Ali Kalora
Ali Kalora | |
---|---|
Nama asal | علي أحمد |
Lahir | Ali Ahmad Kalora, Poso Pesisir Utara, Poso, Sulawesi Tengah, Indonesia |
Meninggal | 18 September 2021 |
Sebab meninggal | Kontak senjata oleh Tim Operasi Madago Raya |
Kebangsaan | Indonesia |
Nama lain | Ali Ahmad |
Organisasi | |
Dikenal atas | Terorisme, Pengeboman |
Gelar | Pemimpin Mujahidin Indonesia Timur |
Pendahulu | Santoso |
Lawan politik | |
Suami/istri | Tini Susantika |
Ali Ahmad (bahasa Arab: علي أحمد), yang lebih dikenal dengan nama Ali Kalora, adalah seorang militan Islam Indonesia dan merupakan pemimpin Mujahidin Indonesia Timur (MIT) menggantikan Santoso. Ia diduga bersembunyi di hutan belantara di sekitar Kabupaten Poso dan Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah bersama dengan sisa kelompok MIT.
Setelah Santoso tewas pada tanggal 18 Juli 2016, dirinya diduga menggantikan posisi Santoso sebagai pemimpin di kelompok MIT bersama dengan Basri.[1] Setelah Basri ditangkap oleh Satgas Tinombala, Kapolri Jenderal Pol. Tito Karnavian menetapkan Ali Kalora sebagai target utama dari Operasi Tinombala.[2]
Kehidupan pribadi
Ali lahir di Desa Kalora, Kecamatan Poso Pesisir Utara, Poso. Ia memiliki seorang istri yang bernama Tini Susanti Kaduka, alias Umi Farel. Nama "Kalora" pada namanya, diambil dari desa tempatnya dilahirkan, sehingga nama Ali Kalora sering kali digunakan di media massa.[3]
Keterlibatan dalam terorisme
Mujahidin Indonesia Timur
Ali merupakan salah satu pengikut senior Santoso di kelompok Mujahidin Indonesia Timur. Setelah kematian Daeng Koro—salah satu figur utama dalam kelompok MIT, Ali dipercayakan untuk memimpin sebagian kelompok teroris yang sebelumnya dipimpin oleh Daeng Koro. Faktor kedekatannya dengan Santoso dan kemampuannya dalam mengenal medan gerilya membuat ia diangkat menjadi pemimpin.
Peneliti di bidang terorisme intelijen dari Universitas Indonesia, Ridwan Habib, berpendapat bahwa Ali Kalora adalah sosok penunjuk arah dan jalan di pegunungan dan hutan Poso. Ini karena Ali merupakan warga asli dari Desa Kalora, Poso, sehingga dirinya diyakini telah menguasai wilayah tempat tinggalnya.[3] Menurut Kapolda Sulawesi Tengah saat itu, Brigjen. Pol. Rudy Sufahriadi, Ali Kalora adalah sosok radikal senior di kalangan gerilyawan di Poso. Ia menyebut bahwa Ali Kalora berpotensi menjadi "Santoso baru" karena latar belakang pengalamannya yang cukup senior. Meski demikian, ia yakin kekuatan gerilya di bawah kepemimpinannya tidak akan sebegitu merepotkan dibandingkan Santoso.[4]
Kapolri Jenderal Pol. Tito Karnavian menilai bahwa Ali tidak memiliki kemampuan kepemimpinan yang sama dengan Santoso dan Basri, begitu pula dengan spesialisasi dan militansi. Tetapi dirinya berpendapat, kaderisasi anggota baru bisa terjadi apabila aparat dan pemerintah menghentikan operasi penanggulangan terorisme di Poso sehingga operasi harus terus dilakukan untuk menetralisir dan menangkal ideologi radikal pro-kekerasan di Poso.[5]
Pemburuan
Tito Karnavian mengatakan, Operasi Tinombala akan terus dilanjutkan untuk menangkap teroris yang tersisa, seperti Ali Kalora. Tito juga mengimbau kepada sisa pengikut Santoso yang lain untuk menyerahkan diri kepada pihak berwajib secara baik-baik, sehingga permasalahan konflik di Poso bisa diselesaikan secara bertahap.[6]
Referensi
- ^ "Polri Sebut Ali Kalora Jadi Pengganti Santoso". CNN Indonesia. Diakses tanggal 2015-07-19.
- ^ "Kapolri: Target Utama Kita Ali Kalora!". Okezone. Diakses tanggal 21 September 2016.
- ^ a b "Mengenal Sosok Ali Kalora, Pengganti Santoso di Poso". Tribunnews. Diakses tanggal 2016-07-19.
- ^ "Setelah Santoso Tewas, Polisi Duga Ali Kalora Lanjutkan Gerilya". Kompas. Diakses tanggal 19 Juli 2016.
- ^ "Inilah Sosok Ali Kalora yang Diduga Menggantikan Santoso". Status Aceh. Diakses tanggal 19 Juli 2016.
- ^ "Santoso Tertembak, Target Selanjutnya Ali Kalora". Pikiran Rakyat. Diakses tanggal 2016-07-19.