Lompat ke isi

Saccharomyces cerevisiae

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 6 Desember 2021 02.21 oleh HsfBot (bicara | kontrib) (Bot: nampaknya → tampaknya (bentuk baku))
Saccharomyces cerevisiae
S. cerevisiae dilihat dengan DIC microscopy
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Filum:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies:
S. cerevisiae
Nama binomial
Saccharomyces cerevisiae

Saccharomyces cerevisiae merupakan spesies Khamir (mikroorganisme jamur bersel tunggal). Spesies khamir ini berperan penting dalam pembuatan minuman anggur, kue, dan bir sejak zaman kuno. Spesies ini diyakini awalnya diisolasi dari kulit anggur. S. cerevisiae adalah salah satu organisme model eukariotik yang paling banyak dipelajari dalam biologi molekuler dan sel, layaknya Escherichia coli sebagai bakteri model. S. cerevisiae adalah mikroorganisme yang berperan pada berbagai jenis fermentasi yang umum. Sel S. cerevisiae berbentuk bulat hingga oval dengan diameter 5–10 μm. S. cerevisiae bereproduksi dengan tunas (budding).[1]

Banyak protein penting dalam sistem biologis manusia ditemukan pertama kali pada ragi ketika dipelajari homolognya; protein tersebut antara lain protein siklus sel (cell cyle proteins), protein pensinyalan (signaling proteins), dan enzim pemrosesan protein. S. cerevisiae saat ini adalah satu-satunya sel ragi yang diketahui memiliki badan Berkeley (Berkeley bodies), yang terlibat dalam jalur sekretori tertentu. Antibodi terhadap S. cerevisiae ditemukan pada 60-70% pasien dengan penyakit Crohn (Crohn's disease) dan 10-15% pasien dengan kolitis ulserativa (dan 8% ditemukan pada kontrol sehat).[2] S. cerevisiae diketahui berperan pada pemberian bau roti akibat keberadaan prolin dan ornithine di dalam ragi. Kedua senyawa tersebut merupakan prekursor dari 2-Acetyl-1-pyrroline, suatu zat yang memberikan bau khas pada roti.[3]

Etimologi

"Saccharomyces" berasal dari bahasa Yunani Latin yang berarti "jamur gula", saccharon (σάκχαρον) berarti "gula" dan myces (μύκης) berarti "jamur".[4][5] cerevisiae berasal dari bahasa Latin yang berarti "bir".[6]

Biologi

Ekologi

Di alam, sel ragi ditemukan banyak pada permukaan buah yang matang seperti anggur (sebelum matang, anggur hampir bebas dari ragi).[7] Karena S. cerevisiae tidak dapat ditransportasikan pada udara, diperlukan vektor untuk berpindah tempat.

Ratu tawon yang melewati musim dingin saat dewasa (Vespa crabro dan Polistes spp.) dapat menampung sel ragi dari musim gugur ke musim semi dan mengirimkannya ke keturunannya. Usus Polistes dominula menampung galur S. cerevisiae serta hibrida S. cerevisiae × S. paradoxus. Stefanini dkk. (2016) menunjukkan bahwa usus Polistes dominula mendukung perkawinan galur S. cerevisiae, baik di antara spesies mereka sendiri maupun dengan sel S. paradoxus dengan memberikan kondisi lingkungan yang mendorong sporulasi sel dan perkecambahan spora.[8]

Suhu optimal untuk pertumbuhan S. cerevisiae adalah 30-35 °C (86–95 °F)[9]

Siklus hidup

Dua bentuk sel ragi dapat bertahan hidup dan tumbuh: haploid dan diploid. Sel-sel haploid menjalani siklus hidup mitosis dan pertumbuhan yang sederhana, dan dalam kondisi stres yang tinggi, secara umum, akan mati. Ini merupakan bentuk kehidupan aseksual dari ragi. Sel-sel diploid (bentuk preferensial ragi) juga menjalani siklus hidup mitosis dan pertumbuhan yang sederhana. Tingkat kemajuan siklus sel mitosis sering berbeda secara substansial antara sel haploid dan diploid.[10] Dalam kondisi stres, sel diploid dapat mengalami sporulasi, memasuki meiosis dan menghasilkan empat spora haploid, yang selanjutnya dapat kawin. Ini merupakan bentuk kehidupan seksual dari jamur. Dalam kondisi optimal, sel ragi dapat menggandakan populasinya setiap 100 menit.[11] Namun, tingkat pertumbuhan sangat bervariasi tergantung dari galur maupun kondisi lingkungan.[12] Umur replikatif rata-rata ragi adalah sekitar 26 pembelahan sel.[13][14]

Di alam liar, mutasi resesif yang merusak terakumulasi selama periode reproduksi aseksual, dan dikembalikan ke kondisi semula selama selfing: pengembalian ini disebut "pembaruan genom" (genome renewal).[15]

Kebutuhan nutrisi

Semua strain S. cerevisiae dapat tumbuh secara aerob pada glukosa, maltosa, dan trehalosa dan sulit tumbuh pada laktosa dan selobiosa. Sedangkan pertumbuhan pada gula lain bervariasi. Galaktosa dan fruktosa terbukti menjadi dua gula fermentasi terbaik. Kemampuan ragi untuk menggunakan gula yang berbeda tergantung pada kondisi lingkungan apakah aerob atau anaerob. Beberapa galur tidak dapat tumbuh secara anaerob pada sukrosa dan trehalosa.

