Lompat ke isi

Teori pelanggaran harapan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 6 Agustus 2021 08.45 oleh HsfBot (bicara | kontrib) (v2.04b - Fixed using Wikipedia:ProyekWiki Cek Wikipedia (Tanda baca setelah kode "<nowiki></ref></nowiki>"))
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)
Salah satu contoh jarak personal

Teori pelanggaran harapan merupakan salah satu teori komunikasi yang menggambarkan bahwa seseorang memiliki harapan terhadap jarak perilaku non-verbal orang lain yang dapat memberikan kenyamanan kepadanya.[1] Teori ini melihat komunikasi sebagai pertukaran informasi yang dapat dianggap positif atau negatif tergantung pada rasa suka atau harapan antara dua orang yang berinteraksi.[2]

Hubungan Ruang

[sunting | sunting sumber]

Hubungan ruang yang dimaksud di sini adalah ruang personal yang menunjukkan jarak yang dipilih untuk diambil oleh seseorang dalam berhadapan dengan orang lain.[1]

Jarak tersebut dapat dibedakan menjadi 4 zona yakni:[1]

  1. Jarak intim mencakup perilaku yang ada pada jarak 0-18 inci (0-46 cm).
  2. Jarak personal mencakup perilaku yang ada pada jarak 46 cm-1,2 meter.
  3. Jarak sosial mencakup perilaku yang ada pada jarak 1,2-3,6 meter.
  4. Jarak publik merupakan jarak yang cakupannya melampaui 3,7 meter.

Kewilayahan

[sunting | sunting sumber]

Kewilayahan merupakan konsep yang penting untuk dibahas dalam teori pelanggaran harapan.[1] Kewilayahan adalah kepemilikian seseorang terhadap suatu area atau benda.[1] Ada tiga jenis wilayah, yaitu primer, sekunder, dan publik.[1] Wilayah primer merupakan wilayah eksklusif seseorang dan ditandai dengan nama yang terpasang pada benda tersebut untuk menunjukkan identitas kepemilikannya.[1] Wilayah sekunder merupakan hubungan seseorang dengan sebuah area atau benda.[1] Sedangkan, wilayah publik merupakan tempat-tempat terbuka untuk semua orang dan tidak termasuk hubungan personal di dalamnya, seperti taman, gunung, dan pantai.[1]

Teori pelanggaran harapan memiliki tiga asumsi dasar, yakni:

  1. Harapan mendorong terjadinya interaksi antar manusia.[1] Sebelum seseorang melakukan interaksi dengan orang lain, seseorang memiliki harapan interaksional yang mencakup keahlian dan pengetahuan yang dibutuhkan oleh komunikator sebelum ia memasuki sebuah percakapan[1]
  2. Harapan terhadap perilaku manusia dipelajari.[1] Perilaku manusia dipelajari dari budaya perilaku dan dari individu yang menganut perilaku tersebut.[1]
  3. Orang membuat prediksi mengenai perilaku nonverbal.[1] Ketika seseorang berhadapan dengan orang lain, sebenarnya seseorang mampu untuk membuat prediksi perilaku non-verbal yang muncul dari orang tersebut.[1]

Kritik Terhadap Teori

[sunting | sunting sumber]
  • Ruang lingkup terhadap teori ini terlalu luas karena komunikasi non-verbal adalah area yang sangat luas.[1]
  • Kemungkinan pengujian merupakan kemampuan teori ini untuk dapat dibuktikan kebenaran atau kesalahannya.[1][2] Akan tetapi, kenyataannya teori ini hanya sebatas memprediksi respon terhadap pelanggaran norma-norma suatu hubungan.[2]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q West, Richard dan Turner, Lynn H. 2008. Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi. Jakarta: PT. Salemba Humanika. Bab 7.
  2. ^ a b c 'Teori Pelanggaran Harapan. Diakses 1 Juni 2010.

Bacaan lebih lanjut

[sunting | sunting sumber]
  • Bandura, A. (1977). Self-efficacy: Toward a unifying theory of behavioral change. Psychological Review, 84(2), 191-215.
  • Bandura, A. (1982). Self-Efficacy mechanism in human agency. American Psychologist, 37, 122-147.
  • Bandura, A. (1986). Social foundation of thought and action: A social cognitive theory. New Jersey:Prentice- Hall
  • Droar, D. (2006). Expectancy theory of motivation. Retrieved October 2, 2010, from http://www.arrod.co.uk/archive/concept_vroom.php Diarsipkan 2010-10-25 di Wayback Machine.
  • Holdford DA, Lovelace-Elmore B. Applying the principles of human motivation to pharmaceutical education. J Pharm Teach. 2001;8:18.
  • Porter, L. W., & Lawler, E. E. 1968. Managerial Attitudes and Performance. Homewood, IL: Richard D. Irwin, Inc.
  • Staples, D. S., Hulland, J. S., & Higgins, C. A. (1998). A self-efficacy theory explanation for the management of remote workers in virtual organizations. Journal of Computer Mediated Communication, 3(4). Retrieved January 19, 2008, from http://www.ascusc.org/jcmc/vo13/issue4/wiesenfeld.html
  • Stone, R. W. & Henry, J. W. (1998). Computer self-efficacy and outcome expectations and their impacts on behavioral intentions to use computers in non-volitional settings. Journal of Business and Management, (1), 45-58.
  • Stone, R. W. & Henry, J. W. (2003). The roles of computer self-efficacy and outcome expectancy in influencing the computer end-user’s organizational commitment. Journal of End User Computing, 15(1), 38-53.
  • University of Rhode Island: Charles T. Schmidt, Jr. Labor Research Center