Lompat ke isi

Tampubolon

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 20 Januari 2022 07.22 oleh 114.122.7.39 (bicara)
Tampubolon
Tugu Tuan Sihubil & Sapala Tua Tampuk Nabolon di Sibolahotang, Balige, Toba
Aksara Batakᯖᯔ᯲ᯇᯮᯅᯬᯞᯬᯉ᯲
(Surat Batak Toba)
Nama margaTampubolon
Nama/
penulisan
alternatif
TPBL
Tampu Bolon
Tp. Bolon
Artitampuk + (na) + bolon
Tangkai daun atau buah (yang) besar
Silsilah
Jarak
generasi
dengan
Siraja Batak
1Siraja Batak
2Raja Isumbaon
3Tuan Sorimangaraja
4Tuan Sorbadibanua
(Nai Suanon)
5Sibagot Ni Pohan
6Tuan Sihubil
7Raja Sapala Tua Tampuk Nabolon
(Tampubolon)
Nama lengkap
tokoh
Raja Sapala Tua Tampuk Nabolon
(Tampubolon)
Nama istribr. Sitorus
Nama anak1. Raja Mataniari
2. Raja Niapul
3. Raja Siboro
Kekerabatan
Induk margaTuan Sihubil
Persatuan
marga
Tuan Sihubil
Kerabat
marga
Silalahi (adik angkat)
TurunanSibolahotang
Sitampulak
Ulubalang Hobol
Sitanduk
Sibulele
Lumban Atas
Matani ari
binsar
Sitorus
PadanSitompul
Asal
SukuBatak
Daerah asalKec. Balige
Kawasan
dengan
populasi
signifikan
Kec. Balige
Kec. Silaen
Kec. Sipahutar

Tampubolon adalah salah satu marga Batak yang berasal dari sub-suku Toba. Tampubolon adalah marga yang dipakai oleh keturunan Raja Sapala Tua Tampuk Nabolon (Tampubolon) hingga saat ini. Marga Tampubolon berasal dari daerah Balige, Kabupaten Toba.

Etimologi

Nama Tampubolon dalam Bahasa Batak Toba secara harfiah merujuk kepada kata tampuk dan bolon yang memiliki arti tangkai daun atau buah (yang) besar. Hal tersebut mengacu kepada:

  • Kata tampuk dalam bahasa Batak Toba memiliki arti sebagai tangkai daun atau buah,
  • Kata Bolon dalam bahasa Batak Toba memiliki arti sebagai besar maupun agung.

Tarombo


Berikut merupakan tarombo (silsilah) keturunan Raja Sapala Tua Tampuk Nabolon (Tampubolon):

Templat:Tarombo Tampubolon

Menurut silsilah garis keturunan Suku Batak (tarombo), Raja Sapala Tua Tampuk Nabolon (Tampubolon) adalah generasi ketujuh dari Siraja Batak dan anak pertama dari Tuan Sihubil.

Dalam perkembangannya, Keturunan Raja Sapala Tua Tampuk Nabolon (Tampubolon) mengklasifikasikan diri ke dalam dua marga dan enam kelompok:

Salah satu cucu dari Tampubolon yaitu Badiaraja merantau ke arah selatan tepatnya di kawasan Silindung dan mengasuh keturunan Raja Toga Sitompul, kelak di mana seluruh keturunan Badiaraja juga menggunakan marga Sitompul.

Dua cucu dari Tampubolon (Alang Pardosi dan Raja Unduk) juga merantau ke wilayah Barus, Tapanuli Tengah dan menggunakan marga kakek buyutnya yaitu Pohan. Keturunan Raja Unduk juga dipercayai sebagai pengguna marga Karokaro Barus hingga saat ini.

Raja Mataniari

Raja Mataniari memperoleh delapan putra melalui pernikahan dengan tiga istrinya. Ketiga istri tersebut adalah: br. Hinalang, br. Sitorus, dan br. Borbor.

