Lompat ke isi

Si Misim dan Si Giwang

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Kemudian daripada itu datang raja Sambas maaturkan intan dua biji, serta ada barang lain-lain yang ada di Sambas itu diaturkannya tetapi yang tersebutkan intan dua biji. Yang satu rigat sedikit, besarnya seperti buah tanjung, dinamai Si Giwang. Satu besarnya seperti telur burung dara, itu dinamai Si Misim. Pangandika Marhum Panambahan pada raja Sambas: Dipati Sambas, nyawa sudah jangan lagi mahanjurkan upati seperti zaman dahulu kala. Hanya lamun ada aku menyuruh barang yang kukehendaki itu jangan tiada carikan. Maka lamun ada kehendak nyawa barang sesuatu menyuruh ke mari. Sembah raja Sambas: Nugraha sampian itu kaula junjung kaula suhun atas batu kepala kaula. Demikianlah mulanya maka Sambas tiada lagi tiap-tiap tahun maaturkan upati ke Martapura itu. Banyak tiada tersuratkan.

— Hikayat Banjar.[1]

Si Misim dan Si Giwang adalah dua buah intan berukuran besar yang dipersembahkan Panembahan Ratu Sambas yaitu Pangeran Adipati Saboa Tangan sebagai upeti kepada atasannya Raja Banjar Islam ke-4 Sultan Mustain Billah alias Raja Marhum Panembahan (1595-1642) yang berkedudukan di Martapura, menurut naskah Cerita Turunan Raja-raja Banjar dan Kotawaringin (Hikayat Banjar 1).[1][2][3][4][5] Kunjungan ini menurut Sejarah Jawa menyebutkan tahun Saka 1565 (1643 M), tahun Banjar (Hijriyah) sekitar tahun 1054 H.[6][7]Kesalahan pengutipan: Tag <ref> harus ditutup oleh </ref>

Pada masa pemerintahan Raja Maruhum Panambahan seorang Adipati Sambas/Panembahan Ratu Sambas telah menghantarkan upeti berupa dua biji intan yang berukuran besar yang bernama Si Misim dan Si Giwang.[8][9] Pada tahun 1604 pertama kalinya Belanda berdagang dengan Sukadana.[10] Sejak 1 Oktober 1609, Kerajaan Panembahan Sambas menjadi daerah protektorat VOC Belanda. Hubungan raja-raja Kalimantan Barat dengan VOC Belanda menimbulkan kemarahan Sultan Agung, raja Mataram Islam, sehingga diperintahkannya Tumenggung Bahureksa melakukan penyerangan yang telah tiba di Sukadana pada tanggal 6 Mei 1622. Situasi ini menimbulkan ketegangan di seluruh Kalimantan, untuk melunakan Mataram, Kesultanan Banjar mengirim perutusan kepada Kesultanan Mataram dan utusan tiba dipelabuhan Jepara dalam jumlah besar kemudian diijinkan tinggal di kota istana, Kerta.

.................................................." Putusan Banjar prapta seba mring Mataram ", " Utusan-utusan Banjar mengadakan kunjungan kehormatan pada Mataram ". (Babad Sangkala, tahun Saka 1564 atau tahun 1641/1642 Masehi).*)


Hikayat Banjar dan Kotawaringin menyebutkan:

Catatan kaki

  1. ^ a b c d Ras, Johannes Jacobus (1990). Hikayat Banjar (dalam bahasa Melayu). Diterjemahkan oleh Siti Hawa Salleh. Lot 1037, Mukim Perindustrian PKNS - Ampang/Hulu Kelang - Selangor Darul Ehsan, Malaysia: Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka. ISBN 9789836212405.  ISBN 983-62-1240-X
  2. ^ https://www.scribd.com/doc/190123982/Hikayat-Banjar
  3. ^ Ras, Johannes Jacobus (1968). Johannes Jacobus Ras, ed. Hikajat Bandjar: A Study in Malay Historiography (dalam bahasa Inggris). Martinus Nijhoff. 
  4. ^ Ras, Johannes Jacobus (1968). Bibliotheca Indonesica (dalam bahasa Inggris). 1. Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde. ISSN 0067-8023. 
  5. ^ Ras, Johannes Jacobus (1968). Hikajat Bandjar [Malayisch u. engl.] A study in Malay historiography by J[ohannes] J[acobus] Ras. [Illustr.] - The Hague: Nijhoff 1968. XIII, 651 S. 8°, Volume 1 dari Bibliotheca Indonesica, ISSN 0067-8023, Proefschrift ter verkrijging van de graad van doctor in de letteren aan de Rijksuniversiteit te Leiden (dalam bahasa Inggris). 1. Bibliotheca Indonesica, Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde (Netherlands), Martinus Nijhoff. ISSN 0067-8023. 
  6. ^ (Belanda) Wolter Robert Hoëvel (1861). Tijdschrift voor Nederlandsch Indië. 52. Ter Lands-drukkerij. hlm. 202. 
  7. ^ (Belanda) Becht (1861). Tijdschrift voor Nederlandsch Indië. Becht. hlm. 202. 
  8. ^ Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Lembaga Kebudajaan Indonesia (1857). "Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde" (dalam bahasa Belanda). 6. Lange & Co.: 243. 
  9. ^ J. J. Ras, Hikajat Bandjar: A study in Malay historiograph, Martinus Nijhoff, 1968
  10. ^ (Inggris) J. H., Moor (1837). Notices of the Indian archipelago & adjacent countries: being a collection of papers relating to Borneo, Celebes, Bali, Java, Sumatra, Nias, the Philippine islands ... Singapore: F.Cass & co.