Semua galur dapat menggunakan amonia dan urea sebagai satu-satunya sumber nitrogen, tetapi tidak dapat menggunakan nitrat, karena tidak memiliki kemampuan untuk mereduksinya menjadi ion amonium. Mereka juga dapat menggunakan sebagian besar asam amino, peptida, dan basa nitrogen sebagai sumber nitrogen. Walaupun demikian, histidin, glisin, sistein, dan lisin, tidak mudah digunakan. S. cerevisiae tidak mengekresikan protease, sehingga protein ekstraseluler tidak dapat dimetabolisme.

Ragi juga memiliki kebutuhan akan fosfor, yang akan diasimilasi sebagai ion dihidrogen fosfat dan sulfur, yang nantinya dapat diasimilasi sebagai ion sulfat atau sebagai senyawa sulfur organik seperti asam amino metionin dan sistein. Beberapa logam, seperti magnesium, besi, kalsium, dan seng, juga dibutuhkan untuk pertumbuhan ragi yang baik.

Mengenai kebutuhan senyawa organik, kebanyakan galur S. cerevisiae membutuhkan biotin. Memang, uji pertumbuhan berbasis S. cerevisiae meletakkan dasar dalam proses isolasi, kristalisasi, dan penentuan struktur biotin. Kebanyakan galur juga membutuhkan pantothenate untuk pertumbuhan penuh. Secara umum, S. cerevisiae adalah prototrofik vitamin.

Perkawinan

Ragi memiliki dua jenis kelamin, a dan α (alfa), yang menunjukkan aspek primitif dalam diferensiasi jenis kelamin. Seperti pada banyak eukariota lainnya, perkawinan mengarah pada rekombinasi genetik, yaitu produksi kombinasi kromosom baru. Dua sel ragi haploid dari jenis kelamin yang berlawanan dapat kawin membentuk sel diploid yang dapat bersporulasi untuk membentuk generasi sel haploid lain atau terus eksis sebagai sel diploid. Perkawinan ragi telah dimanfaatkan oleh para ahli biologi sebagai alat untuk menggabungkan gen, plasmid, atau protein.

Siklus sel

Pertumbuhan ragi selaras dengan pertumbuhan tunas, yang akan mencapai ukuran sel matang pada saat berpisah dari sel induk. Dalam kultur ragi yang bernutrisi baik yang memungkinkan berkembang pesat, semua sel akan memiliki tunas, karena pembentukan tunas terdapat pada seluruh siklus sel. Baik sel induk dan anak dapat memulai pembentukan tunas sebelum pemisahan sel terjadi. Dalam kultur ragi yang bertumbuh lebih lambat, sel-sel yang kekurangan tunas dapat dilihat, dan pembentukan tunas hanya menempati sebagian dari siklus sel.

Sitokinesis

Sitokinesis memungkinkan tunas ragi Saccharomyces cerevisiae membelah menjadi dua sel anak. S. cerevisiae akan membentuk kuncup yang dapat tumbuh sepanjang siklus selnya dan kemudian meninggalkan sel induknya saat mitosis telah selesai.

Fase

Pada kasus sel umumnya, fase M tidak terjadi sampai fase S selesai. Namun, kasus mitosis pada S. cerevisiae tidak demikian. Sitokinesis dimulai dengan proses pertunasan di G1 akhir dan tidak selesai sampai sekitar setengah siklus berikutnya. Perakitan spindel dapat terjadi sebelum fase S telah selesai menggandakan kromosom. Selain itu, ada kekurangan identifikasi G2 di antara M dan S. Jadi, ada kekurangan regulasi ekstensif jika dibandingkan dengan eukariota yang lebih tinggi.

Ketika sel anak terbentuk, ukuran sek tersebut dua pertiga ukuran sel induknya. Selama proses tersebut, sel induk menunjukkan sedikit atau tidak ada perubahan ukuran. Jalur RAM diaktifkan di sel anak segera setelah sitokinesis selesai. Jalur ini memastikan bahwa sel anak telah berpisah dengan benar.

Cincin aktomyosin dan pembentukan septum primer

Dua peristiwa yang saling bergantung mendorong sitokinesis di S. cerevisiae. Peristiwa pertama adalah penyempitan cincin aktomiosin kontraktil (AMR) dan peristiwa kedua adalah pembentukan septum primer (PS), sebuah struktur dinding sel kitin yang hanya dapat terbentuk selama sitokinesis. PS pada ragi menyerupai proses extracellular matrix remodeling pada hewan . Ketika AMR menyempit, PS mulai tumbuh. JIka AMR terganggu, maka akan terjadi misorientasi pada PS. Hal ini menunjukkan bahwa keduanya saling mempengaruhi. Selain itu, disrupsi pada PS juga akan menyebabkan gangguan pada AMR.

AMR, yang menempel pada membran sel yang menghadap ke sitosol, terdiri dari molekul aktin dan miosin II yang mengoordinasikan sel untuk membelah. AMR dianggap memainkan peran penting dalam ingresi membran plasma sebagai pemberi gaya kontraktil.

Koordinasi yang tepat dan penempatan posisi yang benar dari cincin kontraktil bergantung pada septin, yang merupakan prekursor cincin septum. Septin yang tergolong GTPase ini merakit kompleks dengan protein lain. Septin membentuk cincin di lokasi di mana tunas(bud) akan dibuat selama G1 akhir. Septin membantu mempromosikan pembentukan cincin aktin-miosin, meskipun mekanisme ini tidak diketahui. Diduga septin membantu memberikan dukungan struktural untuk proses sitokinesis lain yang diperlukan. Setelah tunas muncul, cincin septin berbentuk jam pasir. Jam pasir septin dan cincin miosin bersama-sama adalah lokasi divisi awal.

