Lompat ke isi

Generalisasi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 16 Desember 2021 18.03 oleh Nzrdnd (bicara | kontrib)

Generalisasi adalah proses penalaran yang membentuk kesimpulan secara umum melalui suatu kejadian, hal, dan sebagainya.[1] Contoh: (1) Tamara Bleszynski adalah bintang iklan, dan ia berparas cantik. (2) Omaz Mo adalah bintang iklan, dan ia berparas cantik. (3) Generalisasi: Semua bintang sinetron berparas cantik. Pernyataan "semua bintang sinetron berparas cantik" hanya memiliki kebenaran probabilitas karena belum pernah diselidiki kebenarannya. Contoh kesalahannya: Mpok Nori juga bintang iklan, tetapi tidak berparas cantik.

Pengertian

Generalisasi adalah proses penalaran yang bertolak belakang dari sejumlah fenomena individual menuju kesimpulan umum yang mengikat seluruh fenomena sejenis dengan fenomena individual yang diselidiki. Maka dari itu, hukum dari fenomena yang diselidiki berlaku juga untuk fenomena sejenis yang belum diselidiki. Hukum yang dihasilkan dari penalaran secara generalisasi maupun seluruh penalaran induktif tidak pernah mencapai kebenaran pasti, tetapi hanya sebatas kebenaran kemungkinan besar (probabilitas). Berbeda dengan penalaran deduktif yang kesimpulannya tersirat di premis-premis yang valid dan akan menghasilkan proposisi universal dengan kesimpulan yang pasti.[2]

Esensi dari arti generalisasi terdapat pada kata general itu sendiri yang diartikan sebagai identik atau serupa pada suatu kelompok objek. Proses generalisasi adalah menemukan sifat "general" yang terdapat pada objek dan membentuk kelas yang dibawanya.[3] Pada generalisasi yang terjadi yaitu berdasarkan sifat atau ciri sama yang terdapat pada beberapa fenomena tertentu maka disimpulkan bahwa semua fenomena tertentu itu memiliki sifat atau ciri yang sama itu. Generalisasi yang sering terjadi yaitu induksi enumerasi sederhana. Kesimpulan yang dihasilkan generalisasi berupa proposisi universal.[4] Untuk membuat generalisasi, logika Aristoteles menekankan pada prinsip relasi formal antar proposisi.[5]

Generalisasi harus memenuhi tiga syarat: pertama, generalisasi tidak boleh terbatas secara numerik, artinya proposisi harus benar secara universal dan berlaku untuk setiap subjek yang memenuhi; kedua, generalisasi tidak boleh terbatas secara spasio-temporal, artinya tidak boleh terbatas ruang dan waktu dan berlaku kapan dan dimana saja; ketiga, generalisasi harus dapat dijadikan dasar pengandaian.[6]

Macam-macam generalisasi

Generalisasi sempurna

Adalah generalisasi di mana seluruh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan diselidiki.

Generalisasi tidak sempurna

Adalah generalisasi di mana kesimpulan diambil dari sebagian fenomena yang diselidiki diterapkan juga untuk semua fenomena yang belum diselidiki.

Contoh: Hampir seluruh pria dewasa di Indonesia senang memakai celana satin.

Prosedur pengujian generalisasi tidak sempurna

Generalisasi yang tidak sempurna juga dapat menghasilkan kebenaran apabila melalui prosedur pengujian yang benar.

Prosedur pengujian atas generalisasi tersebut adalah:

  1. Jumlah sampel yang diteliti terwakili.
  2. Sampel harus bervariasi.
  3. Mempertimbangkan hal-hal yang menyimpang dari fenomena umum/ tidak umum.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ "ge.ne.ra.li.sa.si". KBBI Daring. Diakses tanggal 26 Januari 2018. 
  2. ^ Mundiri (2017). Logika. Depok: Rajawali Pers. hlm. 146. ISBN 978-979-769-938-3. OCLC 963195783. 
  3. ^ Davydov, V. V. (1990). Soviet Studies in Mathematics Education Volume 2 (PDF). Diterjemahkan oleh Teller, Joan. Reston Virginia: National Council of Teachers of Mathematics. hlm. 26. 
  4. ^ Sidharta, B. Arief (2010). Pengantar Logika: Sebuah Langkah Pertama Pengenalan Medan Telaah (edisi ke-Cet. 3). Bandung: Refika Aditama. hlm. 56. ISBN 979-1073-49-X. OCLC 958848822. 
  5. ^ Kadri, Trihono (2018). Rancangan Penelitian. Yogyakarta: Deepublish. hlm. 23. ISBN 978-602-475-438-9. 
  6. ^ Siahaan, Leroy Holman. "Hubungan Antara Kemampuan Berpikir Logis dan Pengetahuan Tentang Paragraf dengan Keterampilan Menulis Esai Bahasa Inggris". Jurnal Sosioreligi. 14 (2): 87–94.