Pendawa, Lebaksiu, Tegal
Pendawa merupakan salah satu desa yang berada di kecamatan Lebaksiu, Kabupaten Tegal, provinsi Jawa Tengah, Indonesia
Sejarah
Dalam Catatan Urutan Kepala desa dan sejarah desa Pendawa, Wangsa prana/Wangsa Truna Adalah seorang pemimpin desa Pendawa yang di sebut Bekel,Beliau adalah Putra Dari Raden Wirasari,Salah satu Pasukan Kesultanan Mataram Pada masa Kepemimpinan Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Susuhunan Hamangkurat Agung. Raden Wirasari adalah salah satu prajurit yang ikut serta mengamankan perjalanan Rajanya dari Kraton Plered Menujut Tegal bersama Kakaknya,Setelah Seorang Raja Wafat,Kekuasaan diberikan kepada putra Mahkota,Berbeda cerita dengan Kakak dari Raden Wirasari,Kakanya diberi Kepercayaan memimpin daerah yg dekat dengan Seorang Raja,Raden Wirasari memilih menyingkir untuk hidup tenang dan di beri kekuasan wilayah Selatan dan menetap di desa Pendawa lalu mempunyai anak bernama Wangsa Prana.Didalam catatan The Kartasura Dynasty GENEALO,menyebutkan Wangsa prana/Wangsa Truna adalah Ayah dari Raden Ayu Gedhong,Istri Kelima dari Sampeyan Dalam Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhanan Prabhu Sri Paku Buwana II,Senapati ing Alaga Ngah 'Abdu'l-Rahman Saiyid Ud-Din Panatagama.
Masa Kolonial
Pada Arsip masa Pemerintahan Hindia Belanda Tahun 1887 (Sumber Maps Underconstruction),Pendawa Adalah wilayah yang dikelilingi empat Pedukuhan besar,Dukuhwringin,Dukuhsalam,Dukuhlo,dan Dukuh Babakan, (Universitaire Bibliotheken Leiden Published 1887),Pada era sebelumnya tercatat,Dalam salah satu arsip laporan Pabrik Gula Dukuhwringin Tahun 1857,Pendawa adalah wilayah yang memepunyai lahan cukup luas untuk salah satu sumber pertanian tebu mengikuti wilayah distrik Slawi.Dan pada arsip disebutkan bahwa Pendawa mempunyai Bekel Bernama Wangsa prana/Wangsa Truna,arsip tersebut menjelaskan tentang laporan perkebunan tebu untuk SF. Doekoehwringin) yang diketahui oleh pemimpin setempat. (Sumber Delpher)
Pada Masa Kolonial Tahun 1927,Pendawa pernah menjadi salah satu desa otonomi yang berada di Tegal Pada masa Pemerintahan Hindia Belanda, dari 4 (empat) Desa otonomi Tegal.
Penyelidikan otonomi dilakukan dengan berkonsultasi dengan pemerintah daerah dengan Pejabat administrasi diadakan di empat desa berikut yang berbeda jenis, yang bisa dianggap memberi gambaran lebih atau kurang mengembangkan masyarakat desa di kabupaten ini. Pilihan desa untuk penelitian desa otonomi desa penelitian.
I. "Slawikoelon", BAGIAN dari ibu kota kadipaten Slawi,pusat populasi penting dengan pasar regional, dalam waktu dekat,dekat dengan Pabrik Gula Kemanglen dan Doekoehwringin.Desa ini, pada tahun 1917 dengan lingkungan desa Slawi wetan dan Pakembaran bersatu, memiliki kemerdekaan lamanya sendiri pada tahun 1927 dengan membelahnya pulih. Ini menghitung 3367 jiwa dimiliki 66 sawah komunal yang dibangun bagian permanen dan pengguna tetap, perbesar 60 membangun taman dan pekarangan dalam kepemilikan individu secara turun-temurun. Ada sekolah desa, yang juga miliknya ke dua desa tetangga yang disebutkan di atas.
ll. "Tegalsari", desa kota (sebagian nelayan, sebagian desa pertanian) di ibu kota Tegal (dalam kabupaten tersebut teraad), yang terdiri dari bawahan (desas lama),terutama Pangan-djaran, Pasengkongan,Todan, Bong dan Keteraberan. desa ini berada di 1917 dengan desas Pendjalan, Mangoendipoeran, Kratonlor dan Asemtiga disatukan menjadi satu desa kota besar, yaitu Redjosari, tetapi pada tahun 1926 dipulihkan dengan membelah kemerdekaan sebelumnya. Ini memiliki 4.545 jiwa dan memiliki 75 pembangunan sawah komunal dengan saham tetap dan penggunaan permanen ceri selain 51 gedung taman dan pekarangan. Sawah disewa oleh Pabrik Gula Pagongan. Kecuali lembaga kredit desa (loembung dan desa bank) ada sekolah desa lain.
lll. "Kedjambon", sebagian kota desa dalam batas-batas wilayah komune dan sebagian lagi dusun (desa lama) Karangdowo-wètan menyangkut pertanian desa,Kedjabmon mendapatkan kembali kemerdekaannya pada tahun 1926, dengan tambahan Karangdawa wètan.menyangku t pertanian desa, memiliki nomor 2642 jiwa dan yang dimilikinya,dari 39 konstruksi sawah dalam kepemilikan komunal dengan saham tetap sebagai tambahan 44 membangun kebun dan pekarangan. Sawah disewa oleh gula Perusahaan Pagongan. Ada sekolah desa, yang juga merupakan bagian dari lingkungan desa milik sendiri. Setelah bersekutu dengan desa Karangdawawetan pada tahun 1917,Slerok Langon dan Kemeduran ke kota besar desa Ka-moeljan, Kedjabmon mendapatkan kembali kemerdekaannya pada tahun 1926, dengan tambahan Karangdawawètan.
