Lompat ke isi

Sampah makanan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 30 November 2021 02.20 oleh Sutarni Usri (bicara | kontrib) (memperbaiki pemakaian huruf tebal)
Sampah makanan rumah, seperti kulit buah dan cangkang telur

Sampah makanan adalah makanan yang terbuang dan menjadi sampah. Definisi sampah dapat dilihat dari berbagai sisi sehingga berbagai lembaga dan organisasi dapat menggunakan definisi yang berbeda-beda mengenai sampah makanan ataupun makanan yang terbuang.[1][2][3] Sampah makanan dapat dilihat dari jenisnya, dari bagaimana sampah terbentuk, dan dari mana asalnya.[4][5]

Sebagian makanan dapat terbuang pada tahap tertentu dalam proses pengolahannya hingga selesai dikonsumsi oleh manusia. Berdasarkan Institution of Mechanical Engineers, setidaknya pada tahun 2013 setengah dari total makanan yang diproduksi manusia terbuang menjadi sampah.[6] Di negara miskin dan berkembang, sebagian besar makanan terbuang dalam proses produksi dan pengolahannya karena proses yang belum efisien. Sedangkan di negara maju, makanan terbuang lebih banyak dari sisi konsumsinya dan setiap individu dapat membuang sekitar 100 kg makanan per tahun.[7]

Penyebab

Sampah makanan dapat terbentuk sejak dalam proses produksinya di lahan pertanian, pascapanen, pengolahannya, hingga konsumsinya.

Produksi makanan

Di negara berkembang dengan pertanian komersial dan industri yang maju, sampah makanan dapat terbentuk pada tahap produksinya.[8] Sedangkan negara dengan pertanian subsisten yang dominan, sampah makanan yang terbentuk tidak dapat diketahui jumlahnya secara pasti namun diperkirakan tidak signifikan karena outputnya yang jauh lebih kecil dibandingkan pertanian industri. Meski demikian, besarnya kehilangan hasil panen ketika dilakukan pemanenan hingga transportasi dapat mencapai angka yang cukup tinggi di negara yang pertaniannya masih relatif kurang maju.[9][10]

Dalam tahap produksi makanan, kerusakan hasil panen oleh hama dan cuaca buruk dapat disebut limbah karena merupakan sebuah kehilangan (loss), terbuang, dan tidak dapat dimanfaatkan oleh manusia, bahkan meski tanaman tersebut belum dipanen.[8][11][12] Sehingga cuaca dapat disebut berperan penting dalam menambah jumlah potensi makanan yang terbuang.[13] Pemanfaatan alat dan mesin pertanian juga dapat menyebabkan kehilangan hasil produksi makanan karena, misal, mesin pemanen umumnya memanen secara keseluruhan tanpa melihat secara individual apakah biji-bijian sudah siap dipanen atau belum. Mesin pascapanen seperti mesin perontok juga secara tidak sengaja dapat memecahkan bulir biji-bijian tertentu sehingga sebagian hasil tidak layak untuk dijual ke pasar.[8] Hal yang sama juga berlaku bagi hasil pertanian lain, seperti buah dan sayur yang memiliki penampilan buruk akan terganjal regulasi dan peraturan sehingga tidak layak masuk ke pasar.[14] Petani umumnya meninggalkan hasil pertanian yang buruk tersebut di lahan sehingga menjadi kompos, atau dijadikan pakan hewan ternak.[8] Besarnya loss pada tahap pascapanen cenderung lebih sulit dianalisis ketimbang loss pada pengolahan makanan.[15]

Pengolahan makanan

Setelah pascapanen, kualitas penyimpanan makanan berperan penting dalam mencegah terbuangnya makanan.[16] Penyimpanan makanan menjadi relatif sulit di negara tropis basah karena temperatur dan kelembaban tinggi merupakan kondisi yang ideal bagi hama dan mikroorganisme untuk berkembang biak.[17] Kehilangan secara kualitatif seperti edibilitas, nilai kalori, nilai nutrisi, dan sebagainya lebih sulit dinilai ketimbang kehilangan secara kuantitas.[16][18][19][20] Penanganan dan pengemasan dapat menyusutkan volume dan massa juga dapat disebut sebagai loss.[8][16]

Beberapa tahapan proses tidak dapat menghindari terbentuknya sampah makanan karena alasan keamanan dan ingin mencapai bentuk atau kualitas tertentu dari makanan yang akan diproduksi.[2][8][21][22][23]

Penjualan

Pengemasan makanan bertujuan untuk mengurangi makanan yang terbuang dengan menjaga kualitasnya hingga sampai ke konsumen.[24][25] Namun kemasan juga menjadikan upaya mendaur ulang sampah makanan lebih sulit karena biasanya makanan dibuang bersama dengan kemasannya, atau makanan yang terbuang terkontaminasi bahan kemasan sehingga tidak bisa dijadikan bahan baku pakan ternak.[26]

