Lompat ke isi

Global bond

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 26 Januari 2021 10.48 oleh InternetArchiveBot (bicara | kontrib) (Rescuing 2 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.8)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Global bond adalah obligasi internasional atau surat utang negara yang diterbitkan oleh suatu negara dalam valuta asing. Berbeda dengan utang-utang resmi (pinjaman pemerintah dari negara-negara donor), global bond tidak mengikat seperti pinjaman resmi, di mana alokasi penggunaannya sudah ditentukan.

Global bond juga berarti sebuah obligasi yang diterbitkan dan diperdagangkan di luar negeri di mana mata uangnya didenominasi, dan berada di luar peraturan-peraturan dari sebuah negara. Contoh global bond adalah obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan non-Eropa untuk dijual di Eropa, obligasi ini disebut "Eurobond".

Global bond di Indonesia

[sunting | sunting sumber]

Pasar modal internasional adalah salah satu sumber pendanaan baru bagi keuangan pemerintah. Dengan global bond, pemerintah bisa lebih bebas memanfaatkan dananya. Bagi Indonesia, mencari dana di pasar modal internasional lewat global bond, sesungguhnya bukan hal yang benar-benar baru.

Pada 1996, pemerintah Indonesia saat itu sudah menerbitkan obligasi di pasar internasional senilai 400 juta dolar AS (Rp 3,7 triliun). Surat utang berjangka waktu sepuluh tahun itu baru akan jatuh tempo pada 2006.

Setelah krisis ekonomi, sosial, dan politik yang berlangsung sekitar delapan tahun, pada 2004 pemerintah kembali menerbitkan global bond. Nilainya jauh lebih besar, satu miliar dolar AS, dengan jangka waktu sama sepuluh tahun, yaitu jatuh tempo pada 2014. Dan pada April 2005, setelah tertunda satu bulan, pemerintah kembali menerbitkan global bond juga senilai satu miliar dolar AS, dan jatuh tempo 2015. Nilai kupon sebesar 7,25%, dan imbal hasil pada waktu jatuh tempo (yield to maturity) sebesar 7,375% (Tempo interaktif, 2005).

Pada 3 Maret 2006 pemerintah Indonesia kembali menerbitkan dua seri obligasi internasional (global bond). Kedua obligasi itu diterbitkan dengan issue format 144A/Reg S dan dicatatkan di Bursa efek Singapura. Tanggal penyelesaian transaksi 9 Maret 2006 dengan pembayaran kupon adalah 6,875% untuk INDO 17 dan 8,5% untuk INDO 35.

Dua seri Nominal penawaran untuk kedua seri obligasi itu adalah US$7,6 miliar yang terdiri dari US$3,9 miliar untuk INDO 17 dengan 232 investor dan reopening INDO 35 sebesar US$3,7 miliar dengan jumlah investor 189 investor.

Manfaat bagi Indonesia dengan menerbitkan global bond

[sunting | sunting sumber]

Penerbitan obligasi internasional diharapkan tidak hanya menutup defisit keuangan Indonesia tapi juga menjadi patokan dan akan menurunkan biaya pinjaman dari swasta di samping juga memperkuat cadangan devisa.

Kemampuan memperoleh akses ke pasar modal internasional merupakan pengakuan secara de facto atas keberhasilan pengelolaan kebijakan dan prospek perekonomian. Apalagi jika surat utang yang ditawarkan sampai kelebihan permintaan (oversubscribe), seperti global bond Indonesia 2004 yang oversubscribe delapan kali.

Itu jelas bisa menjadi benchmark (tolok ukur) bagi investor asing, baik langsung maupun pasar modal, terhadap stabilitas makroekonomi Indonesia. Lewat penerbitan global bond pula pemerintah dimungkinkan untuk memupuk cadangan devisa, yang mungkin saja terus merosot lantaran menjaga nilai tukar rupiah di pasar uang domestik.

Manfaat lainnya, global bond merupakan salah satu cara pemerintah melakukan diversifikasi sumber pembiayaan, sekaligus optimalisasi alokasi portofolio utang. Sehingga risiko utang bisa diminimalkan. Keuntungan lain yang tak kalah penting adalah penerbit surat utang tidak terikat aturan dari pembeli obligasi. Karena itu, penerbit global bond juga memiliki posisi tawar yang cukup kuat.

Kondisi global bond Indonesia

[sunting | sunting sumber]

Bagi Indonesia sebagai penerbit, seluruh manfaat penerbitan global bond jelas sangat menguntungkan, terutama bagi stabilitas perekonomian. Kendati begitu, ada kecenderungan pemerintah akan menjadi frequent issuer untuk obligasi internasional. Jangka waktu penerbitan yang terlalu singkat, bisa menjadi indikasinya.

Kecenderungan terlena menikmati global bond itu, barangkali akan lebih baik jika dihindari. Pasalnya, faktor kelangkaan menjadi salah satu nilai tambah yang membuat harga obligasi Indonesia mampu bersaing. Perlu diingat juga global bond, bagaimanapun juga adalah pinjaman komersial yang juga memiliki risiko tak kecil.

Selain itu, jarak waktu penerbitan yang terlalu dekat berarti waktu jatuh tempo hampir bersamaan. Situasi itu berisiko menyulitkan pemerintah, ibarat utang pemerintah lewat global bond dipakai untuk menutupi jatuh tempo global bond sebelumnya.

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]