Tari Wutukala
Tari Wutukala adalah salah satu tarian tradisional masyarakat Suku Moy di Papua Barat. Tarian ini menggambarkan aktivitas masyarakat saat berburu ikan. Biasanya tarian ini dilakukan secara berkelompok atau berpasangan antara penari pria dan penari wanita. Tari Wutukala merupakan salah satu tarian tradisional yang cukup terkenal di Papua Barat, khususnya daerah pesisir Sorong dimana masyarakat Suku Moy tinggal. Tarian ini biasanya ditampilkan di berbagai acara seremonial adat di sana.[1]
Sejarah Tari Wutukala
Tari Wutukala ini merupakan tarian yang menggambarkan aktivitas masyarakat Suku Moy saat berburu ikan. Suku Moy sendiri merupakan salah satu suku yang tinggal di wilayah pesisir Sorong, Papua Barat. Sejak dulu sebagian besar masyarakat di sana memang berprofesi sebagai nelayan atau pemburu ikan. Menurut sejarahnya, pada zaman dahulu masyarakat Suku Moy hanya menggunakan tombak sebagai alat untuk mencari ikan.[1]
Namun seiring dengan semakin susahnya mencari ikan dengan alat tersebut, mereka kemudian menggunakan bubuk akar tuba untuk memudahkan mereka dalam mencari ikan. Bubuk akar tuba ini digunakan karena mengandung sejenis racun ringan sehingga membuat ikan pusing dan mudah untuk ditangkap. Cara mencari ikan ini kemudian menjadi tradisi di masyarakat Suku Moy dan untuk memperingati inovasi tersebut, mereka tuangkan dalam suatu tarian yang disebut Tari Wutukala ini.[1]
Fungsi Dan Makna Tari Wutukala
Tari Wutukala difungsikan untuk mengapresiasi perkembangan serta inovasi yang mereka lakukan dalam mata pencaharian mereka sebagai nelayan dari waktu ke waktu. Selain itu, tarian ini juga dimaknai sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat atas limpahan berkat yang mereka dapatkan dari inovasi dan perkembangan mata pencaharian tersebut.[1]
Pertunjukan Tari Wutukala
Tari Wutukala biasanya dibawakan oleh para penari pria dan penari wanita. Untuk jumlah penari Tari Wutukala ini biasanya terdiri dari 5-6 pasang penari pria dan wanita. Dalam pertunjukannya penari menggunakan pakaian adat serta perlengkapan menari seperti tombak untuk penari pria dan noken (tas wadah ikan) yang digunakan oleh para penari wanita. Dengan diiringi iringan lagu dan musik pengiring penari menari dengan gerakannya yang khas dan penuh keceriaan.[1]
Gerakan dalam Tari Wutukala ini menggambarkan aktivitas masyarakat saat berburu ikan. Gerakan tersebut seperti gerakan menangkap ikan dengan tombak oleh penari pria dan gerakan mengambil hasil tangkapan oleh para penari wanita. Gerakan dalam Tari Wutukala ini cukup variatif dan setiap gerakan tentu memiliki makna tersendiri di dalamnya.[1]
Pengiring Tari Wutukala
Dalam pertunjukan Tari Wutukala biasanya diiringi oleh musik tradisional tifa. Selain itu ada juga beberapa yang menambahkan beberapa alat musik seperti gitar, bass, ukulele dan lain-lain agar lebih menarik. Selain musik pengiring, Tari Wutukala juga diiringi oleh lagu daerah yang menggambarkan keceriaan dan rasa syukur masyarakat. Irama musik pengiring yang dimainkan tentu disesuaikan dengan lagu-lagu tersebut.[1]
Kostum Tari Wutukala
kostum yang digunakan para penari dalam pertunjukan Tari Wutukala ini biasanya merupakan busana tradisional. Pada penari pria biasanya hanya menggunakan busana seperti rok terbuat dari akar dan daun-daun yang dipasang di pinggang mereka. Sedangkan pada bagian kepala, penari pria menggunakan penutup kepala yang terbuat dari bulu-bulu Cendrawasih. Selain itu pada bagian tubuh mereka juga diwarnai dengan lukisan etnik berwarna hitam dan putih. Untuk penari wanita biasanya menggunakan busana yang hampir sama seperti para penari pria namun lebih disesuaikan.[1]
Perkembangan Tari Wutukala
Dalam perkembangannya, Tari Wutukala masih terus dilestarikan dan dikembangkan oleh masyarakat di sana. Berbagai kreasi dan variasi juga sering ditambahkan di setiap pertunjukannya, baik dalam segi gerak, kostum, maupun pengiringnya agar terlihat menarik. Selain itu tarian ini juga tidak hanya ditampilkan dalam seremonial adat saja, namun juga sering ditampilkan di berbagai acara budaya seperti pertunjukan seni, festival budaya, serta promosi pariwisata. Hal ini tentu dilakukan sebagai bagian dari usaha pelestarian dan memperkenalkan kepada generasi muda serta masyarakat luas akan budaya yang mereka miliki.[1]
Makna Kehidupan dalam Tari Wutukala yang Dinamis
Seorang pria berdiri di salah satu sudut pantai dengan pasir berwarna putih. Kemudian, ia mengajak beberapa teman untuk bergabung dengannya dalam satu tarian. Mereka semua membawa sebuah senjata sejenis tombak di tangan, dan seolah-olah bersiap akan melakukan sebuah perubahan.Para pria tersebut menggunakan hiasan kepala berupa mahkota dari bulu cendrawasih serta tubuh mereka dipenuhi dengan lukisan etnik berwarna putih dan hitam. Untaian penutup bagian bawah tubuh mereka terbuat dari daun sagu terkibas gagah oleh angin laut.Terdapat sekitar enam orang mulai menyatu dan membentuk sebuah formasi untuk mengawali sebuah tarian tradisional yang bernama Tari Wutukala.