Pernikahan dengan br. Hinalang

Pernikahan Raja Mataniari pertama dengan br. Hinalang memperoleh empat putra yaitu:

  • Ompu Rudang Nabolon
  • Ompu Sidomdom
  • Simangan Dalan
  • Ginjang Niporhas

Dari keempat putra tersebut hanya tiga yang menghasilkan keturunan, di mana pada saat dewasa semua keturunan tersebut cenderung menggunakan marga Baringbing.

Ompu Rudang Nabolon

Ompu Rudang Nabolon dipercayai sebagai seorang yang sakti di kala masih hidup. Ompu Rudang Nabolon tidak menikah sehingga tidak memiliki keturunan.

Ompu Sidomdom, Simangan Dalan, & Ginjang Niporhas (Baringbing)

Dewasa ini, keturunan dari tiga anak Raja Mataniari (Ompu Sidomdom, Simangan Dalan, dan Ginjang Niporhas) cenderung menggunakan marga Baringbing pada nama mereka. Hal tersebut bermula dari tradisi menggunakan balung/jengger ayam jantan (dalam Bahasa Batak Toba: baringbing) di tengah tanduk kerbau sebagai penghias di bagian depan atas rumah. Penggunaan marga Baringbing masih belum lazim dipraktekkan sebelum paruh kedua abad ke 20, kala itu hanya sebagian kalangan yang menggunakan marga tersebut, maupun menyematkan kedua marga seperti Tampubolon Baringbing. Namun memasuki paruh paruh kedua abad ke 20 hingga dewasa ini penggunaan marga Baringbing kian semarak dilakukan oleh ketiga keturunan anak Raja Mataniari tersebut.

Pernikahan dengan br. Sitorus

Pernikahan Raja Mataniari kedua dengan br. Sitorus memperoleh dua putra yaitu:

  • Sondiraja
  • Badiaraja
Sondiraja (Silaen)

Keturunan Sondiraja dewasa ini menggunakan marga Silaen.

Badiaraja

Badiaraja merantau ke kawasan Silindung dan di sana dia mengasuh keturunan Raja Toga Sitompul, kelak seluruh keturunan Badiaraja juga menggunakan marga Sitompul.

Pernikahan dengan br. Borbor

Di masa tua Raja Mataniari pergi ke daerah Barus dan menikah dengan br. Borbor. Melalui pernikahan ketiga tersebut, Raja Mataniari memperoleh dua putra yaitu:

  • Alang Pardosi
  • Raja Unduk
Alang Pardosi

Keturunan Alang Pardosi menggunakan marga persatuan keturunan kakek buyutnya yaitu Pohan, bersama dengan keturunan Sibagot Ni Pohan lainnya yang telah terlebih dulu bermukim di Barus. Dengan demikian marga Pohan yang ada di Barus tidak seluruhnya merupakan keturunan langsung dari Alang Pardosi.

Alang Pardosi juga diyakini sebagai raja yang memerintah di Kerajaan Barus.

Raja Unduk

Keturunan Raja Unduk dipercaya berkelana dari Barus menuju Tanah Karo dan membuka kampung di Barusjahe. Keturunannya juga dipercayai sebagai Suku Karo yang menggunaka marga Karokaro Barus dewasa ini.

Raja Niapul

Raja Niapul memperoleh dua putra melalui pernikahan dengan istrinya br. Sitorus Pane, yaitu:

  • Tuan Sumandar
  • Raja Sitanduk

Tuan Sumandar

Tuan Sumandar memperoleh dua putra melalui pernikahan dengan istrinya br. Sitorus Pane, yaitu:

  • Raja Sihajut
  • Ulubalang Hobol
Raja Sihajut

Raja Sihajut memperoleh dua putra, yaitu:

  • Raja Marburak (keturunannya disebut sebagai Tampubolon Sibolahotang)
  • Raja Pangahut (keturunannya disebut sebagai Tampubolon Sitampulak)

Raja Siboro

Raja Siboro memperoleh dua putra melalui pernikahan dengan dua istrinya br. Sitorus dan br. Nainggolan, yaitu:

  • Raja Martakhuluk (keturunannya disebut sebagai Tampubolon Sibulele)
  • Sariburaja (keturunannya disebut sebagai Tampubolon Lumban Atas)

Kekerabatan

Seluruh keturunan Raja Sapala Tua Tampuk Nabolon (Tampubolon) memiliki hubungan erat dengan satu sama lain; mereka memegang teguh ikatan persaudaraan untuk tidak menikah antar satu dengan yang lain.

