Lompat ke isi

Sabun cuci piring

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 15 Desember 2021 06.50 oleh Dipayusi (bicara | kontrib) (Tanda baca dan beberapa kata yang tidak baku dan kurang efektif.)

Pencuci piring merupakan cairan kental bening berwarna yang berfungsi untuk membersihkan peralatan makan seperti piring, gelas, sendok/garpu dan peralatan dapur pada umumnya. Produk Pencuci piring pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan kenampakan fisik. Pertama adalah berbentuk bubuk atau serbuk, kemudian bentuk pasta, dan yang ketiga berbentuk cairan. Produk dalam bentuk bubuk atau scouring powder agak kurang dikenal meski juga dijual di swalayan. Produk kedua berbentuk pasta atau lebih dikenal dengan sabun colek. Produk ketiga dalam bentuk cairan kental adalah yang paling banyak dipakai. Kecenderungan akan pemakaian produk ini dari waktu ke waktu meningkat cukup tajam. Hal ini dapat dipahami bahwa pola pencucian piring (termasuk alat rumah tangga lain) mulai bergeser dari cara yang lama/tradisional dengan abu gosok dan sabun colek menuju cara baru yang lebih praktis. Adanya bentuk berupa cairan menjadikan praktis untuk digunakan serta aroma produk yang khas menjadikan Cairan Pencuci Piring mempunyai nilai lebih dibanding produk pencuci piring lain.

Bahan Baku

Pada dasarnya cukup banyak bahan baku yang dapat dipakai dalam pembuatan Cairan Pencuci Piring. Namun yang dikemukakan di bawah adalah jenis bahan baku yang mudah didapatkan serta harganya relatif murah.

LABS (Linear Alkyl Benzene Sulfonate).
Bahan ini merupakan bahan inti yang wajib ada dalam formula Cairan Pencuci Piring. Bentuk fisik bahan ini adalah carian berwarna coklat muda, agak lengket serta licin ditangan. Struktur kimia LABS lebih sederhana dibanding DDBS. Namun hal itu justru merupakan kelebihan karena LABS ini mudah diurai oleh tanah yang dengan kata lain dikategorikan sebagai bahan yang ramah lingkungan.
Kaustik (NaOH).
Bentuk asal Kaustik adalah lempengan tipis kecil kecil biasa disebut flake. Dalam proses pembuatan Ciran Pencuci Piring, Kaustik harus dilarutkan dalama air lebih dahulu. Perbandingan antara Kaustik dengan air adalah 40:60. Contoh: bilamana akan dibuat 100g larutan kaustik, maka 40g flake Kaustik dilarutkan dalam 60 cc air. Demikian pula bila ingin membuat larutan Kaustik 1 kg,maka 400 g flake dilarutkan dalam 600 cc air. Dan seterusnya bila membuat sejumlah besar larutan Kaustik, gunakan perbandingan yang sama. Dalam membuat larutan kaustik faktor keselamatan (safety) perlu diperhatikan benar mengingat bahan ini cukup keras. Wadah yang digunakan juga jangan menggunakan bahan dari logam karena akan larut.
Emal-70.
Merupakan cairan bening berbentuk pasta. Berfungsi untuk menambah busa serta memberi kesan lembut di tangan. Yang menjadi permasalahan adalah bahwa harga bahan ini cukup mahal.
Larutan Atinsoft.
Bahan ini tidak merupakan bahan yang kita buat sendiri dengan mencampur larutan kaustik air dan LABS dengan perbandingan tertentu.
Garam.
Pemberian garam dalam proses terutama dimaksudkan untuk menambah kekentalan produk. Namun, keberadaan garam akan sedikit menurunkan kejernihan produk.
Zat warna (Pigment).
Pewarna yang umum dipakai pada produk Cairan Pencuci Piring adalah hijau dan kuning. Meskipun demikian bisa saja anda mengembangkan produk dengan warna yang lebih bervariasi.
Parfum.
Parfum yang lazim digunakan adalah jeruk. Mengapa hanya aroma jeruk yang paling banyak disukai konsumen? Hal ini disebabkan oleh fungsi aroma jeruk yang dapat ‘mengusir’ bau sisa makanan yang melekat pada piring secara dominan. Namun, aroma lain juga dapat digunakan.

Lihat pula

Referensi

  • Arthur D. Little, Environtment & Human Safety of Major Surfactant, The Soap & Detergent Association, 1989.
  • Team, Solution System Corporation,Advision of Reg Scan Inc., William Sport PA 1771, USA, 2001.
  • Max Pieters,Klausn D.Timmerhaus, Plant Design and Economics for Chemical Engineers, Mc Graw-Hill International Book Company, 1984.
  • Siri Board of Consultant & Engineer, Hand Book of Soap,Detergent and Glycerin, Small Industrial Research Institute, 1988.