Lompat ke isi

FKS Food Sejahtera

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 7 September 2020 08.57 oleh Sriwahyutenda (bicara | kontrib) (income, profit, num employee, equity, asset, revenue)
PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk
Publik (IDX: AISA)
IndustriMakanan
Didirikan1959
Kantor pusatJakarta, Indonesia
Tokoh kunci
Lim Aun Seng (CEO)
ProdukMakanan
PendapatanKenaikan Rp 1.510 trillion (2019)
Kenaikan Rp 1.13 billion (2019)
Total asetKenaikan Rp 1.868 trillion (2019)
Total ekuitasKenaikan Rp (1.657) trillion (2019)
Karyawan
3,688 (2019)
Anak usaha
Situs webwww.tpsfood.id

PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (IDX: AISA) merupakan perusahaan yang memproduksi makanan yang bermarkas di Jakarta, Indonesia. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1959. Perusahaan ini menghasilkan berbagai macam-macam bahan makanan.

Pada tahun 1959, almarhum Tan Pia Sioe mendirikan bisnis keluarga yang nantinya berkembang menjadi PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (TPS-Food). Dimulai dari memproduksi bihun jagung dengan nama Perusahaan Bihun Cap Cangak Ular di Sukoharjo, Jawa Tengah.

Tiga Pilar Sejahtera memiliki badan hukum perseroan terbatas pada tahun 1992 dan go public pada tahun 2003. Perusahaan sebelumnya bernama Asia Intiselera.

Saat ini, TPS Food sudah memegang sertifikasi ISO 9001:2008, HACCP, dan Halal (MUI).

Kontroversi

Kontroversi bermula sejak 2017, dimana saat itu Satgas Pangan dan kepolisian melakukan sidak ke pabrik Indo Beras Unggul yang menemukan tindakan pengoplosan beras bersubsidi jenis IR64 yang diubah menjadi merek Cap Ayam Jago dan Maknyuss yang dijual dengan harga premium (lebih mahal).

Saat itu, manajemen Tiga Pilar menolak tuduhan tersebut. Mereka menyebut bahwa mereka melakukan pembelian langsung dari petani dan bukan dari beras bersubsidi. Selain itu, mereka menyebut bahwa beras medium dan premium adalah berdasarkan kondisi fisik serta bukan berasal dari varietas.

Mereka juga menolak mengatakan bahwa mereka menjual harga yang tidak sesuai dengan harga pasaran dan di atas ketentuan karena dengan harga di atas ketentuan dianggap sebagai insentif bagi petani yang menghasilkan beras dengan kualitas yang sesuai, serta menolak disebut memonopoli bisnis beras.

Kontroversi berlanjut dengan adanya penolakan atas laporan keuangan tahun 2017 oleh pemegang saham dan dua komisaris perusahaan yaitu Hengky Koestanto dan Jaka Prasetya dalam Rapat Umum Pemegang Saham yang sempat menimbulkan kisruh, hingga membuat direktur utama perusahaan saat itu, Joko Mogoginta menyebut ini adalah tindakan pengambilalihan paksa atau hostile take over.

Penolakan laporan keuangan ini didasarkan pada beberapa angka di neraca aset dan liabilitas yang diduga digelembungkan oleh manajemen perusahaan, seperti pada pos piutang dan persediaan, serta adanya transaksi berelasi yang tidak diungkapkan dalam laporan keuangan perusahaan, yang kemudian diulas kembali oleh kantor Ernst & Young dan dilaporkan manajemen baru perusahaan kepada Bursa Efek Indonesia.

Manajemen kemudian mengadukan tindakan ini kepada kepolisian dan menyeret Joko Mogoginta sebagai Direktur Utama saat itu dan Budhi Istanto Suwito sebagai Direktur saat itu ke jeruji penjara.

Kekisruhan ini menyebabkan kinerja perusahaan menurun dan perusahaan gagal membayar obligasi dan sukuk yang diterbitkan, serta beberapa hutang bank. Kreditur perusahaan melakukan tindakan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) dimana PKPU berakhir damai pada 2019 lalu.

Meski demikian, beberapa anak usaha Tiga Pilar, terutama divisi beras seperti Dunia Pangan, Jatisari Rejeki dan Sukses Abadi Karya Inti mengalami kepailitan sehingga perusahaan tidak mengonsolidasikan (menggabungkan) laporan keuangan divisi beras ke laporan keuangan terakhir mereka.

Saat ini, perusahaan masih terus melakukan upaya upaya perbaikan dan restrukturisasi bisnis, seperti berupaya untuk bisa mengendalikan Poly Meditra Indonesia, Patra Power Nusantara dan Tiga Pilar Sejahtera yang masih belum dapat dikendalikan oleh perusahaan.

Baru baru ini, mereka menggandeng investor baru yaitu FKS Group melalui Pangan Sejahtera Investama yang masuk melalui penerbitan saham baru (rights issue) dan dieksekusi pada 9 Maret 2020 lalu, dimana penerbitan saham baru ini senilai 32,77% saham yang ditempatkan dan disetor penuh dalam perusahaan. Dari penerbitan saham baru ini, perusahaan meraih dana segar sejumlah Rp 329,46 Miliar.

Laporan keuangan perusahaan pada 2017 yang disajikan kembali, karena laporan keuangan sebelumnya yang tidak disetujui akibat tindakan penggelembungan oleh manajemen sebelumnya menyatakan penurunan aset sekitar 79% akibat penyisihan piutang tidak tertagih sejumlah Rp 4,3 Triliun dan penyisihan investasi dari divisi beras yang dinyatakan pailit serta dekonsolidasi (pemisahan) sejumlah masing masing Rp 893 Miliar dan Rp628 Miliar dan penyajian aset kembali karena belum bisa terkonsolidasinya semua perusahaan di grup Tiga Pilar Sejahtera.

Karena penurunan nilai aset dan penyisihan di atas, perusahaan mencatatkan rugi bersih Rp 5,3 Triliun, dengan pendapatan turun dari Rp 6,4 Triliun menjadi Rp 1,95 Triliun. Hal ini menyebabkan perusahaan mengalami defisiensi ekuitas sejumlah Rp 3,3 Triliun dengan saldo rugi sejumlah Rp 5,48 Triliun.

Manajemen

  • Komisaris Utama : Hengky Koestanto
  • Komisaris : Jaka Prasetya
  • Komisaris Independen : Ito Sumardi
  • Komisaris Independen : Benny Wachjudi
  • Direktur Utama : Lim Aun Seng
  • Direktur : Charlie Dhungga
  • Direktur : Ernest Alto
  • Direktur : Nanang Rismadi

Pranala luar

Referensi