Lompat ke isi

Pabrik Gula Djatiroto

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Pabrik Gula Djatiroto adalah pabrik gula yang didirikan pada awal abad XX oleh Perkumpulan Dagang Amsterdam atau disebut Handelsvereeniging Amsterdam (H. V. A), Perkumpulan dagang ini memiliki kantor perwakilan di Surabaya. Pabrik Gula Djatiroto pada masa kolonial menjadi salah satu pabrik gula yang paling modern di Jawa Timur.

Dalam perkembangannya Pabrik Gula Djatiroto mengalami pasang surut sejak berdiri hingga sekarang. Pada masa perang kemerdekaan Pabrik Gula Djatiroto ditangani oleh suatu badan yang bernama Badan Penyelenggara Perusahaan Gula Negara (BPPGN) dan berada di bawah naungan PT. Perkebunan Nusantara XI Jawa Timur. Kemudian pada tahun 1957 industri gula yang ada di Indonesia oleh pemerintah Indonesia dilakukan nasionalisasi dan diambil alih oleh pemerintah Republik Indonesia.

Tahun 1961 pemerintah Republik Indonesia membentuk badan baru untuk mengganti BPPGN menjadi Badan Pimpinan Umum Perusahaan Gula Negara dan Karong Goni. Kemudian dalam perkembangan selanjutnya pada tahun 1968 menjadi Perusahaan Negara Perkebunan dan Pabrik Gula Djatiroto berada di bawah PNP XXIV yang berkantor pusat di Surabaya.

Pada tahun 1974 terjadi pengalihan bentuk dari perusahaan negara menjadi perusahaan perseroan perkebunan. Kemudian pada tahun 1975 lahir Inpres no. 9 tahun 1975 tentang Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI). Sistem TRI merupakan suatu peristiwa penting bagi sejarah pergulaan dan kehidupan petani gula di Indonesia. Perpindahan sistem itu secara resmi berlaku sejak tanggal 22 April 1975. Dengan demikian Inpres tersebut merupakan dasar hukum bagi pelaksanaannya. Sistem TRI ini diharapakan pada akhir pelita II harus sudah dapat menggantikan sitem yang telah berlalu sebelumnya. Oleh karena itu, pada tahun 1979 seluruh pabrik gula di Jawa sudah tidak diperkenankan lagi menyewa tanah untuk tanaman tebunya termasuk Pabrik Gula Djatiroto. Dengan adanya Inpres tersebut Pabrik Gula Djatiroto harus melaksanakan sitem yang baru.

Sejarah Pabrik Gula Djatiroto Sebelum Nasionalisasi

Kondisi tanah di Desa Kaliboto Lor yang begitu subur dan iklim yang cocok mempunyai daya tarik yang kuat bagi pengusaha Eropa maupun Cina untuk mendirikan perkebunan tebu. Tahun 1832 mulanya orang Cina yang banyak memperoleh kesempatan untuk mendirikan perkebunan tebu. Orang-orang Cina membeli atau menyewa tanah-tanah desa untuk membuka perkebunan, terutama perkebunan tebu. Pada tahap selanjutnya Pemerintah Kolonial Hindia Belanda baru melihat manfaat gula sebagai komoditi yang penting. Sejak abad ke-18 kedudukan rempah-rempah di pasaran internasional mulai tergeser oleh gula, Hindia Belanda mulai melakukan monopoli hampir semua tanaman yang mempunyai nilai ekspor seperti; kopi, teh, karet, dan tebu. Pada masa sistem tanam paksa, tanaman tebu secara berangsur-angsur menempati posisi yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia. Karena terlihat menguntungkan, kemudian Belanda mengambil alih posisi orang Cina. Pemerintah Hindia Belanda membangun pabrik gula di pulau Jawa Timur dan memaksa penduduk desa untuk menjalankan pabrik gula.

Rencana pembangunan Pabrik Gula Djatiroto dimulai sejak tahun 1884, oleh perusahaan swasta milik Belanda yaitu HVA (Handel Vereeniging Amsterdam). Belanda mencari lokasi yang tepat untuk mendirikan pabrik gula. Akhirnya pada tahun 1901 menemukan lokasi untuk mendirikan pabrik gula yaitu di Desa Ranupakis, Kecamatan Klakah, Kabupaten Lumajang. Belanda juga mulai melakukan penebangan hutan dan rawa-rawa di kawasan Klakah hingga selesai pada tahun 1905. Setelah penebangan hutan selesai, Belanda mulai melakukan pembangunan Pabrik Gula Ranupakis (nama pertama Pabrik Gula Djatiroto) di Desa Ranupakis. Pembangunan Pabrik Gula Ranupakis selesai tahun 1910 dan siap melakukan giling untuk pertama kalinya.

Setelah Pabrik Gula Ranupakis sudah melakukan giling ternyata masih belum mampu memenuhi pemintaan gula yang semakin meningkat di pasaran Eropa sehingga pada tahun 1912 diadakan pengembangan peningkatan kapasitas giling yang awalya 1100 TTH (Ton Tebu per hari) menjadi 2400 TTH. Dengan adanya peningkatan kapasitas giling HVA mendirikan pabrik gula lagi yaitu Pabrik Gula Djatiroto yang terletak di Desa Kaliboto Lor, Kecamatan Jatiroto tahun 1915. Djatiroto yang dipilih sebagai tempat pabrik gula yang baru untuk pengembangan Pabrik Gula Ranupakis, sebenarnya bukan daerah yang sama sekali baru untuk pabrik gula tersebut. Hal ini karena Djatiroto semula sudah menjadi daerah perkebunan untuk menanam tebu milik Pabrik Gula Ranupakis.

Lihat pula