Raja Sapala Tua Tampuk Nabolon (Tampubolon) menikah dengan br. Sitorus, oleh sebab itu Hulahula (mataniari binsar) dari seluruh marga Tampubolon adalah marga Sitorus.

Kekerabatan dengan marga Silalahi

Marga Tampubolon memiliki hubungan kekerabatan yang erat dengan marga Silalahi dikarenakan Raja Bungabunga / Raja Parmahan Silalahi yang merupakan cucu dari Raja Silahisabungan telah diangkat oleh Tuan Sihubil sebagai anak angkat dan menjadikannya sebagai adik dari Raja Sapala Tua Tampuk Nabolon (Tampubolon).

Beginilah kisah terjadinya hubungan kekerabatan marga Tampubolon dengan marga Silalahi.

Alkisah, disuatu hari sedang terjadi kemarau panjang di huta Balige Raja yang sudah diambang batas hingga membuat rumput dan tumbuh-tumbuhan menjadi kering dan ternakpun banyak yang mati, hal itu sangat meresahkan Sibagot nipohan yang menjadi pewaris tahta dari Tuan Sorbadibanua.

Mengingat sepanjang pemerintahan ayahnya Tuan Sorbanibanua, hal ini belum pernah terjadi hingga membuatnya cemas dan bertanya kepada orang pintar.

Singkat cerita setelah di lakukan ritual kepada Mulajadi Nabolon, tirai misteripun terungkap bahwa semua itu terjadi karena ulah Sibagot nipohan yang membuat kesalahan hingga adek-adeknya Sipaettua , Silahisabungan dan Sirajaoloan sakit hati hingga pergi meninggalkan huta Balige Raja.

Adapun satu-satunya syarat agar kemarau panjang bisa berakhir menurut petunjuk orang pintar tersebut, Sibagot nipohan harus mengumpulkan adek-adeknya untuk minta maaf dan berdamai.

Hal itupun tidak disia-siakan Sibagotnipohan dan segera menyuruh anaknya Tuan Sihubil dan ditemani pengawalnya.

Huta Laguboti menjadi persinggahan pertama mereka utk menemui Sipaettua, setelah Tuan sihubil menceritakan keadaan di Balige Raja Sipaettuapun bersedih dan menyanggupi untuk datang segera. Selanjutnya Tuan Sihubil berangkat ke Bakkara menemui Sirajaoloan dan menceritakan kejadian yang menyedihkan itu hingga Siraja oloanpun siap untuk datang sesuai dengan hari yang ditetapkan.

Perjalanan jauhpun terbentang dihadapan Tuan Sihubil untuk menuju Huta Tolping Samosir tempat tinggal Silahisabungan yang belum tentu juga ada disitu, karena Silahisabungan sering mardua huta ke Paropo tempat istri ke duanya dan ke huta lain untuk mengobati.

Namun hari yang baik juga yang menyertai Tuan Sihubil hingga mereka bertemu di Tolping dan menyampaikan pesan ayahnya untuk datang ke huta Balige Raja serta menceritakan seluruh kejadian yang terjadi Huta Balige Raja, mendengar penjelasan keponakannya yakni Tuan Sihubil hatinyapun miris, namun karena janjinya “Tidak akan mau melihat asap dapur dari abangnya Sibagotnipohan” diapun dengan berat hati menolak ajakan Tuan Sihubil.