Tari Wutukala biasa dilakukan dalam kelompok secara berpasangan antara kaum pria dan wanita, karena tari ini menceritakan sebuah aktifitas tradisional yang memang dilakukan oleh pria dan wanita secara bersama-sama. Pada awal tarian, para laki-laki akan masuk terlebih dahulu dalam sebuah formasi yang menggambarkan bahwa mereka tengah berburu ikan.Tidak lama setelah itu, kaum perempuan masuk dengan membawa sebuah tas khas Papua yang biasa disebut dengan noken. Tas ini akan dipakai sebagai tempat untuk ikan-ikan hasil buruan mereka nantinya. Biasanya, para perempuan menggunakan pakaian yang serasi dengan para laki-laki, seperti rok dari daun sagu serta hiasan kepala yang terbuat dari burung cendrawasih. Mereka pun mulai melakukan gerakan-gerakan yang menggambarkan mata pencaharian mereka dalam mencari ikan.
Penting untuk diketahui bahwa sejak dahulu suku Moy sendiri merupakan suku di wilayah pesisir Sorong yang memang mempunyai mata pencaharian utama sebagai seorang nelayan. Kemudian, para pasangan yang digambarkan sedang berburu ikan ini pun mengalami kesulitan mendapatkan ikan dengan menggunakan senjata tombak. Ikan mulai sulit ditangkap dan mereka pun terancam tidak mendapatkan bahan makanan.
Keunikan serta keistimewaan tarian ini pun dimulai. Para pasangan ini mengubah cara mencari ikan yang mereka lakukan dengan menggunakan tombak saja menjadi sebuah inovasi dengan menggunakan akar tuba. Kisahnya, para pria dari Suku Moy mulai turun ke air dan menaburkan akar tuba yang telah ditumbuk menjadi seperti bubuk. Mereka menggunakan akar tuba karena tumbuhan ini mengandung sejenis ‘racun’ ringan yang akan membuat ikan-ikan pusing sehingga mudah untuk ditangkap. Selanjutnya, para wanita mulai menangkap ikan-ikan yang pusing dan bermunculan di permukaan air. Panen ikan pun terjadi dan hasilnya mereka bagikan ke seluruh masyarakat suku Moy.
Dalam pertunjukan Tari Wutukala biasanya diiringi dengan musik tradisional tifa. Selain itu ada juga beberapa yang menambahkan alat musik seperti gitar, bass, ukulele, dan lain-lain agar lebih menarik. Selain musik pengiring, Tari Wutukala juga diiringi oleh lagu daerah yang menggambarkan keceriaan serta rasa syukur masyarakat. Irama musik pengiring yang dimainkan tentu disesuaikan dengan lagu-lagu tersebut.
Dalam perkembangannya tari ini masih terus dilestarikan dan dikembangkan oleh masyarakat Papua. Tari ini juga sering ditampilkan dalam berbagai acara budaya seperti pertunjukan seni, festival budaya, serta promosi pariwisata. Secara garis besar Tari Wutukala menceritakan sebuah tradisi penting yang menjadi bagian dari kehidupan suku Moy. Tarian ini merupakan peringatan atas inovasi yang mereka temukan dalam mata pencaharian umum suku Moy.
Makna dari Tari Wutukala sendiri yaitu sebuah ucap rasa syukur atas berkat Tuhan. Uniknya, limpahan berkat ini hadir dalam inovasi perburuan ikan yang mereka lakukan. Hal ini menunjukan sebuah sikap terbuka yang dimiliki suku Moy terhadap perubahan kehidupan yang terjadi. Biasanya, tarian ini dilakukan oleh seorang tetua adat dan diikuti oleh beberapa pemuda yang menggambarkan semangat suku Moy dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan.