Sebagian atau keseluruhan dari artikel ini dicurigai telah melanggar hak cipta dari tulisan pihak di luar Wikipedia, dan selanjutnya akan dimasukkan dalam daftar Wikipedia:Artikel bermasalah hak cipta:
Disarankan untuk tidak melakukan perubahan apapun sampai masalah pelanggaran hak cipta di artikel ini diteliti pengguna lain dan diputuskan melalui konsensus
Jika Anda ingin menulis ulang artikel ini sebagai tulisan yang sama sekali baru, untuk sementara tuliskan di sini.
Berikan komentar mengenai hal tersebut di halaman diskusi artikel ini.
Perhatikan bahwa hanya mengubah sedikit atau beberapa bagian dari tulisan asli tidak cukup untuk menghilangkan pelanggaran hak cipta dari tulisan ini. Lebih baik membangun kembali artikel ini dari awal sedikit demi sedikit daripada membajak tulisan orang lain demi sebuah artikel besar.
Jika Anda sebenarnya memang adalah pemilik sumber tulisan asli yang dimaksudkan (dan termasuk pula pemilik bukti tulisan yang menjadi dasar kecurigaan pelanggaran hak cipta), dan ingin membebaskan hak cipta tulisan tersebut sesuai GNU Free Documentation License:
berikan keterangan di halaman diskusi artikel ini, kemudian bisa menampilkan pesan izin tersebut di halaman aslinya, atau berikan izin tertulis ke Wikipedia melalui email yang alamatnya tersangkut langsung dengan sumber tersebut ke alamat permissions@wikimedia.org atau surat tertulis ke Wikimedia Foundation. Berikan izin secara eksplisit bahwa tulisan tersebut telah dibebaskan ke dalam lisensi CC BY-SA 3.0 dan lisensi GFDL.
Jika tulisan bukti memang berada di wilayah lisensi yang bisa untuk dipublikasikan di Wikipedia,:
Marawa adalah istilah yang disemat bagi bendera, lambang, atau umbul-umbul yang merepresentasikan masyarakat, alam, dan budaya Minangkabau. Marawa adalah benda yang harus hadir dalam pageralan budaya Minang. Istilah marawa disebut berasal dari kependekan menanga karbawa (menang (adu) kerbau), walaupun masih diperdebatkan dan tidak memiliki rujukan yang jelas. Marawa (yang warnanya sama dengan bendera Jerman), dalam adat Minangkabau bukan hanya sekedar umbul-umbul, tetapi punya arti dan makna tersendiri bagi masyarakat Minangkabau.[1]
Istilah Marawa juga disebut dengan simbol yang mencerminan tiga adat yang ada di ranah Minang. Sedangkan Luhak Nan Tigo ialah sebuah ikatan yang tak akan pernah bisa terpisahkan dari tiga Desa atau yang biasa disebut dengan Nagari. Tiga Nagari itu meliputi Tanah Datar, Luha 50 Koto, dan Luha Agam.
Sejarah
Sekilas mirip dengan bendera Jerman, dengan warna hitam, merah dan kuning. Rupanya bendera tersebut juga dimiliki oleh tiga wilayah yang ada di ranah Minang. ‘Marawa’ atau lambing bisa juga disebut dengan simbol yang mencerminan tiga adat yang ada di ranah Minang. Sedangkan Luak Nan Tigo ialah sebuah ikatan yang tak akan pernah bisa terpisahkan dari tiga Desa atau yang biasa disebut dengan Nagari. Tiga Nagari itu meliputi, Luak Tanah Data, Luak Limo Puluah Koto dan Luak Agam. Bendera ini merupakan bendera yang sudah ada sejak Kerajaan Pagaruyung yang pernah berdiri pada tahun 1347 sampai 1825.[2]
Makna
Ada beberapa makna dan penafsiran tentang bendera Marawa di Minangkabau ini, termasuk juga tiang yang digunakan. Tiang yang digunakan melambangkan Tabasuik dari Bumi (muncul/berasal dari bumi). Sementara arti warna bendera tersebut, melambangkan 3 fase kehidupan manusia. Kuning, Merah dan Hitam = Kelahiran, Pernikahan dan Kematian.[3]
Warna
Berikut penjelasan warna hitam, merah dan kuning yang ada pada marawa wilayah adat Luak Nan Tigo.[4]
Warna Hitam
Melambangkan kesabaran dan kesatuan dalam berusaha Luhak Nan Bungsu yaitu Luak Limo Puluah Koto, diantaranya ada di Payakumbuh dan Kabupaten Lima Puluh Kota seperti Pangkalan, Bakinan, Rantau Barani, Kuntu Jo Lipek, Tanjuang Baringin, dst. Luhak yang ada pada warna hitam ini atau disebut juga dengan cadiak pandai (cerdik pandai) menurut cerita ialah seseorang yang mempunyai ilmu pengetahuan yang tinggi. Walaupun terbilang luhak terakhir pada adatnya, akan tetapi mereka bisa menyelesaikan masalah dengan baik dalam menjalankan roda pemerintahan. Penjelasan lainnya, ketika kita sedang berada di daerah 50 Koto, maka susunan warna bendera luar ialah, Hitam-Merah-Kuning.
Warna Merah
Warna ini merupakan simbol dari Luak Agam (Kabupaten Agam), adapun Wilayah-wilayah nya adalah Nagari Padang, Pariaman, Bukittinggi. Warna ini mencerminkan keberanian dan juga mempunyai arti sebuah keagungan sehingga disebut dengan Alim Ulama atau ahli dalam menjalankan keagamaan untuk menyiarkan syariat Islam pada nagarinya. Masyarakat nya pun mempunyai hukum yang tertera di wilayahnya sesuai dengan ajaran agama. Begitu pula dengan warna ini, jika sedang berada di wilayahnya, maka susunannya ialah Merah-Hitam-Kuning.
Warna Kuning
Warna kuning berasal dari Luak Tanah Data (Kabupaten Tanah Datar) dengan cakupan Nagari Solo, Batusangkar, Muaro Sijunjuang, dan Dharmasraya. Luhak ini menandakan Nan Tuo sebagai pemimpin suku atau penghulu adat dimana dalam bahasa Minang, penghulu adat derajatnya setara dengan raja. Susunan dari Tanah Datar ialah, Kuning-Merah-Hitam. Itulah penjabaran warna-warna dari bendera yang ada pada adat Minangkabau. Marawa tiga warna ini biasa ditemui di perkantoran, acara nasional, acara keagamaan, pesta rakyat, pesta perkawinan dan hari-hari besar lainnya.
Fungsi
Penggunaan marawa di Minangkabau hanya dipakai pada saat hari besar saja seperti pernikahan, khatam Alquran, pengangkatan penghulu atau acara adat lainnya yang berfungsi mengagungkan budaya Minangkabau itu sendiri. [5]