Berbagai cara dilakukan Tuan Sihubil untuk mengajak bapa udanya Silahisabungan, namun sedikit pun hati Silahisabungan tidak tergerak membuat Tuan Suhubil merasa putus asa dan ingin pulang dengan tangan hampa.

Namun kembali terbayang derita yang dialami seluruh penghuni kampungnya dan wajah ayahnya Sibagotnipohan yang sudah mulai tua hingga dia tetap bertahan di Tolping dan berusaha membujuk Silahisabungan.

Sebagai seorang panglima yg ditugaskan yang tentu sudah berpengalaman, Tuan Sihubilpun tidak habis akal, dia berpikir kekerasan hati Silahisabungan sepertinya tidak dapat diluluhkan dengan cara bujukan, berarti harus dilakukan dengan paksa yakni dengan cara menculik cucunya anak dari Silalahi Raja yang kebetulan sedang marmahan (mengembala).

Missipun segera dilakukan dan menangkap ke tiga anak dari Silalahi Raja yakni Raja Tolping, Bursok Raja dan Raja bunga-bunga yg paling kecil.

Si Raja Tolping yg paling besar meronta dan berhasil melarikan diri, begitu juga Si Bursok Raja terus meronta disepanjang perjalanan hingga membuat solu yang dikendarai Tuan Sihubil tidak stabil hingga diputuskan untuk dilepas saat melewati Tano Ponggol Pangururan.

Tinggal Rajabunga-bunga yg paling kecil akhirnya dibawa Tuan Sihubil hingga ke Balige Raja.

Mendengar cucunya diculik oleh Tuan Sihubil, Silahisabunganpun geram dan segera mengajak anaknya Silalahi Raja untuk mengayuh solunya mengejar Tuan Sihubil

Namun selang waktu yang begitu jauh membuat Tuan Sihubil lebih dulu tiba di Balige Raja dan membawa Raja Bunga-bunga ke hadapan ayahnya Sibagotnipohan.

Sibagotnipohanpun heran melihat anak tersebut dan menanyakan anak siapa ini,

Tuan Sihubil segera menceritakan semuanya dan tentang penolakan Silahisabungan untuk datang ke Balige Raja hingga berinisiatif menculik cucunya untuk memancing kedatangannya.

Belum sempat memberikan sanggahan tiba-tiba langit mendung dan guruh menggelegar serta halilintar sambar-menyambar dan hujanpun segera turun dengan lebat, melihat situasi itu Sibagotnipohan sudah tau bahwa Silahisabungan sudah tiba di Balige Raja

Singkat cerita Silahisabunganpun meminta pertanggung jawaban atas ulah Tuan Sihubil yang menculik cucunya yang tidak tau asal muasal pertentangan diantara mereka, namun dengan permohonan maaf dari Sibagotnipohan dan bujukan dari Sipaettua dan Siraja oloan hatinyapun terobati.

Dengan kehadiran adek-adeknya hingga hujanpun turun di Balige Raja Sibagotnipohanpun mengadakan pesta besar dan mengundang seluruh penghuni kampung untuk merayakan kejadian itu.

Mengingat suasana yg berbahagia itu dan untuk mengikat tali persaudaraan diantara mereka Tuan Sihubil yang sudah menculik Raja Bunga-bunga mengusulkan untuk mengangkatnya jadi anak dan menjadi adik dari Tampubolon anaknya, yang memang kalau dirunut dari silsilah mereka satu generasi.

Hal itupun disetujui kedua belah pihak dan dibuatlah padan diantara Raja Bunga-bunga Silalahi dengan Tampubolon yakni sisada lulu anak sisada lulu boru, Tampubolonlah Dahahang doli, Silalahilah Anggi doli kelak sampai selama-lamanya.

Tuan Sihubilpun memeluk Silalahi Raja dengan berkata anakmu sudah menjadi anakku yang berarti anakku juga menjadi anakmu hal itu juga menjadikan seluruh anak Silalahi Raja menjadi terikat padan oleh karena adiknya Si raja bunga-bunga.

