Lompat ke isi

Riba (Islam)

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Rente secara bahasa berasal dari Bahasa Belanda yang artinya bunga. Sedangkan secara istilah sebagai mana yang dikemukakan oleh Fuad Muhammad Fachruddin yaitu profit yang didapatkan bank yang didapatkan dari jasa pinjaman untuk memperlancarkan kegiatan usaha peminjam.[1] Bank biasanya digunakan pengusaha untuk mendapatkan modal usahanya dan bunga bank sudah menjadi ciri utama dalam bank indonesia.[2] Bank itu tidak bisa dipisahkan dari bunga karena bunga digunakan untuk membayar gaji pegawai, pembayaran pajak, dan lain-lain. Dalam bank, rente itu sebagai balas jasa dari bank terhadap penyimpan dana.

Hukum Rente Dalam Islam

Pada dasarnya rente itu termasuk riba dan haram hukumnya. Sesuai dengan kaidah كل قرض جر نفع فهو الربى. Seiring berjalannya waktu, khususnya di era globalisasi saat ini, rente yang awalnya haram dihadapkan oleh beberapa persoalan. Dalam dunia perbankan, rente menjadi semakin mapan. Bank juga menjadi sumber kekuatan ekonomi masyarakat modern. Oleh karena itu, sulit untuk mengindari atau menghilangkannya. Selain itu, bank menjadi salah satu indikator yang menjadi pengatur dalam lika-liku keuangan. Oleh karena terdapat beberapa persoalan tersebut, maka terjadi ikhtilaf di kalangan para Ulama'. Secara garis besar pandangan ulama terbagi menjadi dua,[3] yaitu sebagai berikut:

Pemahaman mereka lebih mengutamakan hal yang tekstual, yaitu dari Al-Quran. Menurut mereka bunga bank atau rente itu haram hukumnya. Beberapa ulama yang termasuk ke golongan ini yaitu al-Mawdudī, Sayyid Qutb, dan M. asy-Sya’raw.

Pemahaman mereka itu secara kontekstual dan mengutamakan aspek moralitas. Mereka berpendapat bahwa bunga bank atau rente itu berbeda dengan riba yang dijelaskan dalam Al-Quran. Sama halnya dengan pendapat Afzalur Rahman, menurutnya ekonomi dapat tersusun bila terdapat bunga bank atau keberadaan bunga bank itu penting dalam bank. Dengan demikian, umat muslim boleh bertransaksi di bank atas dasar darurah. Maksud dari darurat itu adalah tuntutan masyarakat modern yang tak bisa terlepas dari kegiatan yang berkaitan dengan bank.

Selain itu, masih banyak pendapat ulama lainnya mengenai hukum rente dalam islam. Ada 4 hukum menurut pandangan ulama:

  • Haram

Ulama yang berpendapat demikian yaitu Abu Zahra, Abu A’la al- Maududi, M. Abdullah al-Araby dan Yusuf Qardhawi, Sayyid Sabiq, Jaad al-Haqq Ali Jadd al-Haqq dan Fuad Muhammad Fachruddin. Menurut mereka, rente itu termasuk riba nasi'ah dan hukumnya haram mutlak.

  • Haram jika konsumtif

Ulama yang berpendapat demikian yaitu Mustafa A. Zarqa. Maksud dari konsumtif itu merujuk pada tingkah laku masyarakat jahiliyah pada zaman dahulu. Mereka menjadikan bunga sebagai bentuk pemerasan terhadap kaum miskin. Yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Sama halnya dengan pendapat M. Hatta, menurutnya riba itu berbeda dengan rente. Riba itu memeras si peminjam dan sifatnya konsumtif. Sedangkan rente itu bersifat konsumtif.

  • Boleh atau mubah

Ulama yang berpendapat demikian yaitu A. Hasan. Menurutnya rente itu berbeda dengan riba karena tidak dilipatgandakan seperti riba. Hal ini selaras dengan QS. Ali Imran ayat 130:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوا الرِّبٰوٓا اَضْعَافًا مُّضٰعَفَةً ۖوَّاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَۚ

Artinya : "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung."

  • Syubhat

Yang berpendapat demikian yaitu Majlis Tarjih Muhammadiyah. Menurut kelompok tersebut bunga bank atau rente itu hukunya syubhat. Menurut mereka yang haram itu yang sesuai dengan QS. Al-Baqarah ayat 279:

فَاِنْ لَّمْ تَفْعَلُوْا فَأْذَنُوْا بِحَرْبٍ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖۚ وَاِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوْسُ اَمْوَالِكُمْۚ لَا تَظْلِمُوْنَ وَلَا تُظْلَمُوْنَ

Artinya : "Jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan)."

Golongan Muhammadiyah masih ragu akan hukumnya. Muhammadiyah membolehkan dalam keadaan darurat saja.

Referensi

  1. ^ Aibak, Kutbuddin (2017). KAJIAN FIQH KONTEMPORER. Yogyakarta: KALIMEDIA. ISBN 978-602-6827-21-0. 
  2. ^ Saeful, Achmad (2021-02-10). "RIBA DAN BUNGA BANK DALAM PERSPEKTIF ISLAM". Madani Syari'ah (dalam bahasa Inggris). 4 (1): 40–53. doi:10.51476/madanisyari'ah.v4i1.232. ISSN 2686-5998. 
  3. ^ Saeful, Achmad (2021-02-10). "RIBA DAN BUNGA BANK DALAM PERSPEKTIF ISLAM". Madani Syari'ah (dalam bahasa Inggris). 4 (1): 40–53. doi:10.51476/madanisyari'ah.v4i1.232. ISSN 2686-5998.