangan yang terjadi, penghunipun semakin bertambah dan mengakibatkan mutasi penduduk ataupun perpindahan penduduk terjadi, yang konsekwensinya daerah berburupun semakin sempit sehingga mendorong orang untuk memperluas daerah perburuannya. Dan menurut cerita ada seorang pemburu yang menguasai daerah perburuan yang memanjang hingga menuju penjuru timur laut. Yang persisnya diesepanjang disepanjang alur sungai Ranoangko yang sering disebut sungai Nimanga, yang artinya cabang = panga (Tonemboan –red). Dan kemudian pemburu yang berasal dari Touimbasian ini mendiami daerah ini, yang merupakan sebuah delta. Mungkin dialah manusia yang pertama kali tinggal dipemukiman pertama. Lokasi ini dideskripsikan, sebagai berikut :
Bagian utara ….. Berbatasan dengan lembah yang merupakan terjal yang curam yang dibawanya mengalir air sungai nimanga. Bagian Utara…… Dibatasi oleh sungai dan jurang yang curam. Selatannya ……..mengarah sungai yang berbela dua. Dan bagian baratnya itu, dibatasi jurang yang curam dan sungai.
Jadi jika ditinjau dari sudut Military defend tempat ini dapat dijadikan daerah pertahanan dan benteng alami. Benar juga, keadaan tersebut dijadikan sebagai penghalang jika ada ingin memasuki daerah ini secara sembunyi-sembunyi yang waktu itu daerah ini adalah pemukiman penduduk. Menurut kabar serta cerita orang tua yang terlebih dulu mengenal kayuuwi sebelum kita-kita ini, yang menjadi penduduk pertama yang mendiami daerah ini adalah Piay dan Karengis dalam sejarah perkembangan peduduk Kayuuwi. Sepasang manusia itu mendirikan sebuah pondok seperti halnya orang pertama di Touimbasian , yang tentunya dijadikan sebagai tempat untuk tinggal dan dijadikan model untuk menjalani kehidupan seperti layaknya adanya orang pada umumnya. Dan perlu diketahui pondok yang dijadikan tempat tinggal itupun bukan didirikan asal-asalan saja, tapi didirikan berdasarkan adat istiadat dan bahkan didasarkan pada kepercayaan waktu itu dengan artian supaya pondok yang didirikan itu dapat menjamin keamanan, kesehatan serta gejala sosial yang akan ditimbulkannya. Perebutan daerah atau tempat untuk tinggal maupun daerah berburu sering dijadikan ajang perkelahian dan perebutan daerah koloni sehingga menjadi trauma social dalam meniti kehidupan selanjutnya, namun hantu sosial yang membayangi itu tidak dijadikan sebuah alasan ataupun dijadikan penghalang untuk kehidupan berikutnya karena mereka mempunyai tekad yang juga merupakan modal dasar yang kuat untuk menantang hal-hal seperti diatas yaitu “minaesa” atau kesatuan tanpa komando yang merupakan ciri utama yang menjadi identitas orang Minahasa keturunan Toar dan Lumimuut. Itulah yang ternyata yang ada pada diri Piay dan Karengis beserta penduduk lain. Minahasa atau Tompakewa mengenal juga apa yang dinamakan jaman batu. Ini dibuktikan pada alat-alat yang digunakan sebagai perlengkapan berburu. Yang menjadi pengecualian bila akan mengiris daging tentunya bukan dilakukan dengan mengunakan batu melainkan dengan menggunakan tetewak. Nanti orang Minahasa mengenal pisau dan perlengkapan dapur setelah bangsa lain masuk kedaerah ini. Begitupun yang digunakan untuk menanak nasi bukanlah menggunakan kuali seperti sekarang ini akan tetapi dimasak dengan menggunakan Tambelang atau Winaluyan (bambu yang sering digunakan untuk membuat pagar ). Dan sebagai tempat makan digunakan Tambelong yang asalnya dari bambu juga. Yang dikenal dengan Nimaesa ternyata bukan hanya dapat dilihat pada saat diserang atau terancam musuh / penjahat atau pun dalam mempertahankan wilayah saja, dalam cara makanpun dapat kita buktikan ! Nah, bila waktunya untuk makan tiba mereka terlebih dahulu telah menyiapkan tempatnya, pertama mereka membuat sebuah timbunan tanah yang atasnya dibuat rata yang ukurannya dibuat sesuai dengan banyaknya orang yang ikut makan, kemudian tanah yang sudah diratakan tadi dibuat lubang melengkung, setelah itu letakkan daun sesuai dengan kebutuhan. Dengan tingkat tata karma yang berada pada tingkat norma adat yang mencerminkan orang timur, merekapun makan bersama. Namun sesungguhnya hal semacam ini masih dapat kita lihat pada kampung-kampung yang masih memegang teguh adat budaya peninggalan leluhur. Tapi akhir-akhir ini seiring dengan perkembangan jaman dan pesatnya ilmu pengetahuan serta komunikasi yang semakin kompleks menyebabkan budaya asli/budaya timur mulai terkikis, yang mengakibatkan semakin langkanya budaya seperti diatas.
