Lompat ke isi

Sutan Takdir Alisjahbana

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Sutan Takdir Alisjahbana (STA), (lahir di Natal, Sumatera Utara, 11 Februari 1908, meninggal di Jakarta, 17 Juli 1994, adalah sastrawan Indonesia. Menamatkan HKS di Bandung (1928), meraih Mr. dari Sekolah Tinggi di Jakarta (1942), dan menerima Dr. Honoris Causa dari UI (1979) dan Universiti Sains, Penang, Malaysia (1987).

Pernah menjadi redaktur Panji Pustaka dan Balai Pustaka (1930-1933), kemudian mendirikan dan memimpin majalah Pujangga Baru (1933-1942 dan 1948-1953), Pembina Bahasa Indonesia (1947-1952), dan Konfrontasi (1954-1962). Pernah menjadi guru HKS di Palembang (1928-1929), dosen Bahasa Indonesia, Sejarah, dan Kebudayaan di UI (1946-1948), guru besar Bahasa Indonesia, Filsafat Kesusastraan dan Kebudayaan di Universitas Nasional, Jakarta (1950-1958), guru besar Tata Bahasa Indonesia di Universitas Andalas, Padang (1956-1958), dan guru besar & Ketua Departemen Studi Melayu Universitas Malaya, Kuala Lumpur (1963-1968).

Sebagai anggota Partai Sosialis Indonesia, STA pernah menjadi anggota parlemen (1945-1949), anggota Komite Nasional Indonesia, dan anggota Konstituante (1950-1960). Selain itu, ia menjadi anggota Societe de linguitique de Paris (sejak 1951), anggota Commite of Directors of the International Federation of Philosophical Sociaties (1954-1959), anggota Board of Directors of the Study Mankind, AS (sejak 1968), anggota World Futures Studies Federation, Roma (sejak 1974), dan anggota kehormatan Koninklijk Institute voor Taal, Land en Volkenkunde, Belanda (sejak 1976). Dia juga pernah menjadi Rektor Universitas Nasional, Jakarta, Ketua Akademi Jakarta (1970-1994), dan pemimpin umum majalah Ilmu dan Budaya (1979-1994), dan Direktur Balai Seni Toyabungkah, Bali (-1994).

Karya-karyanya

  • Tak Putus Dirundung Malang (novel, 1929)
  • Dian Tak Kunjung Padam (novel, 1932)
  • Tebaran Mega (kumpulan sajak, 1935)
  • Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia (1936)
  • Layar Terkembang (novel, 1936)
  • Anak Perawan di Sarang Penyamun (novel, 1940)
  • Puisi Lama (bunga rampai, 1941)
  • Puisi Baru (bunga rampai, 1946)
  • Pelangi (bunga rampai, 1946)
  • Pembimbing ke Filsafat (1946)
  • Dari Perjuangan dan Pertumbuhan Bahasa Indonesia (1957)
  • The Indonesian language and literature (1962)
  • Revolusi Masyarakat dan Kebudayaan di Indonesia (1966)
  • Kebangkitan Puisi Baru Indonesia (kumpulan esai, 1969)
  • Grotta Azzura (novel tiga jilid, 1970 & 1971)
  • Values as integrating vorces in personality, society and culture (1974)
  • The failure of modern linguistics (1976)
  • Perjuangan dan Tanggung Jawab dalam Kesusastraan (kumpulan esai, 1977)
  • Dari Perjuangan dan Pertumbuhan Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia sebagai Bahasa Modern (kumpulan esai, 1977)
  • Perkembangan Sejarah Kebudayaan Indonesia Dilihat dari Segi Nilai-Nilai (1977)
  • Lagu Pemacu Ombak (kumpulan sajak, 1978)
  • Amir Hamzah Penyair Besar antara Dua Zaman dan Uraian Nyanyian Sunyi (1978)
  • Kalah dan Menang (novel, 1978)
  • Menuju Seni Lukis Lebih Berisi dan Bertanggung Jawab (1982)
  • Kelakuan Manusia di Tengah-Tengah Alam Semesta (1982)
  • Sociocultural creativity in the converging and restructuring process of the emerging world (1983)
  • Kebangkitan: Suatu Drama Mitos tentang Bangkitnya Dunia Baru (drama bersajak, 1984)
  • Perempuan di Persimpangan Zaman (kumpulan sajak, 1985)
  • Seni dan Sastra di Tengah-Tengah Pergolakan Masyarakat dan Kebudayaan (1985)
  • Sajak-Sajak dan Renungan (1987).




Ia memulai jasanya dalam memajukan dunia sastra saat melesatkan proyek "Gerakan Sastra Baru" bersama 20 intelektual dan sastrawan sezamannya.

sayang, bagi sementara orang, kecemerlangan jasanya ternoda pendapatnya tentang sejarah Indonesia. baginya, sejarah Indonesia dimulai pada awal abad 20. masa sebelum itu disebut sebagai pra Indonesia. anggapan itu dianggap menafikan sejarah Indonesia yang sudah ribuan tahun. setidaknya sejak abad kelima masehi, saat Kudungga memerintah di Kalimantan.

meski demikian, tidak dapat ditampik besarnya jasa STA dalam memodernkan bahasa Indonesia. Ia juga tidak lelah menganjurkan penerjemahan sastra asing ke bahas Indonesia.

sampai akhirnya hayatnya, ia belum mewujudkan cita-cita terbesarnya, menjadikan bahasa melayu sebagai bahasa pengantar kawasan di Asia Tenggara.

Ia kecewa, bahasa Indonesia semakin surut perkembangannya. padahal bahasa itu pernah menggetarkan dunia linguistik saat dijadikan bahasa persatuan untuk penduduk di 13.000 pulau di Nusantara.

ia kecewa, Bangsa Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam, sebagian Filiphina, dan Indonesia yang menjadi penutur bahasa melayu gagal mengantarkan bahasa itu kembali menjadi bahasa pengantara kawasan.