Lompat ke isi

Genius

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 26 Januari 2021 04.21 oleh InternetArchiveBot (bicara | kontrib) (Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.8)
Leonardo da Vinci yang dikenal karena kegeniusannya dan seorang polimatik.

Genius (ejaan tidak baku: jenius) adalah istilah untuk menyebut seseorang dengan kapasitas kecerdasan di atas rata-rata di bidang intelektual, terutama yang ditunjukkan dalam hasil kerja yang kreatif dan orisinal. Seorang yang genius selalu menunjukkan individualitas dan imajinasi yang kuat, tidak hanya cerdas, tetapi juga unik dan inovatif. Kata ini juga digunakan untuk orang yang memiliki kepandaian dalam banyak bidang, seperti Goethe atau Da Vinci.[1] Sementara Einstein, genius dalam fisika, tetapi tidak dalam bidang lain seperti seni dan literatur.

Seseorang dapat menyandang predikat genius apabila memiliki IQ (intellegence quotient) di atas 140. Walaupun istilah genius kadang-kadang digunakan untuk menunjukkan kepemilikan bakat istimewa dalam bidang apapun, tetapi istilah ini sering diterapkan dengan salah. Seharusnya secara khusus, genius merujuk kepada seseorang dengan kemampuan alami yang istimewa dalam bidang tertentu seperti seni, literatur, musik, atau matematika.

Ciri-ciri

Berdasarkan hasil penelitian Dr. Linda Silverman direktur Gifted Development Center di Canada, ciri-ciri genius adalah sebagai berikut:

  • Mempunyai kemampuan bernalar yang bagus.
  • Bisa belajar dengan cepat.
  • Memiliki perbendaharaan kata yang luas.
  • Mempunyai kemampuan mengingat yang baik.
  • Bisa berkonsentrasi lama pada hal-hal yang menarik bagi dirinya.
  • Sensitif perasaannya dan mudah merasa tersinggung.
  • Cepat menunjukkan rasa peduli.
  • Perfeksionis.
  • Intensif.
  • Mempunyai kepekaan moral.
  • Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.
  • Mempunyai minat yang kuat.
  • Mempunyai stamina yang bagus.
  • Lebih suka bergaul dengan yang lebih tua atau lebih dewasa.
  • Mempunyai banyak minat di beberapa hal.
  • Lucu dan menggelikan hati.
  • Suka membaca.
  • Perhatian terhadap rasa keadilan.
  • Bisa mengambil keputusan dengan matang untuk yang seusianya.
  • Suka mengamati.
  • Gemar berimajinasi.
  • Memiliki banyak akal.
  • Cenderung suka mempertanyakan otoritas.
  • Mempunyai kecakapan dalam hitung-menghitung.
  • Bagus dalam permainan jigsaw puzzles atau yang semisalnya.

Genius dan Gangguan Jiwa

Banyak tokoh genius dunia yang ternyata memiliki gangguan kejiwaan. Hal ini membuat banyak orang menduga bahwa genius dan gangguan jiwa berbeda tipis. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa genius dan sakit mental memang benar-benar terkait dan ilmuwan menemukan alasannya.

Pemikiran bahwa ada hubungan antara genius dan gangguan kejiwaan telah mempesona banyak orang sejak lama. Pemikiran itu muncul karena orang melihat banyak tokoh-tokoh genius yang ternyata memiliki gangguan kejiwaan. Contohnya Isaac Newton, Ludwig van Beethoven, Edgar Allan Poe, Vincent van Gogh, dan John Nash adalah orang-orang genius yang mengalami gangguan kejiwaan hingga skizofrenia.

Kay Redfield Jamison, seorang psikolog klinis dan profesor dari Universitas Johns Hopkins mengatakan bahwa ditemukan dari 20 atau 30 studi ilmiah yang mendukung pandangan tentang istilah bahwa orang genius itu tersiksa. Dari banyak jenis psikosis, kreativitas paling sangat terkait dengan gangguan bipolar. Sebagai contoh, sebuah penelitian menguji kecerdasan 700.000 orang Swedia usia 16 tahun dan kemudian menindaklanjuti selama 10 tahun untuk dipelajari kemungkinan mengembangkan penyakit mental. Hasilnya cukup mengejutkan dan telah diterbitkan pada tahun 2010.

"Mereka menemukan bahwa orang yang unggul saat mereka berusia 16 tahun empat kali lebih besar mengidap gangguan bipolar," ungkap Jamison.[2] Gangguan bipolar memerlukan perubahan suasana hati yang dramatis antara kebahagiaan ekstrem (mania) dan depresi berat. Orang-orang dengan gangguan bipolar cenderung menjadi kreatif ketika mereka keluar dari depresi berat. Ketika suasana hati seorang pasien bipolar membaik, kegiatan otaknya pun bergeser. Aktivitas yang mati di bagian bawah otak yang disebut lobus frontal, kemudian menyala di bagian yang lebih tinggi dari lobus. Orang dengan psikosis tidak menyaring rangsangan sebaik orang normal. Sebaliknya, pasien psikosis bisa mempertimbangkan ide yang kontradiktif secara bersamaan dan menjadi sadar dengan asosiasi bebas yang kebanyakan otak bawah sadar orang tidak mempertimbangkannya layak untuk dikirim ke permukaan kesadaran.

Tidak selamanya energi kreatif muncul selama serangan skizofrenia. Di atas segalanya, ilmuwan mengatakan bahwa kondisi gangguan jiwa, baik depresi atau skizofrenia dapat melemahkan dan bahkan mengancam nyawa. Di saat orang genius melakukan tindak kriminalitas, mereka cenderung dinilai sebagai psikopat. Tidak mengherankan jika para psikopat memiliki predikat genius. Kejahatan para genius lebih dahsyat dan mengerikan daripada kejahatan yang dilakukan orang dengan kecerdasan normal, bahkan menjadi berita yang fenomenal. Dalam kasus kriminalitas, kaum yang tergolong genius lebih sering dirujuk ke rumah sakit jiwa sebelum di penjara. Mereka tidak jarang didiagnosa normal, kemudian dibatalkan untuk dirawat di rumah sakit jiwa.

Referensi

  1. ^ Cox, Catharine, M. (1926) Early Mental Traits of Three Hundred Geniuses (Genetic Studies of Genius Series), Stanford University Press.
  2. ^ Livescience, 5 Juni 2012

Pranala luar