Lompat ke isi

Aerosol

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Aerosol (singkatan dari kata aero-solution) secara teknis merujuk pada partikel padat yang ada di udara (juga disebut abu atau partikulat) maupun tetesan cair.[1] Dalam bahasa sehari-hari, aerosol merujuk pada tabung semprot aerosol maupun isi tabung itu.

Istilah aerosol berasal dari kenyataan bahwa bahan yang "melayang" di udara adalah suspensi (campuran ketika partikel padat, cair, maupun gabungan keduanya disuspensikan di cairan). Untuk membedakan suspensi dari larutan yang sesungguhnya, istilah sol yang semula berkembang berarti meliputi dispersi partikel tipis (sub-mikroscopik) dalam sebuah cairan. Dengan studi dispersi di udara, istilah aerosol berkembang dan kini mencakupi tetesan padat, partikel padat, dan gabungan keduanya.

Dalam dunia penelitian cuaca dan iklim sekarang, Aerosol sudah digunakan untuk mendeteksi fenomena langit. Hal itu meliputi seperti halnya tingkat pencemaran udara, radiasi yang terjadi atmosfer, perubahan iklim dan cuaca, hingga dampak aerosol terhadap permukaan air laut. Butiran air yang ada di udara dapat memengaruhi panjang gelombang radiasi yang ada di langit. Hal itulah yang disadari oleh para ilmuwan.[1]

Oleh karena itu, para ilmuwan Tiongkok telah melakukan penelitian beberapa tahun terakhir untuk melihat fenomena yang terjadi di langit melalui aerosol. Mereka memulai penelitiannya dari daerah Asia Timur hingga Afrika Barat. Hasilnya, tingginya curah hujan yang ada di Tiongkok bagian selatan dan panasnya Tiongkok bagian utara terjadi karena tingginya kadar aerosol di sebuah wilayah kecil. Selain itu, lapisan uap air yang luas di troposfer menyebabkan siklus angin muson di India sedikit berubah.[2]

Selain iklim, butiran aerosol juga dapat mendeteksi wilayah yang memiliki kandungan cukup tinggi. Berdasarkan data dari NASA Goddar, Global Ozone, Chemistry, Aerosol, Radiation and Transport (GOCART) wilayah sumber mineral memiliki ciri utama adanya tekanan udara yang disebabkan Aeorosol hingga 40N, ini disebabkan jumlah mineral yang terkandung berupa logam menyebabkan tarikan elektromagnetik terhadap partikel di udara tertitik di daerah tersebut dan menyebabkan tekanan lebih tinggi dari daerah sekitarnya. Hal itu yang menyebabkan curah hujan menjadi tinggi di daerah daratan, tetapi curah hujan melemah di permukaan laut.[3]

Dampak

Pada iklim global, aerosol memiliki dampak, baik dampak secara langsung ataupun tidak langsung. Dampak aerosol secara langsung adalah terjadinya pendinginan global dan meningkatnya albedo awan melalui penyerapan dan penghamburan radiasi matahari. Sedangkan dampak aerosol secara tidak langsung terjadi karena adanya modifikasi sifat optis awan.[2].

Sumber

Aerosol terbentuk melalui dua cara, yaitu proses secara alami dan proses buatan aktivitas makhluk hidup. Secara alami, keberadaan aerosol di stratosfer banyak disebabkan oleh gunung merapi yang meletus.[3] namun ada juga, berasal dari debu daratan, garam laut, gunung berapi dan produksi biogenik. Sedangkan sumber aerosol dari aktivitas makhluk hidup berasal dari proses kimia[4] kegiatan industri dan transportasi serta pembakaran bahan bakar fosil.[2]

Lihat pula

Pranala luar

Referensi

  1. ^ Hinds, William C. (1999). Aerosol technology : properties, behavior, and measurement of airborne particles (edisi ke-2nd ed). New York: Wiley. ISBN 0-471-19410-7. OCLC 39060733. 
  2. ^ a b Tritama Okaem, Tanti; Saputra, Dodi; Zulgino, Fajri (2020). "Pengaruh Hotspot Terhadap Variabilitas Aerosol Bulan Februari Tahun 2016-2019". Megasains. 11 (1): 37. ISSN 2086-5589. 
  3. ^ Hamdi, Saipul (2013). "DAMPAK AEROSOL TERHADAP LINGKUNGAN ATMOSFER". Berita Dirgantara (dalam bahasa Inggris). 14 (1). 
  4. ^ Rathore, Nirmala; Saraswat, Vimal; Mandot, Vivek; Bhatt, Prayag (2017-03-05). "Aerosols: Production and Effects". International Journal of Research (dalam bahasa Inggris). 4 (3): 750–759. ISSN 2348-6848. 

[1] Jun Guo and Yan Yin, “Potential of Mineral Dust in Changing the Sea Surface Temperature and Precipitation over East Asia,” Procedia Engineering 102 (2015): 1160–66, doi:10.1016/j.proeng.2015.01.241.

[2] Ibid.

[3] Ibid.