Kompleks septin dan AMR berkembang menjadi septum primer yang terdiri dari glukan dan molekul kitin lainnya yang dikirim oleh vesikel dari badan Golgi. Setelah penyempitan AMR selesai, dua septum sekunder dibentuk oleh glukan. Mekanisme pembongkaran cincin AMR masih belum diketahui.

Mikrotubulus tidak memainkan peran yang signifikan dalam sitokinesis dibandingkan dengan AMR dan septum. Gangguan pada mikrotubulus tidak secara signifikan mengganggu pertumbuhan terpolarisasi. Jadi, AMR dan pembentukan septum adalah pendorong utama sitokinesis.

Perbedaan dari fission yeast

  • Ragi bertunas (budding yeast) membentuk tunas dari sel induk. Tunas ini tumbuh selama siklus sel berlangsung kemudian akan terlepas; fission yeast membelah dengan membentuk dinding sel
  • Sitokinesis dimulai dari G1 untuk ragi bertunas, sedangkan sitokinesis dimulai dari G2 untuk fission yeast. Fission yeast “memilih” titik tengah pada sel untuk pembelahan, sedangkan ragi bertunas “memilih” lokasi tunas pada permukaan sel
  • Selama anafase awal, cincin aktomiosin dan septum terus berkembang pada ragi bertunas, pada fission yeast, selama metafase-anafase cincin aktomiosin mulai berkembang

Peranan dalam riset

Organisme model

Ketika peneliti mencari organisme untuk digunakan dalam penelitian, mereka mencari organisme yang memenuhi beberapa ciri. Diantaranya adalah ukuran, waktu generasi, aksesibilitas, kemudahan manipulasi, genetika, konservasi mekanisme, dan potensi keuntungan ekonomi. Spesies ragi S. pombe dan S. cerevisiae keduanya telah dipelajari dengan baik; kedua spesies ini terpisah secara evolusi sekitar 600 hingga 300 juta tahun yang lalu, dan merupakan organisme yang penting dalam studi mekanisme kerusakan dan perbaikan DNA.

S. cerevisiae telah berkembang sebagai organisme model karena nilainya baik pada sejumlah kriteria ini.

  • Sebagai organisme bersel tunggal, S. cerevisiae berukuran kecil dan memiliki waktu generasi yang singkat (waktu penggandaan 1,25–2 jam pada 30 °C atau 86 °F) dan dapat dengan mudah dibudidayakan. Semua ini adalah karakteristik positif karena memungkinkan produksi dan pemeliharaan cepat beberapa jalur spesimen dengan biaya rendah.
  • S. cerevisiae membelah dengan meiosis, memungkinkannya menjadi kandidat untuk penelitian genetika seksual.
  • S. cerevisiae dapat ditransformasi dengan memungkinkan penambahan gen baru atau penghapusan melalui rekombinasi homolog. Lebih lanjut, kemampuan untuk menumbuhkan S. cerevisiae sebagai haploid menyederhanakan pembuatan galur gen knockout.
  • Penelitian S. cerevisiae adalah pendorong ekonomi yang kuat karena peranannya yang luas dalam industri.

Peranan dalam penelitian mengenai penuaan

Selama lebih dari lima dekade S. cerevisiae telah dipelajari sebagai organisme model untuk lebih memahami penuaan dan telah berkontribusi pada identifikasi lebih banyak gen mamalia yang mempengaruhi penuaan daripada organisme model lainnya. Beberapa topik yang dipelajari menggunakan ragi adalah restriksi kalori, serta gen dan jalur seluler yang terlibat dalam penuaan. Dua metode paling umum untuk mengukur penuaan pada ragi adalah Replicative Life Span (RLS), yang mengukur berapa kali sel membelah, dan Chronological Life Span (CLS), yang mengukur berapa lama sel dapat bertahan dalam kondisi stasis yang tidak terdapat pembelahan. Pembatasan jumlah glukosa atau asam amino dalam media pertumbuhan telah terbukti meningkatkan RLS dan CLS dalam ragi serta organisme lain. Pada awalnya, peningkatkan RLS diduga memiliki kaitan dengan peningkatan regulasi enzim sir2, namun kemudian diketahui bahwa efek ini tidak bergantung pada sir2. Overkespresi dari gen sir2 dan fob1 telah terbukti meningkatkan RLS dengan mencegah akumulasi lingkaran rDNA ekstrakromosomal, yang dianggap sebagai salah satu penyebab penuaan pada ragi. Efek dari pembatasan nutrisi mungkin merupakan hasil dari penurunan signaling di TOR cellular pathway. Jalur ini memodulasi respon sel terhadap nutrisi.Mutasi yang menurunkan aktivitas TOR diketahui akan meningkatkan CLS dan RLS. Hal ini juga telah terbukti terjadi pada hewan lain. Mutan ragi yang tidak memiliki gen sch9 dan ras2 baru-baru ini telah terbukti mengalami peningkatan sepuluh kali lipat dalam umur kronologis pada kondisi restriksi kalori dan merupakan peningkatan terbesar yang dicapai dalam organisme apa pun.

Sel induk memunculkan tunas melalui pembelahan mitosis, tetapi mengalami penuaan replikatif selama beberapa generasi sebelum akhirnya mati. Namun, ketika sel induk mengalami meiosis dan gametogenesis, umurnya disetel ulang. Potensi replikatif gamet (spora) yang dibentuk oleh sel tua sama dengan gamet yang dibentuk oleh sel muda, yang menunjukkan bahwa kerusakan terkait usia dapat dihilangkan dengan meiosis dari sel induk yang menua. Pengamatan ini menunjukkan bahwa selama meiosis, penghilangan kerusakan terkait usia menyebabkan peremajaan. Namun, sifat kerusakan ini masih harus diteliti lebih lanjut.

Selama masa kekurangan nutrisi pada sel S. cerevisiae yang tidak bereplikasi, peningkatan reactive oxygen species menyebabkan akumulasi kerusakan DNA seperti situs apurinik/aprimidinik dan putusnya untai ganda. Juga pada sel yang tidak bereplikasi, kemampuan untuk memperbaiki untai ganda yang putus menurun selama penuaan kronologis.

Meiosis, rekombinasi, dan perbaikan DNA

S. cerevisiae berkembang biak dengan mitosis sebagai sel diploid ketika nutrisi melimpah. Namun, saat kekurangan nutrisi, sel-sel ini mengalami meiosis untuk membentuk spora haploid.[11]

Sebuah penelitian pada S. cerevisiae menunjukkan adanya fungsi adaptif meiosis dan rekombinasi. Mutasi yang rmerusak pada gen untuk rekombinasi meiosis dan mitosis pada S. cerevisiae menyebabkan peningkatan kepekaan terhadap radiasi atau bahan kimia yang merusak DNA. Misalnya, gen rad52 diperlukan untuk rekombinasi meiosis dan rekombinasi mitosis. Rad52 mutan mengalami peningkatan sensistivitas terhadap sinar-X, Methyl methanesulfonate dan agen DNA cross-linking 8-methoxypsoralen-plus-UVA, yang menunjukkan pengurangan rekombinasi meiosis. Temuan ini menunjukkan bahwa perbaikan rekombinasi selama meiosis dan mitosis diperlukan untuk memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh agen ini.

Ruderfer dkk. (2006)[16] menganalisis keturunan galur S. cerevisiae alami dan menyimpulkan bahwa persilangan terjadi hanya sekitar sekali setiap 50.000 pembelahan sel. Jadi, tampaknya di alam, perkawinan kemungkinan paling sering terjadi di antara sel-sel ragi yang terkait erat. Perkawinan terjadi ketika sel haploid dari jenis kelamin berlawanan MATa dan MATα yang mengalami kontak langsung. Ruderfer dkk. menunjukkan bahwa kontak semacam itu sering terjadi antara sel ragi yang terkait erat karena dua alasan. Yang pertama adalah sel-sel dengan tipe kelamin yang berlawanan hadir bersama dalam askus yang sama, yakni sebuah kantung yang berisi sel-sel yang diproduksi oleh satu meiosis, dan sel-sel ini dapat kawin satu sama lain. Alasan kedua adalah sel-sel haploid dari satu jenis kelamin setelah pembelahan sel sering kali menghasilkan sel-sel dari jenis kelamin yang berlawanan, sehingga mereka dapat kawin dengan sel yang baru terbentuk. Kelangkaan relatif di peristiwa meiosis yang dihasilkan dari persilangan, tidak selaras dengan pernyataan bahwa produksi variasi genetik adalah dorongan selektif utama yang mempertahankan meiosis dalam organisme ini. Namun, temuan ini konsisten dengan gagasan alternatif bahwa kekuatan selektif utama yang mempertahankan meiosis adalah perbaikan rekombinasional yang ditingkatkan dari kerusakan DNA, karena manfaat ini direalisasikan selama setiap meiosis.

Sekuensing genom

S. cerevisiae adalah genom eukariotik pertama yang diurutkan secara lengkap. Urutan genom pertama dirilis ke domain publik pada 24 April 1996. Sejak itu, pembaruan rutin telah dipertahankan di Saccharomyces Genome Database. Database ini adalah database yang sangat beranotasi dan menjadi sumber referensi untuk peneliti ragi. Database penting S. cerevisiae lainnya dikelola oleh Pusat Informasi Munich untuk Urutan Protein (MIPS). Genom S. cerevisiae terdiri dari sekitar 12.156.677 pasangan basa dan 6.275 gen, tersusun rapi pada 16 kromosom. Hanya sekitar 5.800 gen ini yang diyakini berfungsi. Diperkirakan setidaknya 31% gen ragi memiliki homolog dalam genom manusia. Gen ragi diklasifikasikan menggunakan simbol gen (seperti sch9) atau nama sistematis. Nama sistematis 16 kromosom ragi diwakili oleh huruf A sampai P, kemudian gen tersebut selanjutnya diklasifikasikan oleh nomor urutan di lengan kiri atau kanan kromosom, dan sebuah huruf yang menunjukkan mana dari dua untai DNA yang mengandung gen tersebut.

Contoh gen YGL118W
Y Y menunjukkan gen ragi
G kromosom gen tersebut
L menunjukkan kromosom bagian kanan (R) atau kiri (L)
118 nomor sekuens gen/ORF pada gen, dimulai dari sentromer
W letak coding sequence apakah pada strand Watson atau Crick

Contoh

  • YBR134C (bisa disebut SUP45 encoding eRF1, faktor terminasi terjemahan) terletak di lengan kanan kromosom 2 merupakan open reading frame (ORF) ke-134 di lengan itu, ketika dihitung dari sentromer. Urutan pengkodean ada pada untai Crick dari DNA.
  • YDL102W (bisai disebut POL3 yang mengkodekan subunit DNA polimerase delta) terletak di lengan kiri kromosom 4, adalah ORF 102 dari sentromer dan kode dari untai Watson di DNA.