IV. "Pendawa", sebuah desa pertanian di kabupaten Slawi dekat sarang jalan bagus dari Tegal kPa Banjoemas, sebanyak 2.395 jiwa, dan memil iki 128 jiwa sawah konstruksi milik bersama dengan bagian tetap dan 63 kebun konstruksi dan mewarisi. desa ini terdiri dari dusun (desas tua) Pendawa' dan Saimbang. Dia menjalankan pasar dan memiliki sekolah desa, bunga desa dan desa bank.Dalam penyelidikan itu juga ada anggota dewan dan beberapa anggota Rukun Tetangga hadir,sehingga informasi yang didapat bisa.
Sumber:DESA-AUTONOMIE ONDERZOEK REGENTSCHAPSVERSLAGEN 1927.
Nama-Nama Pemimpin
No | Kepala Desa | Masa Jabatan | Keterangan | |
---|---|---|---|---|
1 | Raden Wirasari | 1687 - 1721 | Prajurit Kesultanan mataram. | |
2 | Raden Wangsa prana/Wangsa Truna. | 1731 - 1859 | Bekel | |
Masa Pemerintahan Indonesia | ||||
3 | Sujrat/Ranyu | 1859 - 1950 | Bekel | |
4 | Bajuri | 1950 - 1956 | Bekel | |
5 | Saryat | 1956 - 1962 | Bekel | |
6 | Siryad | 1963 - 1974 | Bekel | |
7 | Suwardjo | 1975 - 1989 | Lurah. | |
8 | Sartono | 1999 - 2007 | Lurah. | |
9 | Suwarmo | 1956 - 1962 | Lurah | |
10 | Sartono | 2097 - 2011 | Lurah | |
11 | Darto | 12012 - 2018 | Lurah | |
12 | Suwito | 2019 - 2025 | Lurah |
Seni dan Budaya
Jika berkunjung ke Desa Pendawa tak jarang yang bertanya tentang suatu tempat yang terlihat masih asri lokasinya,banyak pepohonan dan ada salah satu pohon yang rindang menjadi ikon wilayah tersebut. Kenapa??? yah... karena wilayah itu sangat di jaga ke aliannya dan masyarakat menyebutnya Candi Watu Lumpang.
Situs Watu Lumpang letaknya berada di sbahawah pohon besar yang menjadi ikon lokasi Candi Watu Lumpang,Lokasi Candi Watu lumpang sangat mudah dicari berada di ujung sebelah barat desa Pendawa Rt 01 Rw 01 Samping sungai.Berdasarkan ciri dan bentuk situs Watu Lumpang dapat dikategorikan peninggalan pra sejarah zaman Batu Besar Megalitikum, di Pulau Jawa yang biasanya berada di pinggir sungai.
Sebuah benda peninggalan purbakala yang sangat menarik untuk dikunjungi berupa Situs Watu Lumpang yang diperkirakan atau ditaksir kurang lebih berumur 3.931 tahun berdasarkan jenis batuanya.termasuk zaman Megalitikum.
Kebudayaan Zaman Megalitikum
Megalitik berasal dari kata mega yang berarti besar dan lithos yang berarti batu, sehingga dapat diartikan sebagai batu besar (Soejono, 2010).Menurut Von Heine Geldern, kebudayaan Megalithikum menyebar ke ndonesia melalui 2 gelombang yaitu :
1. Megalith Tua menyebar ke Indonesia pada zaman Neolithikum (2500-1500 SM) dibawa oleh pendukung Kebudayaan Kapak Persegi (Proto Melayu). Contoh bangunan Megalithikum adalah menhir, punden berundak-undak, Arca-arca Statis.
2. Megalith Muda menyebar ke Indonesia pada zaman perunggu (1000-100 SM) dibawa oleh pendukung Kebudayaan Dongson (Deutro Melayu). Contoh bangunan megalithnya adalah peti kubur batu, dolmen, waruga Sarkofagus dan arca-arca dinamis.Manusia di zaman batu besar ini sudah dapat membuat dan menghasilkan kebudayaan yang terbuat dari batu besar, berkembang dari zaman Neolitikum sampai zaman Perunggu, dan kepercayaan utamanya adalah animisme. Dinamisme dan Toternisme.
Pengaruh kepercayaan animisme,Dinamisme,Toterniime ini juga masih banyak di anut oleh masyarakat yang hidup di zaman modern ini, mungkin ini adalah salah satu pengaruh yang disebarkan oleh masyarakat di zaman megalitikum.
Tradisi Sedekah Bumi
Menjadi sebuah keyakinan turun temurun,bahwasanya rasa syukur kepada sang pencipta adalah hal yang seharusnya dilakukan setiap manusia,Tradisi Malam Syuro adalah tradisi syukuran kepada Sang pencipta di lakukukan masyarakat setempat di area Candi Watu Lumpang dengan Tradisi Sedekah Bumi dan Do'a bersama.