Toko dapat membuang sejumlah besar makanan, biasanya yang telah melewati usia simpannya atau yang telah kedaluwarsa. Tergantung kebijakan toko, makanan dapat dikembalikan ke produsen atau ke fasilitas daur ulang. Toko juga terkadang mengalami masalah manajemen penyimpanan produk sehingga harus membuang sebagian. Jika yang harus dibuang adalah makanan yang masih layak dikonsumsi, toko dapat menyumbangkannya ke lembaga amal. Kebijakan pemilik toko, terutama dalam hal pemesanan juga berpengaruh dalam menentukan seberapa besar makanan yang terbuang dari sisi produksi. Jika toko tidak mampu menyerap hasil panen petani atau produsen sesuai dengan perjanjian, maka kemungkinan besar petani atau produsen akan membuang hasil panennya tersebut.[27]

Penanganan

Tempat pembuangan akhir

Tempat pembuangan akhir merupakan solusi termudah dan termurah dalam menangani sampah makanan, namun menyebabkan masalah lingkungan yang tertinggi diantaranya menjadi sarang serangga penyebar penyakit, bau, dapat mencemari air tanah, dan mampu menciptakan gas rumah kaca akibat dekomposisi bahan organik dari sampah makanan. Di Inggris, sampah makanan menyumbang 19% total sampah yang dibuang ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir).[28] Demi mencegah hal ini, seluruh restoran di kota New York dilarang membuang sampah makanan ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir).[29]

Pakan hewan

Berbagai hewan dapat memakan makanan sisa yang dibuang manusia, tidak terkecuali hewan peliharaan dan hewan ternak.[30] Meski demikian, tidak semua sisa makanan manusia cocok untuk hewan.[31] Ayam dan unggas lainnya secara tradisional dilepaskan di area lahan yang baru dipanen dan bangunan penggilingan biji-bijian untuk mencari sesuatu yang dapat dimakan.

Kompos

Sampah makanan dapat terdegradasi dengan mudah sehingga dapat dikomposkan untuk dijadikan pupuk.[32][33][34]

Daur ulang

Limbah minyak goreng sisa restoran umumnya ada dalam jumlah besar, terutama yang menjalankan proses memasak secara deep frying. Limbah tersebut tidak dapat digunakan kembali secara langsung, namun dapat diolah untuk dijadikan biodiesel dan sabun,[35] juga lipid untuk nutrisi tambahan pakan ternak, kosmetik, dan deterjen.[36]