Daftar stub
Untuk mencari stub, guna pranala berikut untuk melihat halaman-halaman yang diberikan templat {{stub}} atau {{rintisan}}:
Jika anda ingin lihat daftar lebih pendek, lihat halaman-halaman berikut;
- Istimewa:Pranala balik/Wikipedia:Cari dan perbaiki stub
- Istimewa:Pranala balik/Stub
- Istimewa:Pranala balik/Wikipedia:Stub
- Istimewa:Pranala balik/WP:STUB
Untuk pendekatan otomatis:
- Istimewa:Halaman pendek (statis, jarang diperbaharui)
Keberadaan desa Kayuuwi mula-mula
Oleh. Novi Rorimpandei & Oldi Rembet
Di prediksikan tahun 1500 Piay dan Karengis mendatangi hutan yang akhirnya dijadikan tempat tinggal mereka, seperti yang dijelaskan terdahulu bahwa kedatangan mereka hanyalah untuk berburu yang lama kelamaan timbul keinginan untuk menetap, demi mewujudkan impian mereka menjadikan tanah ini sebagai tanah harapan yang dapat memenuhi segala kebutuhan integritasnya. Juga didorong oleh karena desa Tombasian asal mereka penduduknya semakin bertambah banyak. Hal pertama yang mereka lakukan adalah membuat pondok yang dijadikan tempat berteduh. Karena mereka tahu tempat yang mereka jadikan tempat tinggal itu kaya akan makanan dan kaya akan persediaan lainnya untuk kebutuhan hidup, maka mereka menjadikan tempat itu menjadi tempat tinggal utama. Sama halnya dengan yang dikemukakan didepan bahwa pemukiman yang mereka diami diapit oleh jurang dan sungai di empat penjuru mata angin nya. Ternyata keberadaanya mendapat lirikan dan perhatian khusus dari kampung tetangga yang mengitari pemukiman Kayuuwi yang pertama ini. Sebagai bukti dengan kedatangan orang-orang sekitar. Sebagai bukti dengan berdatangnya orang-sekitar, yang tidak memiliki hubungannya dengan marga Piay dan Karengis ada pada ,masyarakat sekarang ini. Sebagai bukti nyata ditemukannya marga-marga seperti :
• Rorimpandei • Lintang • Sorongan • Lolowang • Rembet • Rondonuwu • Dan lainnya Masukkya keluarga-keluarga dari luar membuat tekad mereka semakin bulat untuk lebih memperluas wanua ini. Diperkirakan tahun 1600 terealisasilah tekad dari keluarga-keluarga diatas, untuk memperluas kampung ini. Dibawah ayoman Tonaas Rorimpandei , serta pimpinan lainnya mereka bersama-sama memobilisasi masyarakat untuk menata kampung ini sehingga menjadi desa yang punya tata kehidupan yang lebih teratur dan terjaminnya stabilitas keamaman di banding dengan sebelumnya.
Didukung pula keberadaanya yang sudah merupakan benteng pertahanan yang alamiah. Tapi masih juga disiapkan ranjau darat yang sangat mematikan musuh dan penjahat yang berani menerobos masuk kedalam kampung tanpa ijin. Dan ranjau yang dimaksud ini terbuat dari bambu-bambu ( sebagai bukti dari tebing yang dulunya dipasang ranjau sekarang tumbuh berjenis - jenis bambu ). Tapi setelah ranjau bambu itu dipasang ada lagi yang menjadi masalah yaitu daerah bagian selatan yang bukan jurang, dari masalah itu akhirnya timbul ide mereka untuk mebuat parit yang dalam 3 meter begitu juga lebarnya 3 meter, dengan maksud untuk mengantisipasi terjadinya hal-hal yang tidak direncanakan ataupun diinginkan, misalnya masuknya penjahat atau perampok yang coba-coba untuk menerobos masuk.
Kronologi dan perjalanan penamaan sehingga menjadi sebutan desa Kayuuwi.
Walaupun diperhadapkan dengan sempitnya waktu untuk tanggung jawab kesehariannya, Piay dan Karengis ini rupannya bukan tergolong orang yang lupa akan darimana mereka berasal ataun seperti kacang yang lupa akan kulitnya, bukan begitu tabiatnya. Dari problema yang ada mereka meluangkan waktu untuk bersilah-turahmi dengan family mereka yang ada di Tombasian dimana mereka dilahirkan , tumbuh, dan menjadi manusia dewasa. Dan ternyata soal sapa menyapa itu sudah merupakan budaya tata krama suku Tompakewa, bila bertemu muka dengan seseorang yang walaupun orang yang menjadi obyek sapaan itu bukan familinya. Selalu diawali dengan sapaan, karena dari sapaan itu merupakan wujud suatu ikatan kekerabatan yang cukup kental. Yang menjadi sapaan bagi Piay dan Karengis, adalah ; “ Nimaayo re’e se tou marenak anduru indoyongan maroyong ing kayumauwi “. Artinya orang yang tinggal dekat sungai yang mengalirkan air yang berasal dari kayu berumbi sudah datang. Proses penamaan yang dialami orang Tontumaratas terjadi pula pada Piay dan Karengis . Dimana terjadinya penyingkatan kalimat sampai pada penyederhanaan kata, yang bertujuan untuk mempersingkat waktu penyapaan.
Dan proses penyingkatan ini mengalami proses sebagai berikut :
1) “ Nimaai re.e se tou indoyongan Kayumauwi” 2) “ Nimaai re’e se tou ing kayumauwi “. 3) “ Nimaai re’e se Kayumauwi”.
Secara harafiah Kayu mauwi adalah, Kayu…………..berarti kayu Uwi……………..berarti umbi
Jadi secara utuh artinya adalah kayu yang memiliki umbi. Dan selanjutnya kalimat-kalimat diatas menjadi gelaran buat Piay dan Karengis jika mereka berkunjung kedesa asalnya.
Dan lama kelamaan Kayuuwi yang mengalami penyederhanaan, yang dulunya merupakan sapaan kini menjadi gelaran untuk orang-orang yang berdiam dipemukiman pertama, yang pada akhirnya menjadi sama sah untuk desa yang ada sekarang.