Nitisemito
Nitisemito | |
---|---|
Lahir | 1863 Kudus |
Meninggal | 7 Maret 1953 Krapyak Kudus |
Nama lain | Rusdi |
Warga negara | Indonesia |
Pekerjaan |
|
Nitisemito lahir di Kudus tahun 1853 dan meninggal di Krapyak, 7 Maret 1953, adalah raja kretek terkenal asal Kudus, dengan merek Tjap Bal Tiga, yang mengalami masa kejayaan pada era Hindia Belanda, 1922-1940.[1] Nitisemito dikenal dekat dengan Soekarno dan turut menjadi penyandang dana untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.[2]
Saking terkenalnya, Ratu Belanda Wilhelmina memberi julukan Nitisemito sebagai De Kretek Klonning atau raja kretek.[3] Di era kejayaannya, Nitisemito mampu mengelola pabrik yang mampu memproduksi delapan juta batang rokok kretek dengan mempekerjakan 10 ribu buruh.[4]
Nitisemito disebut oleh Bung Karno sebagai orang kaya Indonesia dalam pidato di sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) tanggal 1 Juni 1945.[5] Selain memiliki pabrik kretek terbesar dengan pembayaran pajak 160 ribu hingga 350 ribu gulden, Nitisemito juga menyewa pesawat Fokker F-200[6] seharga 150-250 ribu gulden untuk menyebarkan selebaran rokok Tjap Bal Tiga hingga ke Jawa Barat dan radio Vereniging Koedoes (RVK) untuk mempromosikan produk rokoknya.[4] Pabrik rokok Tjap Bal Tiga juga membentuk tim sepakbola, grup tonil sandiwara, dan membagikan survenir berupa gerabah keramik dari Jepang sebagai alat promosinya.[7]
Perjalanan Hidup
Nitisemito lahir dengan nama Roesdi. Ayah Roesdi adalah Haji Soelaiman seorang lurah di Desa Janggalan, Kudus. Ibu Rusdi bernama Markanah. Rusdi tidak bersekolah, dan tidak berniat menjadi lurah sebagaimana ayahnya. Ia memilih menjadi pengusaha dan menyandang nama Jawa yaitu Nitisemito.[4] Perubahan namanya dari Roesdi menjadi Nitisemito dilakukan pada usia 17 tahun. Versi lain menyebutkan Roesdi berganti nama menjadi Nitisemito setelah menikah dengan perempuan bernama Nasilah asal Singocandi.[8]
Nitisemito kecil digambarkan sebagai anak pemberani dan menolak permintaan ayahnya untuk bersekolah. Nitisemito lebih memilih menjadi pedagang ketimbang mengikuti jejak ayahnya sebagai lurah. Pada umur 17 tahun, dia memutuskan untuk merantau ke Malang, Jawa Timur, sebagai buruh jahit dan sukses menjadi pengusaha konveksi. Meski sukses menjadi pengusaha konveksi, Nitisemito saat itu merasa persaingan bisnis konveksi sangat tinggi, sehingga dia memutuskan untuk kembali ke Kudus.[8]
Kembali ke Kudus, Nitisemito sempat menekuni bisnis minyak kelapa dan berdagang kerbau, namun gagal dan dia banting setir menjadi pengusaha dokar. Selain menjadi kusir, Nitisemito juga menyewakan beberapa dokarnya dan membuka warung untuk berjualan batik Solo, kopi, dan tembakau, di pangkalan dokarnya.[8]
Dari hasil pernikahannya dengan Nasilah, Nitisemito memiliki tiga anak perempuan, yakni Hasanah (meninggal saat kecil), Nahari, dan Nafiah. Nitisemito bersama istrinya, Nasilah, kemudian sukses mengembangkan usaha bisnis lintingan tembakau dan cengkih. Karena menginginkan anak laki-laki, Nitisemito kemudian kembali menikah dengan Sawirah dan memiliki seorang anak bernama Soemadji. Setelah dewasa, Soemardji menikahi Siti Chasinah, anak perempuan dari pengusaha kretek terbesar kedua asal Kudus bernama H. Muslich, pada tahun 1935. Nitisemito juga disebut memiliki dua istri lain yakni Ngalimah di Salatiga dan Rebi Tijem di Purwodadi.[8]
Anak perempuannya, Nahari Nitisemito menikahi Markoem dan memiliki seorang putra bernama Akhwan. Setelah suaminya meninggal, Nahari kembali menikah dengan Oemar Said. Sementara itu, Nafiah Nitisemito menikah dengan M. Karmain, orang kepercayaan Nitisemito dan memiliki hubungan keluarga dengan H Jamhari, orang pertama yang disebut-sebut mencampurkan kretek dengan tembakau hingga melahirkan rokok kretek.[8]
Bisnis rokok kretek
