Lompat ke isi

Penentuan Agenda Terbalik

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 21 Oktober 2021 11.36 oleh Rieulraitday (bicara | kontrib) (Post 4 Tugas Akhir WikiLatih Daring)

Penentuan agenda terbalik atau dalam Bahasa Inggris dikenal sebagai reversed agenda setting adalah sebuah konsep yang diperkenalkan peneliti asal Korea Selatan bernama Kim Seong Tae dan Lee Young Hwan pada tahun 2006. Konsep ini berisikan pembahasan yang melibatkan agenda oleh media berita dengan agenda khalayak di era internet pada masa penggunaan media baru yang digunakan untuk berkomunikasi, seperti media sosial. Reversed agenda setting mempunyai asumsi bahwasannya pengangkatan isu yang dianggap penting dalam agenda pemberitaan oleh media saat ini tidak lagi mutlak berasal dari kekuatan media sebagai penentu tunggal, melainkan ada andil individu-individu di ruang internet (netizen) dengan opini-opini yang disampaikannya yang masuk ke dalam daftar perbincangan populer (trending topic) di internet.[1]

Dinamika Teori Penentuan Agenda dan Konsep Penentuan Agenda Terbalik

Di masa media berita konvensional, seperti surat kabar, radio, dan televisi, hubungan antara agenda media dengan agenda khalayak dapat digambarkan dengan sebuah teori yang disebut sebagai teori penentuan agenda (agenda-setting). Agenda-setting menyebutkan, media dipandang memiliki kekuatan terbesar dan sebagai pihak tunggal dalam menentukan isu-isu yang dipandang penting dan tentunya mempengaruhi kesadaran dan perhatian publik sehingga menghasilkan agenda publik yang selaras dengan isu yang dianggap penting oleh media.[2] Sementara itu, era komunikasi kini telah beralih dari masa konvensional kepada hal-hal yang terhubung ke internet seperti portal berita dan media sosial membuat teori agenda-setting yang dicetuskan oleh Maxwell McCombs dan Donald Shaw pada tahun 1972 dinilai mengalami pergeseran dan kurang tepat untuk menjelaskan hubungan antara agenda media dan agenda khalayak di ruang internet. Di masa sebelum internet hadir dan berkembang, redaksi media dipandang sebagai penjaga gawang (gatekeeper) bagi medianya namun, saat ini redaksi media berubah menjadi pemantau (gatewatching). Hal ini disebabkan, internet membuat khalayak menjadi subjek aktif dalam proses komunikasi dan menyediakan wadah untuk memproduksi informasi sehingga arus informasi tidak bisa dihalangi. Redaksi saat ini lebih bekerja secara menonton apa yang menjadi pembahasan populer oleh pengguna internet seperti di media sosial dan tidak ingin dicap tertinggal ketika tidak mengikutsertakan isu yang sedang populer di ruang internet menjadi bagian dari agenda berita mereka.[3] Singkatnya kondisi penentuan agenda terbalik ini memperlihatkan bagaimana agenda media dibentuk tidak hanya berisikan isu-isu yang dipandang penting oleh media melalui ruang redaksi saja, tetapi pembentukan agenda media dilakukan secara dinamis dan berkolaborasi dengan khalayak, yaitu opini netizen di ruang internet.[4]

Tahapan Penentuan Agenda Terbalik

  1. Agenda Ripping, Pengguna internet mengungkapkan opini-opini yang dimilikinya melalui media yang terhubung dengan internet. Opini terdiri dari beragam bentuk, seperti postingan di sosial media twitter dan facebook, opini dalam bentuk meme, dan publikasi artikel di laman blog pribadi atau forum percakapan internet lainnya, seperti Kaskus.
  2. Tanggapan pengguna lain, opini yang telah diterbitkan pengguna di ruang internet itu kemudian ditanggapi pengguna lainnya dalam bentuk komentar, disukai, di-retweet, dan disebarkan ulang di media sosial lainnya sehingga menjadi topik bahasan populer bagi banyak pengguna internet.
  3. Difusi antar media dengan karakter yang berbeda, tahapan ini terjadinya penyebaran bahan diskusi topik populer dari karakteristik media yang berbeda, seperti dari media siber ke media konvensional. Media konvensional, seperti koran, televisi, dan radio ikut andil mengangkat topik bahasan yang tengah populer di kalangan pengguna internet dan menjadi agenda dominan baik bagi media maupun bagi publik.[4]

Ilustrasi Penentuan Agenda Terbalik

Sebuah penelitian dilakukan oleh Ying Jiang pada tahun 2014 mengenai isu-isu populer di Cina yang terjadi selama tahun 2012, Jiang mendapati 10 kasus memperlihatkan bagaimana penentuan agenda terbalik terjadi di era internet dalam hal ini pada media sosial Sina Weibo. Salah satu kasus tersebut mengenai perdebatan ujian masuk perguruan tinggi (National College Entrance Exam / NCEE) bagi para pekerja migran di Cina. Topik ini pertama kali dipublikasikan oleh Zhan Hai Te pada mikroblogging media sosial hina, yaitu Sina Weibo pada tanggal 25 Oktober 2012 yang menyebutkan pernyataan bahwa pekerja migran memiliki hak untuk ikut serta dalam ujian masuk perguruan tinggi. Postingan Zhan Hai Te kemudian mengundang berbagai tanggapan dari netizen sehingga isu tersebut masuk dalam jajaran topik populer Sina Weibo dan menjadi bahasan banyak orang. Keramaian atas pembicaraan tersebut membuat China Central Television (CCTV) yang merupakan televisi milik pemerintah ikut serta mengangkat isu ini seminggu setelah isu ini dikeluarkan. Diangkatnya isu ini oleh CCTV akhirnya Komite Pendidika Beijing membahas topik ini pada 30 Desember 2012. Kasus ini dapat meggambarkan bagaimana sebuah isu populer bagi pengguna internet (netizen) dapat menentukan agenda media.[4]

  1. ^ Jiang, Ying (2014). "'Reversed Agenda-Setting Effects' in China Case Studies of Weibo Trending Topics and Effects on State-Owned Media in China". The Journal of International Communication. 20 (2): 168–183. doi:https://doi.org/10.1080/13216597.2014.908785 Periksa nilai |doi= (bantuan). 
  2. ^ Tamburaka, Apriadi (2012). Agenda Setting Media Massa. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. hlm. 22. ISBN 978-979-769-417-3. 
  3. ^ Prabowo & Irwansyah, Maybi (2016). "Trending Topics Vs Agenda-Setting: Pengaruh Trending Topics Politik sebagai Reversed Agenda-Setting dan Haluan Politik Pemilik Terhadap Berita Politik di Televisi". Jurnal Komunikasi Indonesia. V (1): 5–15. doi:https://doi.org/10.7454/jki.v5i1.8895 Periksa nilai |doi= (bantuan). 
  4. ^ a b c Eriyanto (2018). MEDIA DAN OPINI PUBLIK: Bagaimana Media Menciptakan Isu (Agenda Setting), Melakukan Pembingkaian (Framing), dan Mengarahkan Pandangan Publik (Priming). Depok: PT RajaGrafindo Persada. hlm. 215–237. ISBN 978-602-425-442-1.