Interaksi serta fungsi gen

Ketersediaan sekuens genom S. cerevisiae dan set mutan delesi yang meliputi 90% genom ragi semakin meningkatkan kemampuan S. cerevisiae sebagai model untuk memahami regulasi sel eukariotik. Sebuah proyek yang sedang berlangsung untuk menganalisis interaksi genetik dari semua double-deletion mutant melalui analisis susunan genetik sintetis (synthetic genetic array) akan membawa penelitian ini selangkah lebih maju. Tujuannya adalah untuk membentuk peta fungsional dari proses sel.

Pada tahun 2010, model interaksi genetik yang paling komprehensif mulai dibangun, berisi "profil interaksi untuk ~ 75% dari semua gen dalam ragi bertunas (Budding yeast)". Model ini dibuat dari 5,4 juta two-gene comparisons dengan melakukan gene knockout ganda untuk setiap kombinasi gen yang dipelajari. Pengaruh knockout ganda terhadap fitness sel dibandingkan dengan fitness yang diharapkan. Fitness yang diharapkan ditentukan dari jumlah hasil fitness knockout gen tunggal untuk setiap gen yang dibandingkan. Ketika ada perubahan fitness dari yang diharapkan, gen dianggap berinteraksi satu sama lain. Hal ini diuji dengan membandingkan hasil dengan apa yang diketahui sebelumnya. Misalnya, gen Par32, Ecm30, dan Ubp15 memiliki profil interaksi yang serupa dengan gen yang terlibat dalam Gap1-sorting module processes. gen-gen ini ketika di-knockout memiliki hasil yang konsisten, yakni terganggunya proses tersebut, yang menegaskan bahwa gen-gen tersebut adalah terlibat dalam Gap1-sorting module processes.

Dari hal ini, 170.000 interaksi gen ditemukan dan gen dengan pola interaksi serupa dikelompokkan bersama. Gen dengan interaksi genetik yang serupa cenderung menjadi bagian dari jalur metabolisme atau proses biologis yang sama. Informasi ini digunakan untuk membangun jaringan global mengenai interaksi gen yang dikelompokkan berdasakan fungsinya. Jaringan ini dapat digunakan untuk memprediksi fungsi dari gen yang tidak terkarakterisasi berdasarkan pengelompokkan gen yang berdasarkan pada fungsi.

Fungsi lain di bidang riset

Pendekatan yang dapat diterapkan di berbagai bidang ilmu biologi dan pengobatan telah dikembangkan oleh para ilmuwan menggunakan ragi. Pendekatan tersebut diantaranya yeast two-hybrid untuk mempelajari interaksi protein dan analisis tetrad. Fungsi lainnya, termasuk gene deletion library termasuk ~ 4.700 single gene deletion haploid yang viabel. GFP fusion strain library digunakan untuk mempelajari lokallisasi protein, sedangkan tag TAP library digunakan untuk memurnikan protein dari ekstrak sel ragi.

Sebuah yeast deletion project dari Universitas Stanford menghasilkan mutasi knockout (knockout mutation) pada setiap gen dalam genom S. cerevisiae untuk penentuan fungsinya.

Projek Genom Ragi Sintetis

Proyek Genom Ragi Sintetis internasional (Sc2.0 atau Saccharomyces cerevisiae versi 2.0) bertujuan untuk membangun genom S. cerevisiae secara sintetis yang sepenuhnya dirancang dari awal yang lebih stabil daripada genom ragi liar. Dalam genom sintetis, semua transposon, elemen berulang (repetitive elements), dan banyak intron dihilangkan, semua kodon stop UAG diganti dengan UAA, dan gen transfer RNA dipindahkan ke neokromosom baru. Pada Maret 2017, 6 dari 16 kromosom telah disintesis dan diuji. Tidak ditemukan cacat yang signifikan.

Astrobiologi

Di antara mikroorganisme lainnya, sampel S. cerevisiae yang hidup termasuk dalam Living Interplanetary Flight Experiment, yang akan menyelesaikan perjalanan luar angkasa selama tiga tahun di dalam kapsul kecil di atas pesawat ruang angkasa Fobos-Grunt Rusia, yang diluncurkan pada akhir 2011. Tujuannya adalah untuk menguji apakah organisme yang dipilih dapat bertahan hidup beberapa tahun di luar angkasa. Eksperimen tersebut akan menguji satu aspek transpermia, yakni sebuah hipotesis bahwa kehidupan dapat bertahan dalam perjalanan ruang angkasa, jika dilindungi di dalam bebatuan yang berasal dari planet lain. Misi Fobos-Grunt tidak berhasil karena gagal meloloskan diri dari orbit Bumi. Pesawat ruang angkasa tersebut jatuh ke Samudera Pasifik pada tanggal 15 Januari 2012. Misi luar angkasa berikutnya yang direncakan menggunakan S. cerevisiae adalah BioSentinel.

Fungsi komersial

Pembuatan bir

Saccharomyces cerevisiae digunakan dalam pembuatan bir, yang terkadang disebut ragi top-fermenting atau top-cropping. Disebut demikian karena selama proses fermentasi permukaan hidrofobiknya menyebabkan flok-flok ragi melekat pada CO2 dan naik ke atas bejana fermentasi. Ragi top-fermenting difermentasi pada suhu yang lebih tinggi daripada ragi lager Saccharomyces pastorianus, dan bir yang dihasilkan memiliki rasa yang berbeda dari minuman yang difermentasi dengan ragi lager. "Fruity ester" dapat terbentuk jika ragi mengalami suhu mendekati 21 °C (70 °F), atau jika suhu fermentasi minuman berfluktuasi selama proses berlangsung. Ragi bir biasanya berfermentasi pada suhu sekitar 5 °C (41 °F), di mana Saccharomyces cerevisiae menjadi tidak aktif. Ragi varian yang dikenal sebagai Saccharomyces cerevisiae var. diastaticus adalah ragi perusak produk bir yang dapat menyebabkan fermentasi sekunder dalam produk kemasan.

Pada Mei 2013, badan legislatif Oregon menjadikan S. cerevisiae sebagai mikroba resmi negara bagian atas bentuk pengakuan terhadap pembuatan bir lokal yang berdampak baik terhadap ekonomi negara bagian dan menjadi identitas negara bagian.

Pembuatan roti

S. cerevisiae digunakan dalam pembuatan roti; karbondioksida yang dihasilkan oleh fermentasi digunakan sebagai agen ragi dalam roti dan produk lainnya. Secara historis, penggunaan ini terkait erat dengan penggunaan ragi dalam industri pembuatan bir, karena pembuat roti mengambil atau membeli barm (produk ragi); jaman sekarang, pembuatan bir dan pembuatan roti menggunakan galur ragi yang agak berbeda.

Ragi nutrisional

Saccharomyces cerevisiae merupakan sumber utama ragi nutrisional yang dijual secara komersial sebagai produk pangan. Produk ini populer di kalangan vegan dan vegetarian sebagai bahan pengganti keju, atau sebagai bahan tambahan makanan sebagai sumber vitamin dan mineral, terutama asam amino dan vitamin B kompleks.

Bidang akuaria

Karena tingginya biaya sistem silinder CO2 komersial, injeksi CO2 dengan ragi adalah salah satu pendekatan yang paling populer diikuti oleh ahli akuakultur untuk menyediakan CO2 ke tanaman air. Kultur ragi, secara umum, dipelihara dalam botol plastik yang mampu menyediakan satu gelembung setiap 3–7 detik. Berbagai pendekatan telah dirancang untuk memungkinkan penyerapan gas yang tepat ke dalam air.

Penggunaan pada bidang medis

Saccharomyces cerevisiae dapat digunakan sebagai probiotik pada manusia dan hewan. Terutama, strain Saccharomyces cerevisiae var. boulardii diproduksi pada skala industri dan digunakan secara klinis sebagai obat.

Beberapa studi klinis dan eksperimental menunjukkan bahwa Saccharomyces cerevisiae var. boulardii berguna untuk pencegahan atau pengobatan beberapa penyakit gastrointestinal. Riset menunjukkan Saccharomyces cerevisiae var. boulardii dapat mengurangi risiko diare akibat antibiotik baik pada orang dewasa maupun pada anak-anak, serta dapat mengurangi risiko efek samping terapi pemberantasan Helicobacter pylori. Beberapa bukti kecil juga mendukung kemanjuran Saccharomyces cerevisiae var. boulardii dalam pencegahan (tetapi bukan pengobatan) diare perjalanan (traveler's diarhea) dan dapn dapat berperan sebagai pengobatan tambahan dalam pengobatan diare akut pada orang dewasa dan anak-anak, serta diare persisten pada anak-anak. Pengobata ini juga dapat mengurangi gejala rinitis.

Pemberian S. cerevisiae var. boulardii umumnya dianggap aman. Dalam uji klinis, obat ini dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien dan tingkat efek samping yang dialami serupa dengan yang terjadi pada kelompok kontrol (misalnya kelompok dengan Plasebo atau tanpa pengobatan). Tidak ada kasus fungemia S. cerevisiae var. boulardii yang telah dilaporkan selama uji klinis.

Walaupun demikian, dalam praktek klinis, kasus fungemia yang disebabkan oleh Saccharomyces cerevisiae var. boulardii telah dilaporkan. Pasien dengan kekebalan yang terganggu atau pasien dengan kateter vaskular sentral berada pada risiko utama. Beberapa peneliti merekomendasikan untuk tidak menggunakan Saccharomyces cerevisiae var. boulardii untuk pengobatan pasien tersebut. Peneliti lain menyarankan bahwa kehati-hatian harus diperhatikan dengan penggunaannya pada pasien kelompok risiko.

Potensi patogen bagi manusia

Saccharomyces cerevisiae terbukti mampu menjadi patogen oportunistik pada manusia, meskipun virulensinya relatif rendah. Meskipun mikroorganisme ini digunakan secara luas di rumah dan di industri, kontak dengannya sangat jarang menyebabkan infeksi. Saccharomyces cerevisiae dapat ditemukan di kulit, rongga mulut, oropharinx, mukosa duodenum, saluran pencernaan, dan vagina manusia sehat (satu ulasan menemukan ragi tersebut dilaporkan pada 6% sampel dari usus manusia). Beberapa spesialis menganggap S. cerevisiae sebagai bagian dari mikrobiota normal saluran pencernaan, saluran pernapasan, dan vagina manusia, sementara yang lain percaya bahwa spesies tersebut tidak dapat disebut komensal sejati karena berasal dari makanan. Kehadiran S. cerevisiae dalam sistem pencernaan manusia mungkin bersifat sementara; sebagai contoh, penelitian menunjukkan bahwa dalam kasus pemberian oral kepada individu yang sehat, ragi tersebut dihilangkan dari usus dalam 5 hari setelah akhir pemberian.