Oleh karena Siraja Bunga-bunga silalahi sudah menjadi anak Tuan Sihubil dan mengingat sejarahnya diculik dari parmahanan maka Tuan Sihubil menyebutnya Raja bunga-bunga Silalahi Parmahan yang sekarang keturunannya berbonapasogit di Balige dan diberikan tanah warisan yang disebut Huta Silalahi sampai sekarang.

Demikianlah sampai saat ini Silalahi maupun Tampubolon mematuhi padan itu dan tidak pernah saling mengawini.

Kekerabatan dengan marga Sitompul

Marga Tampubolon juga memiliki hubungan kekerabatan dengan marga Sitompul. Hubungan tersebut menurut kisah yang diceritakan turun-temurun dari keturunan Raja Sapala Tua Tampuk Nabolon (Tampubolon) bermula ketika Badiaraja (cucu Raja Sapala Tua Tampuk Nabolon/Anak Raja Mataniari) memiliki konflik dengan saudaranya Sondiraja sehingga menyebabkan Badiaraja pergi meninggalkan kampung asalnya Balige ke arah selatan tepatnya di kawasan Silindung. Di sana Badiaraja dengan menggunakan nama Raja Somundur berhasil membunuh Babi Hutan yang telah menewaskan Ompu Hobolbatu, yakni cicit tunggal Raja Sitompul. Badiaraja kemudian direstui oleh ibu Ompu Hobolbatu sebagai pewaris harta peninggalan oleh Ompu Hobolbatu beserta kedua istri Ompu Hobolbatu yang tengah mengandung. Badiaraja juga berikrar akan menganggap dirinya sebagai pengganti Ompu Hobolbatu dan keturunannyapun akan menggunakan marga Sitompul. Kedua istri Ompu Hobolbatu yang telah menjadi Istri Badiaraja kemudian melahirkan masing-masing satu anak yang dibuahi oleh Ompu Hobolbatu, dan setelah menikah dengan Badiaraja kembali mengandung dan juga melahirkan masing-masing satu anak bagi Badiaraja. Keempat anak tersebut adalah:

  1. Raja Imbang Suhunu (Sitompul Lumbantoruan) - anak Ompu Hobolbatu
  2. Raja Martanggabatu (Sitompul Lumbandolok) - anak Ompu Hobolbatu
  3. Sabuk Nabegu (Sitompul Siringkiron) - anak Badiaraja
  4. Raja Tandang Lintong (Sitmpul Sibangebange) - anak Badiaraja

Namun sesuai dengan ikrar Badiaraja yang berjanji akan menjadi pengganti Ompu Hobolbatu, keempat anak tersebut beserta seluruh keturunannya menggunakan marga Sitompul. Semasa hidupnya juga Badiaraja berpesan kepada keempat anaknya Badia Raja agar menjunjung tinggi marga Sitompul, dan tidak membedabedakan yang mana sebenarnya berdarah Sitompul dan yang mana berdarah Tampubolon.

Di masa tuanya, Badiaraja berdamai dengan Sondiraja dan mereka mengadakan tanda persaudaraan dengan makan dan menggigit bersama perut (boltok) daging babi. Sejak saat itu hingga sekarang ini hubungan kekerabatan antara marga Tampubolon dan Marga Sitompul dipegang teguh oleh keturunan kedua marga, dan juga disebut hubungan kedua marga tersebut sebagai marsaboltok atau satu perut Bahasa Batak Toba.

Tokoh-tokoh bermarga Tampubolon

Beberapa tokoh bermarga Tampubolon yaitu :

Beberapa tokoh marga Tampubolon yang menggunakan marga Baringbing dan Silaen:

Sumber

  • Hutagalung, W.M. (1991), Pustaha Batak Tarombo dohot Turiturian ni Bangso Batak, hlm. 223–225 
  • Siahaan, Amanihut N.; Pardede, H. (1957), Sejarah perkembangan Marga - Marga Batak 
  • Radjagukguk, Bostang (2014), Sitompul, hlm. 9–11 

Pranala luar