Lompat ke isi

Prasasti Plumpungan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Prasasti Plumpungan
Nama sebagaimana tercantum dalam
Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya
Prasasti Plumpungan pada 2020.
Cagar budaya Indonesia
KategoriSitus
No. RegnasPO2014102300172
(Pendaftaran 23 Oktober 2014)
Lokasi
keberadaan
Dukuh Plumpungan, Kelurahan Kauman Kidul, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah
Tanggal SKSurat Keputusan Kepala Dinas Kebudayaan Kota Salatiga No. 432/022/417 tanggal 30 Juli 2019
PemilikPemerintah Kota Salatiga
PengelolaDinas Perhubungan, Komunikasi, Kebudayaan, dan Pariwisata Kota Salatiga

Prasasti Plumpungan (juga disebut Prasasti Hampran) adalah prasasti yang tertulis dalam batu besar berjenis andesit berukuran panjang 170 cm dan lebar 160 cm dengan garis lingkar 5 meter. Prasasti ini ditemukan di Dukuh Plumpungan, Desa Kauman Kidul, Kecamatan Sidorejo. Prasasti berangka tahun 750 Masehi ini dipercaya sebagai asal mula kota Salatiga.

Prasasti Plumpungan.

Isi Prasasti Plumpungan ditulis dalam bahasa Jawa Kuno dan bahasa Sanskerta. Tulisannya ditatah dalam petak persegi empat bergaris ganda yang menjorok ke dalam dan keluar pada setiap sudutnya.

Dengan demikian, pemberian tanah perdikan (daerah bebas pajak) merupakan peristiwa yang sangat istimewa dan langka, karena hanya diberikan kepada desa-desa yang benar-benar berjasa kepada raja. Untuk mengabadikan peristiwa itu maka raja menulis dalam Prasasti Plumpungan Çrir Astu Swasti Prajabhyah, yang artinya: "Semoga Bahagia, Selamatlah Rakyat Sekalian". Ditulis pada hari Jumat, tanggal 24 Juli tahun 750 Masehi.

Perdikan artinya suatu daerah dalam wilayah kerajaan tertentu. Daerah ini dibebaskan dari segala kewajiban pajak atau upeti karena daerah tersebut memiliki kekhususan tertentu, daerah tersebut harus digunakan sesuai dengan kekhususan yang dimiliki. Wilayah perdikan diberikan oleh Raja Bhanu meliputi Salatiga dan sekitarnya.

Menurut sejarahnya, di dalam Prasasti Plumpungan berisi ketetapan hukum, yaitu suatu ketetapan status tanah perdikan atau swantantra bagi Desa Hampra. Pada zamannya, penetapan ketentuan Prasasti Plumpungan ini merupakan peristiwa yang sangat penting, khususnya bagi masyarakat di daerah Hampra. Penetapan prasasti merupakan titik tolak berdirinya daerah Hampra secara resmi sebagai daerah perdikan atau swantantra. Desa Hampra tempat prasasti itu berada, kini masuk wilayah administrasi Kota Salatiga. Dengan demikian daerah Hampra yang diberi status sebagai daerah perdikan yang bebas pajak pada zaman pembuatan prasasti itu adalah daerah Salatiga sekarang ini.

Konon, para pakar telah memastikan bahwa penulisan Prasasti Plumpungan dilakukan oleh seorang citralekha (penulis) disertai para pendeta (resi). Raja Bhanu yang disebut-sebut dalam prasasti tersebut adalah seorang raja besar pada zamannya yang banyak memperhatikan nasib rakyatnya.

Alihaksara

  1. //Çrir = astu swasti prajabyah sakakalatita 672/4/31/..(..)
  2. Maddyaham //O//
  3. //dharmmartham ksetradanam yad = udayajananam yo dadatisabhaktya
  4. hampragramam trigramyamahitam = anumatam siddhadewyasca tasyah
  5. kosamragrawalekhaksarawidhiwidhitam prantasimawidhanam
  6. tasyaitad = bhanunamno bhuwi bhatu yaso jiwitamcatwa nityam

Terjemahan

  1. Semoga bahagia ! Selamatlah rakyat sekalian ! Tahun Saka telah berjalan 672/4/31 (24 Juli 760 M) pada hari Jumat
  2. tengah hari
  3. Dari dia, demi agama untuk kebaktian kepada yang Maha Tinggi, telah menganugerahkan sebidang tanah atau taman, agar memberikan kebahagiaan kepada mereka
  4. yaitu Desa Hampra yang terletak di wilayah Trigramyama (Salatiga) dengan persetujuan dari Siddhdewi (Sang Dewi yang Sempurna atau Mendiang) berupa daerah bebas pajak atau perdikan
  5. ditetapkan dengan tulisan aksara atau prasasti yang ditulis menggunakan ujung mempelam
  6. dari dia yang bernama Bhanu. (Dan mereka) dengan bangunan suci atau candi ini. Selalu menemukan hidup abadi

Lihat pula

Daftar pustaka

Buku

  • Supangkat, Eddy, dkk (1995). Ensiklopedia Salatiga. Salatiga: Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Salatiga. 
  • Kartoatmadja, Soekarto, dkk (1995). Hari Jadi Kota Salatiga 24 Juli 750. Salatiga: Pemerintah Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Salatiga. 
  • Wulandari, Ari (2011). Batik Nusantara: Makna Filosofis, Cara Pembuatan, dan Industri Batik. Yogyakarta: Penerbit Andi. 

Jurnal ilmiah

Majalah

Pranala luar