Zainuddin Sikado
Zainuddin Sikado | |
---|---|
Direktur Jenderal Perhubungan Udara | |
Masa jabatan 1 November 1991 – 6 Agustus 1998 | |
Pendahulu Sobirin Misbach Pengganti Soenaryo Yosopratomo | |
Karier militer | |
Pihak | Indonesia |
Dinas/cabang | TNI Angkatan Udara |
Masa dinas | 1963—1991 |
Pangkat | Marsekal Muda TNI |
Satuan | Korps Penerbang |
Sunting kotak info • L • B |
Marsekal Muda TNI (Purn.) Zainuddin Sikado merupakan seorang perwira tinggi dan birokrat dari Indonesia. Jabatan terakhirnya dalam kemiliteran adalah sebagai Panglima Komando Operasi Angkatan Udara I dari tahun 1990 hingga 1991, sedangkan jabatan terakhirnya dalam lingkungan birokrasi adalah sebagai Direktur Jenderal Perhubungan Udara dari tahun 1991 hingga 1998.
Masa kecil dan pendidikan
Zainuddin lahir pada tanggal 1 Desember 1936 di kota Makassar sebagai anak kedua dari sebelas bersaudara. Ayahnya, Sikado Daeng Nai, merupakan seorang pegawai negeri yang bekerja sebagai Sekretaris Kotapraja Makassar, sedangkan ibunya, Haisah Daeng Kena, merupakan seorang ibu rumah tangga. Keluarga Zainuddin memiliki garis keturunan dari pahlawan nasional Sultan Hasanuddin.[1]
Zainuddin mengawali pendidikannya di Lagere School Makassar dan lulus pada tahun 1950. Setelah itu, Zainuddin menjalani pendidikan Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Pertama dan berturut-turut lulus pada tahun 1954 dan 1957.[1]
Ketika operasi penumpasan Permesta sedang berlangsung, ayahnya membawanya ke bandar udara Hasanuddin. Zainuddin kemudian sangat kagum ketika melihat-lihat pesawat tempur yang terparkir di landasan udara tersebut. Ketertarikannya terhadap kedirgantaraan mulai muncul setelah kunjungannya ke bandar udara Hasanuddin.[1]
Karier militer
Setelah menamatkan pendidikan SMA, Zainuddin mengikuti penerimaan penerbang bagi lulusan SMA dari luar pulau Jawa. Dengan didorong oleh pamannya, Zainuddin mengikuti penerimaan tersebut tanpa meminta ijin orang tua dan memalsukan tanda tangan ayahnya sebagai tanda izin. Ketika Zainuddin diterima sebagai calon penerbang, Zainuddin memberitahukannya kepada orang tuanya. Orang tuanya terkesima dan memberikan restu. Ibunya kemudian memberi sebuah cincin permata sebagai jimat dan menasihatinya agar "tak meninggal di kampung orang".[1]
Zainuddin menjalani kursus penerbang LDK dan SIS pada tahun 1960. Setelahnya, ia dikirim ke Cekoslovakia untuk menjalani pendidikan penerbang dari tahun 1960 hingga 1962. Ia kembali ke Indonesia pada tahun 1962 untuk menjalani pendidikan di sekolah penerbang di landasan udara Iswahyudi dan Abdurahman Saleh hingga tahun 1963.[1]
Usai menjalani berbagai pendidikan penerbangan, Zainuddin ditempatkan di Skadron 11 sebagai penerbang pesawat MiG-21. Ketika ditugaskan di Malaysia pada masa Konfrontasi Indonesia–Malaysia, Zainuddin berhasil mencegat pesawat musuh. Sikado kemudian dipindahkan ke Skadron 12 pada tahun selanjutnya. Selama bertugas sebagai perwira penerbang TNI-AU, Zainuddin tercatat telah memiliki 3500 jam terbang[1]
Setelah konfrontasi usai, Zainuddin ditugaskan sebagai Kepala Seksi Operasi WOPS 300 dari tahun 1967 hingga 1968. Ia kemudian ditempatkan di Akademi ABRI Bagian Udara, bertugas sebagai komandan batalyon dari tahun 1968 hingga 1969 dan sebagai instruktur penerbang pada wing pendidikan dari tahun 1969 hingga 1973. Zainuddin kembali berkecimpung sebagai pendidik penerbangan ketika ia menjabat sebagai Komandan Skadron Pendidikan 005 di Landasan Udara Halim Perdanakusuma dari tahun 1973 hingga 1976.[1]