Dalam keadaan tertentu, seperti kekebalan yang menurun, Saccharomyces cerevisiae dapat menyebabkan infeksi pada manusia. Studi menunjukkan bahwa ragi dapat menyebabkan 0,45-1,06% kasus vaginitis. Pada 1999, tidak ada kasus vaginitis yang diinduksi S. cerevisiae pada wanita, yang bekerja di toko roti sendiri, dilaporkan dalam literatur ilmiah. Beberapa kasus dikaitkan oleh para peneliti dengan penggunaan ragi dalam pembuatan kue rumahan. Kasus infeksi rongga mulut dan faring yang disebabkan oleh S. cerevisiae juga diketahui.

Infeksi sistemik dan invasif

Kadang-kadang Saccharomyces cerevisiae menyebabkan infeksi invasif (mis. Masuk ke aliran darah atau cairan tubuh yang biasanya steril atau ke jaringan dalam, seperti paru-paru, hati atau limpa) yang dapat menjadi sistemik (melibatkan banyak organ). Kondisi seperti itu dapat mengancam jiwa. Lebih dari 30% kasus infeksi invasif S. cerevisiae menyebabkan kematian walaupun jika diobati. Infeksi invasif S. cerevisiae, bagaimanapun, jauh lebih jarang daripada infeksi invasif yang disebabkan oleh Candida albicans bahkan pada pasien yang melemah karena kanker. S. cerevisiae menyebabkan 1% sampai 3,6% kasus nosokomial fungemia. Tinjauan komprehensif terhadap kasus infeksi invasif S. cerevisiae menemukan semua pasien memiliki setidaknya satu kondisi predisposisi.

Saccharomyces cerevisiae dapat memasuki aliran darah atau sampai ke bagian tubuh lain yang dalam melalui translokasi dari mukosa mulut atau enteral atau melalui kontaminasi kateter intravaskuler (misalnya kateter vena sentral). Kateter intravaskular, terapi antibiotik, dan kekebalan yang terganggu adalah faktor predisposisi utama untuk infeksi invasif S. cerevisiae.

Sejumlah kasus fungemia disebabkan oleh konsumsi kultur S. cerevisiae hidup yang disengaja untuk alasan diet atau terapi, termasuk penggunaan Saccharomyces boulardii (galur S. cerevisiae yang digunakan sebagai probiotik untuk pengobatan diare tertentu). Saccharomices boulardii menyebabkan sekitar 40% kasus infeksi Saccharomyces invasif dan lebih mungkin (dibandingkan dengan galur S. cerevisiae lainnya) menyebabkan infeksi invasif pada manusia yang tidak memilikimasalah umum dengan imunitas, meskipun efek samping tersebut sangat jarang dibandingkan dengan pemberian terapi Saccharomices boulardii.

S. boulardii dapat mencemari kateter intravaskular melalui tangan tenaga medis yang terlibat dalam pemberian sediaan probiotik S. boulardii kepada pasien.

Infeksi sistemik biasanya terjadi pada pasien yang kekebalannya terganggu karena penyakit parah (HIV / AIDS, leukemia, bentuk kanker lainnya) atau prosedur medis tertentu (transplantasi sumsum tulang, operasi perut).

Sebuah kasus dilaporkan ketika sebuah nodul diangkat dari paru-paru seorang pria yang bekerja di bisnis kue, dan pemeriksaan jaringan mengungkapkan adanya Saccharomyces cerevisiae. Menghirup bubuk ragi kering kemungkinan menjadi sumber infeksi dalam kasus ini.

Virulensi berbagai galur

Tidak semua strain Saccharomyces cerevisiae sama-sama mematikan bagi manusia. Kebanyakan galur di lingkungan tidak mampu tumbuh pada suhu di atas 35 °C (mis. Pada suhu tubuh manusia dan mamalia lain yang hidup). Strain virulen, bagaimanapun, mampu tumbuh setidaknya di atas 37 °C dan sering kali hingga 39 °C (jarang hingga 42 °C). Beberapa galur industri juga mampu tumbuh di atas 37 °C. Otoritas Keamanan Pangan Eropa (European Food Safety Authority) (per 2017) mensyaratkan bahwa semua strain S. cerevisiae yang mampu tumbuh di atas 37 °C yang ditambahkan ke rantai makanan atau pakan dalam bentuk yang layak harus memenuhi syarat keamanan dan tidak menunjukkan resistensi terhadap obat antimikotik yang digunakan untuk pengobatan infeksi jamur.

Kemampuan untuk tumbuh pada suhu tinggi merupakan faktor penting untuk virulensi galur tetapi bukan satu-satunya.

Ciri-ciri lain yang biasanya diyakini terkait dengan virulensi adalah: kemampuan untuk menghasilkan enzim tertentu seperti proteinase dan fosfolipase, pertumbuhan invasif (yaitu pertumbuhan dengan intrusi ke dalam media nutrisi), kemampuan untuk melekat pada sel mamalia, kemampuan untuk bertahan hidup di hadapan hidrogen peroksida (yang digunakan oleh makrofag untuk membunuh mikroorganisme asing di dalam tubuh) dan kemampuan lain yang memungkinkan ragi untuk melawan atau memengaruhi respons imun tubuh inang. Kemampuan untuk membentuk rantai sel bercabang, yang dikenal sebagai pseudohyphae juga kadang-kadang dikatakan terkait dengan virulensi, meskipun beberapa penelitian menunjukkan bahwa sifat ini mungkin umum pada galur Saccharomyces cerevisiae yang virulen dan non-virulen.