Istri Nitisemito, Nasilah adalah pemilik warung tembakau di Kudus, yang sering dijadikan tempat singgah oleh kusir-kusir tembakau seperti Nitisemito. Ada versi yang menyebutkan bahwa Nasilah adalah penemu rokok kretek, bukan Haji Jamhari. Awalnya Nasilah risih karena banyaknya orang yang sering nginang dan dubangnya mengotori warungnya. Lalu ia pun meracik rokok dengan campuran cengkih yang dibalut dengan daun jagung kering, klobot, yang diikat dengan benang. Rokok racikannya ternyata banyak disuka, terutama oleh para kusir dokar yang sering mangkal di warungnya. Selama menjadi kusir dokar, Nitisemito adalah orang yang paling sering mampir di warung tembakau Nasilah dibanding kusir dokar lainnya.[8]
Pada tahun 1894 Nitisemito menikahi Nasilah. Dari pernikahan dua pengusaha tembakau inilah perdagangan kretek berawal. Perpaduan antara racikan tembakau yang dilakukan Nasilah, serta Nitisemito yang memegang kendali perusahaan, menjadikan usaha mereka berdua berkembang sangat pesat.[8]
Awalnya, Nitisemito memberi merek rokoknya dengan nama yang aneh-aneh seperti Tjap Kodok Mangan Ulo (artinya Kodok Makan Ular), Tjap Soempil, dan berganti nama lagi menjadi Tjap Djeroek. Baru pada tahun 1905, Nitisemito memberi logo bulatan tiga tanpa nama. Para pembeli rokok kreteknya kemudian menyebut dengan berbagai nama seperti Tjap Boelatan Tiga, Tjap Boendar Tiga, Tjap Bola Tiga, dan Tjap Bal Tiga, hingga akhirnya Nitisemito memilih nama Tjap Bal Tiga. Merek Tjap Bal Tiga resmi digunakan pada tahun 1906 dan dipatenkan pada pemerintah Hindia Belanda tahun 1908.[8]
Saat usia Nitisemito menginjak 53 tahun, pada tahun 1916, usahanya semakin meningkat. Namun, puncak kejayaannya dia raih mulai tahun 1918, saat dia mendirikan pabrik rokok di Desa Jati, seluas 6 hektare. Ketika itu, perusahaan rokok kretek Nitisemito menjadi salah satu pabrik rokok terbesar di Indonesia. Dia harus bersaing dengan beberapa pabrik rokok kretek lain di Kudus seperti Tjap Goenoeng Kedoe (1910) milik M. Atmowidjojo, Tjap Trio milik Tjoa Khang Hay (1912), Tjap Djangkar milik H. Ali Asikin (1918), Tjap Delima milik HM. Ashadi (1918), Tjap Teboe & Tjengkeh milik HM Muslich/mertua anak Nitisemito (1919), Tjap Garbis & Manggis milik M Sirin Atmo (1922), Tjap Nojorono milik Koo Djee Siang (1932), Tjap Djambu Bol milik HA Ma'ruf (1937), Tjap Sukun milik MC Wartono (1949), dan Djap Djarum milik Oei Wie Gwan (1951). Saat ini dari seluruh merek rokok tersebut, hanya tersisa tiga yang masih eksis hingga sekarang, yakni Djarum, Nojorono, dan Sukun. [8]
Nitisemito mempekerjakan seorang Belanda ahli perbukuan. Produk rokok Nitisemito tersebar luas di kota-kota seperti Jawa, Sumatra, Sulawesi, Kalimantan, hingga ke negeri Belanda. Bahkan, bungkus rokok Tjap Bal Tiga dicetak Nitisemito di Jepang dengan huruf dan logo timbul di kertas untuk mencegah pemalsuan.[6]
Nitisemito dengan rokok pabrik kreteknya Tjap Bal Tiga pada saat itu juga telah menggunakan cara-cara promosi yang modern, seperti menyebarkan brosur melalui pesawat Fokker F-200, radio RVK yang dimilikinya, klub sepakbola, sandiwara keliling, dan membagi-bagikan hadiah mulai dari gelas, cangkir, arloji, jam tembok, dan sepeda, dengan diberi logo Tjap Bal Tiga dan nama Nitisemito. Hadiah-hadiah itu didatangkan langsung dari Jepang.[6]
Daftar referensi
- ^ "Kisah Nitisemito, Kejayaan dan Keruntuhan Raja Kretek dari Kudus". tirto.id. Diakses tanggal 2020-11-08.
- ^ Aji, Dian Utoro. "Cerita Tentang Raja Kretek yang Jadi Donatur Soekarno Demi Kemerdekaan RI". detiknews. Diakses tanggal 2020-11-08.
- ^ Aji, Dian Utoro. "Menilik Kisah Kejayaan Nitisemito Si Raja Kretek Era Penjajahan Belanda". detiknews. Diakses tanggal 2020-11-08.
- ^ a b c "Kisah Nitisemito, Kejayaan dan Keruntuhan Raja Kretek dari Kudus". tirto.id. Diakses tanggal 2020-11-08.
- ^ "Pidato Lengkap Bung Karno 1 Juni 1945 di Sidang BPUPKI, Soekarno Sebut Sarinem Samiun dan Marhaen". Warta Kota. Diakses tanggal 2020-11-08.
- ^ a b c brilio.net (2016-03-16). "Nitisemito akrab dengan Bung Karno dan Paku Buwono X (2)". brilio.net. Diakses tanggal 2020-11-08.
- ^ Aji, Dian Utoro. "Tajir! Raja Kretek Nitisemito Sebar Brosur Rokok Pakai Fokker". detiknews. Diakses tanggal 2020-11-08.
- ^ a b c d e f g h i brilio.net (2016-03-16). "Nitisemito, Raja Kretek Nusantara yang ternyata tak pernah sekolah (1)". brilio.net. Diakses tanggal 2020-11-08.