Zainuddin dipindahkan ke Markas Besar Angkatan Udara setelah lama berkiprah sebagai penerbang. Ia bertugas sebagai Kepala Biro Pembinaan Kekaryaan dari tahun 1976 hingga 1977. Setelahnya, Zainuddin ditugaskan ke Thailand sebagai Asisten Atase Udara di KBRI Bangkok. Jabatan tersebut ia emban selama tiga tahun hingga tahun 1981. Setelah itu, Zainuddin kembali ke Markas Besar Angkatan Udara sebagai perwira menengah tanpa jabatan selama beberapa bulan.[1]
Zainuddin kembali bertugas ketika ia ditempatkan sebagai asisten pengamanan pada Komando Daerah Udara IV di Surabaya. Ia kemudian dipindahtugaskan ke Komando Pertahanan Udara Nasional sebagai Asisten 2/Operasi, dari tahun 1983 hingga 1985. Setelahnya, ia memperoleh promosi dan menjabat sebagai Komandan Lapangan Udara Iswahjudi dari tahun 1985 hingga 1986. Selama menjabat sebagai Danlanud Iswahjudi, Zainuddin membentuk Tim Spirit 85, yang merupakan tim akrobatik TNI-AU.[1]
Dari Jawa Timur, Zainuddin dipindahkan ke Jakarta untuk mengemban amanah sebagai Wakil Panglima Komando Operasi Angkatan Udara I dari tahun 1986 hingga 1988. Ia kembali berkecimpung dalam pendidikan ketika ditempatkan sebagai Direktur Pendidikan Angkatan Udara dari tahun 1988 hingga 1989 dan sebagai Komandan Sekolah Staf dan Komando Angkatan Udara dari tahun 1989 hingga 1990.[1]
Zainuddin kembali ke Markas Besar Angkatan Udara dengan promosi jabatan, yakni sebagai Asisten Perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara. Ia kemudian memperoleh kenaikan pangkat menjadi marsekal muda pada bulan April 1990. Pada tahun yang sama, Zainuddin dimutasi dan menjabat sebagai Panglima Komando Operasi Angkatan Udara I. Zainuddin kemudian menyerahkan jabatannya kepada Marsma Sudiarso pada tanggal 26 September 1991.[1]
Direktur Jenderal Perhubungan Udara
Setelah bertugas di lingkungan militer selama beberapa dekade, Zainuddin memulai kariernya sebagai birokrat ketika dilantik sebagai Direktur Jenderal Perhubungan Udara pada tanggal 1 November 1991.[2][3][4] Selama menjabat sebagai Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Zainuddin melahirkan sejumlah gagasan terkait penerbangan sipil, seperti sistem tiket terpadu, pemekaran jalur domestik, percepatan pembangunan pelabuhan udara, dan pembukaan sejumlah jalur penerbangan internasional.[1]
Pada akhir 1997 dan awal tahun 1998, sejumlah perusahaan penerbangan dalam negeri menutup jalur domestik, seperti Garuda Indonesia yang menutup sejumlah jalur penerbangan luar negeri sejak 1996 akibat kerugian yang dideritanya. Zainuddin berpendapat bahwa masalah tersebut dapat diatasi dengan strukturisasi ke dalam dan ke luar struktur perusahaan, sehingga perusahaan penerbangan mampu memulihkan kondisi keuangan dan membina SDM-nya.[1]
Salah satu hal yang menonjol selama karier Zainuddin sebagai Direktur Jenderal Perhubungan Udara adalah banyaknya kecelakaan pesawat yang terjadi. Kecelakaan terakhir yang terjadi pada masa jabatannya adalah kecelakaan Garuda Indonesia Penerbangan 152 yang mengakibatkan tewasnya 234 jiwa. Zainuddin selalu nampak muram ketika kecelakaan terjadi, namun ia tetap sigap memberi keterangan pers ataupun meninjau lokasi kecelakaan.[1]
Keluarga
Zainuddin menikah dengan seorang putri keraton dari Surakarta yang bernama Aty Sikado. Pasangan tersebut memiliki empat anak.[1]
Referensi
- ^ a b c d e f g h i j k l m n o Onggang, Alif We (1998). Tentang Sejumlah Orang Sulawesi Selatan, 1998. Yamami. hlm. 268–269. ISBN 978-979-95557-0-0.
- ^ "Integrasi Subsektor Perhubungan Utuh Sebelum Pelita V Berakhir". Kompas. 2 November 1991. hlm. 2. Diakses tanggal 13 September 2021.
- ^ "Tidak Ada Drop-Dropan di Dephub". Mimbar Kekaryaan (251). November 1991. hlm. 55, 65. Diakses tanggal 13 September 2021.
- ^ "Pelantikan Jabatan". Tempo. 16 November 1991. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-09-13. Diakses tanggal 13 September 2021.