Sampah makanan seperti biji salak dapat diolah menjadi bahan kerajinan.[37] Kulit buah manggis juga dapat diolah menjadi makanan.[38]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Westendorf, Michael L. (2000). Food waste to animal feed. Wiley-Blackwell. ISBN 978-0-8138-2540-3. Diakses tanggal 2009-08-19. 
  2. ^ a b Oreopoulou, Vasso; Winfried Russ (2007). Utilization of by-products and treatment of waste in the food industry. Springer. ISBN 978-0-387-33511-7. Diakses tanggal 2009-08-19. 
  3. ^ "Organic Materials Management Glossary". California Integrated Waste Management Board. 2008. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-12-07. Diakses tanggal 2009-08-20. 
  4. ^ "Glossary". Eastern Metropolitan Regional Council. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-09-11. Diakses tanggal 2009-08-25. 
  5. ^ "Terms of Environment: Glossary, Abbreviations and Acronyms (Glossary F)". United States Environmental Protection Agency. 2006. Diakses tanggal 2009-08-20. 
  6. ^ "Food Waste: Half Of All Food Ends Up Thrown Away". Huffington Post. 10 January 2013. Diakses tanggal 5 February 2013. 
  7. ^ Gustavson, Jenny; Cederberg, Christel; Sonesson, Ulf; van Otterdijk, Robert; Meybeck, Alexandre (2011). Global Food Losses and Food Waste (PDF). FAO. 
  8. ^ a b c d e f Kantor, Linda (January–April 1997). "Estimating and Addressing America's Food Losses" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2007-03-17. Diakses tanggal 2009-08-14. 
  9. ^ Waters, Tony (2007). The Persistence of Subsistence Agriculture: life beneath the level of the marketplace. Lexington Books. ISBN 978-0-7391-0768-3. Diakses tanggal 2009-08-21. 
  10. ^ "Food Security". Scientific Alliance. 2009. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-07-11. Diakses tanggal 2009-08-21. 
  11. ^ Savary, Serge; Laetitia Willocquet; Francisco A. Elazegui; Nancy P. Castilla; Paul S. Teng (March 2000). "Rice pest constraints in tropical Asia: Quantification of yield losses due to rice pests in a range of production situations". Plant Disease. 84 (3): 357–369. doi:10.1094/PDIS.2000.84.3.357. Diakses tanggal 2009-08-21. 
  12. ^ Rosenzweig, Cynthia (2001). "Climate change and extreme weather events, Implications for food production, plant diseases, and pests" (PDF). Global Change and Human Health. 2. Diakses tanggal 2009-08-21. (Free preview, full article available for purchase)  [pranala nonaktif permanen]
  13. ^ Haile, Menghestab ((Published online) 24 October 2005). "Weather patterns, food security and humanitarian response in sub-Saharan Africa". The Royal Society. 360 (1463): 2169. doi:10.1098/rstb.2005.1746. PMC 1569582alt=Dapat diakses gratis. PMID 16433102. Diakses tanggal 2009-08-21. 
  14. ^ "Wonky fruit & vegetables make a comeback!". European Parliament. 2009. Diakses tanggal 2009-08-21. 
  15. ^ Morris, Robert F.; United States National Research Council (1978). Postharvest food losses in developing countries. National Academy of Sciences. Diakses tanggal 2009-08-24. 
  16. ^ a b c Hall, David Wylie (1970). Handling and storage of food grains in tropical and subtropical areas. Food & Agriculture Organisation. ISBN 978-92-5-100854-6. Diakses tanggal 2009-08-21. 
  17. ^ "Loss and waste: Do we really know what is involved?". Food and Agriculture Organization. Diakses tanggal 2009-08-23. 
  18. ^ Lacey, J. (1989). "Pre- and post-harvest ecology of fungi causing spoilage of foods and other stored products". Journal of Applied Bacteriology Symposium Supplement. Diakses tanggal 2009-08-22. [pranala nonaktif permanen]
  19. ^ "Post-harvest system and food losses". Food and Agriculture Organization. Diakses tanggal 2009-08-23. 
  20. ^ Kader, A. A. (2005). "Increasing Food Availability by Reducing Postharvest Losses of Fresh Produce" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2010-06-13. Diakses tanggal 2009-08-22. 
  21. ^ Dalzell, Janet M. (2000). Food industry and the environment in the European Union: practical issues and cost implications. Springer. hlm. 300. ISBN 0-8342-1719-8. Diakses tanggal 2009-08-29. 
  22. ^ "Environmental, Health and Safety Guidelines for Meat Processing" (PDF). 2007: 2. Diakses tanggal 2009-08-29. 
  23. ^ "Specific hygiene rules for food of animal origin". Europa. 2009. Diakses tanggal 2009-08-29. 
  24. ^ "Making the most of packaging, A strategy for a low-carbon economy" (PDF). Defra. 2009. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2010-01-08. Diakses tanggal 2009-09-13. 
  25. ^ Robertson, Gordon L. (2006). Food packaging: principles and practice. CRC Press. ISBN 978-0-8493-3775-8. Diakses tanggal 2009-09-27. 
  26. ^ "Review of Food Waste Depackaging Equipment" (PDF). Waste and Resources Action Programme (WRAP). 2009. Diakses tanggal 2009-09-27. [pranala nonaktif permanen]
  27. ^ Stuart, Tristram (2009). Waste: Uncovering the Global Food Scandal: The True Cost of What the Global Food Industry Throws Away. Penguin. ISBN 0-14-103634-6. 
  28. ^ From Farm to Fridge to Garbage Can. // The New York Times, 1.11.2010
  29. ^ Joel Rose (2014-03-11). "Turning Food Waste Into Fuel Takes Gumption And Trillions Of Bacteria". NPR. 
  30. ^ "Feeding Your Chickens Table Scraps | McMurray Hatchery Blog". Blog.mcmurrayhatchery.com. 2011-10-04. Diakses tanggal 2012-10-21. 
  31. ^ Chicken Feed: How to Feed Chickens. "Feeding Chickens: What to feed chickens to keep them healthy | Keeping Chickens: A Beginners Guide". Keeping Chickens. Diakses tanggal 2012-10-21. 
  32. ^ Vermicomposting study for reducing food waste
  33. ^ "Vermicomposting for reducing food waste" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2010-10-11. Diakses tanggal 2014-09-25. 
  34. ^ Vermicomposting for reducing food waste in restaurants
  35. ^ "Production of biodiesel based on waste oils and/or waste fats from biogenic origin for use as fuel" (PDF). CDM - Executive Board. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2007-09-27. Diakses tanggal 2007-09-05. 
  36. ^ Murphy, Denis J. Plant lipids: biology, utilisation, and manipulation. Wiley-Blackwell, 2005.
  37. ^ "UNY kembangkan sandal terapi reumatik biji salak". Antara. 29 Juni 2014. 
  38. ^ "Kini Kulit Manggis Bisa Jadi Es Krim". Inilah. 10 Juli 2014. 

Bahan bacaan terkait

  • Juul, Selina (2011). Stop spild af mad - en kogebog med mere. Gyldendal. ISBN 87-02-10152-1. 
  • Bloom, Jonathan (2010). American Wasteland - How America Throws Away Nearly Half of Its Food (And What We Can Do About It). Perseus Books Group. ISBN 0-7382-1364-0. 
  • Stuart, Tristram (2009). Waste: Uncovering the Global Food Scandal. Penguin. ISBN 0-14-103634-6. 
  • LeGood, Paul; Andrew Clarke (November 2006). "Smart and Active Packaging to Reduce Food Waste" (PDF): 32. Diakses tanggal 2009-04-28. 
  • Willand, Lois Carlson (1979). The Use-It-Up Cookbook: A Guide for Minimizing Food Waste. Practical Cookbooks. ISBN 0-9614556-0-8. 
  • Venkat, Kumar (September 2011). "The Anatomy of Food Waste". Diakses tanggal 2011-10-04. 

Pranala luar