Referensi

  1. ^ Feldmann, Horst (Cytologist) (2010). Yeast : molecular and cell biology. Weinheim: Wiley-VCH. ISBN 978-3-527-32609-9. OCLC 489629727. 
  2. ^ WALKER, L. J.; ALDHOUS, M. C.; DRUMMOND, H. E.; SMITH, B. R. K.; NIMMO, E. R.; ARNOTT, I. D. R.; SATSANGI, J. (2004-03). "Anti-Saccharomyces cerevisiae antibodies (ASCA) in Crohn's disease are associated with disease severity but not NOD2/CARD15 mutations". Clinical and Experimental Immunology. 135 (3): 490–496. doi:10.1111/j.1365-2249.2003.02392.x. ISSN 0009-9104. 
  3. ^ Struyf, Nore; Van der  Maelen, Eva; Hemdane, Sami; Verspreet, Joran; Verstrepen, Kevin J.; Courtin, Christophe M. (2017-07-28). "Bread Dough and Baker's Yeast: An Uplifting Synergy". Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety. 16 (5): 850–867. doi:10.1111/1541-4337.12282. ISSN 1541-4337. 
  4. ^ "Charlton or Cherleton, Lewis (d 1369)". Oxford Dictionary of National Biography. Oxford University Press. 2018-02-06. 
  5. ^ J., J.; Robert-Scott; Liddell, Henry George; Jones, Henry Stuart (1940). "A Greek-English Lexicon". The Classical Weekly. 34 (8): 86. doi:10.2307/4341055. ISSN 1940-641X. 
  6. ^ "Charlton or Cherleton, Lewis (d 1369)". Oxford Dictionary of National Biography. Oxford University Press. 2018-02-06. 
  7. ^ Marshall, Charles Edward (1911). Microbiology for agricultural and domestic science students. Contributors: F. T. Bioletti ... R. E. Buchanan ... [etc.] ed. by Charles E. Marshall ... with 128 illustrations. Philadelphia :: P. Blakiston's son & co.,. 
  8. ^ Stefanini, Irene; Dapporto, Leonardo; Berná, Luisa; Polsinelli, Mario; Turillazzi, Stefano; Cavalieri, Duccio (2016-01-19). "Social wasps are aSaccharomycesmating nest". Proceedings of the National Academy of Sciences. 113 (8): 2247–2251. doi:10.1073/pnas.1516453113. ISSN 0027-8424. 
  9. ^ Stefanini, I.; Dapporto, L.; Legras, J.-L.; Calabretta, A.; Di Paola, M.; De Filippo, C.; Viola, R.; Capretti, P.; Polsinelli, M. (2012-07-30). "Role of social wasps in Saccharomyces cerevisiae ecology and evolution". Proceedings of the National Academy of Sciences. 109 (33): 13398–13403. doi:10.1073/pnas.1208362109. ISSN 0027-8424. 
  10. ^ Zörgö, Enikö; Chwialkowska, Karolina; Gjuvsland, Arne B.; Garré, Elena; Sunnerhagen, Per; Liti, Gianni; Blomberg, Anders; Omholt, Stig W.; Warringer, Jonas (2013-03-21). "Ancient Evolutionary Trade-Offs between Yeast Ploidy States". PLoS Genetics. 9 (3): e1003388. doi:10.1371/journal.pgen.1003388. ISSN 1553-7404. 
  11. ^ a b Herskowitz, I (1988). "Life cycle of the budding yeast Saccharomyces cerevisiae". Microbiological Reviews. 52 (4): 536–553. doi:10.1128/mmbr.52.4.536-553.1988. ISSN 0146-0749. 
  12. ^ Warringer, Jonas; Zörgö, Enikö; Cubillos, Francisco A.; Zia, Amin; Gjuvsland, Arne; Simpson, Jared T.; Forsmark, Annabelle; Durbin, Richard; Omholt, Stig W. (2011-06-16). "Trait Variation in Yeast Is Defined by Population History". PLoS Genetics. 7 (6): e1002111. doi:10.1371/journal.pgen.1002111. ISSN 1553-7404. 
  13. ^ Kaeberlein, M. (2005-11-18). "Regulation of Yeast Replicative Life Span by TOR and Sch9 in Response to Nutrients". Science. 310 (5751): 1193–1196. doi:10.1126/science.1115535. ISSN 0036-8075. 
  14. ^ Kaeberlein, Matt (2010-04). "Erratum: Lessons on longevity from budding yeast". Nature. 464 (7293): 1390–1390. doi:10.1038/nature09046. ISSN 0028-0836. 
  15. ^ Mortimer, Robert K.; Romano, Patrizia; Suzzi, Giovanna; Polsinelli, Mario (1994-12). "Genome renewal: A new phenomenon revealed from a genetic study of 43 strains ofSaccharomyces cerevisiae derived from natural fermentation of grape musts". Yeast. 10 (12): 1543–1552. doi:10.1002/yea.320101203. ISSN 0749-503X. 
  16. ^ Ruderfer, Douglas M; Pratt, Stephen C; Seidel, Hannah S; Kruglyak, Leonid (2006-09). "Population genomic analysis of outcrossing and recombination in yeast". Nature Genetics (dalam bahasa Inggris). 38 (9): 1077–1081. doi:10.1038/ng1859. ISSN 1061-4036. 

Bacaan lebih lanjut

Pranala luar